permintaan Sabda

291 48 4
                                    

selamat pagi. seperti biasa,
warning: harsh words, typo

***
M

ari kita flashback ke beberapa minggu lalu untuk mengetahui apa yang terjadi antara Kiran dan Sabda.....

Brak

Sabda yang tadinya baru masuk mobil,  langsung tersentak kaget mendengar pintu mobilnya ditutup kasar. Ia menoleh dan menangkap ekspresi keras Kiran.

"Lo kenapa Ran? Ada yang bikin lo marah kah?"

Kiran diam tidak bersuara, membuat Sabda menipiskan bibirnya menyadari Kiran masih diliputi emosi. Dirinya memutuskan tidak lagi bersuara dan membiarkan Kiran meredakan emosinya. Ia kemudian memundurkan mobil dan keluar dari area parkiran Rumah Singgah.

"Lo....ada apa Ran? Kok tiba-tiba minta jemput? Sampe kaget gue pas nelpon tau-tau lo minta jemput padahal gue cuma mau nanya soal toko kue langganan lo." Sabda memberanikan diri bertanya, setelah melirik wajah Kiran yang tidak sekeras tadi.

Sejujurnya memang tadinya, Kiran memang mengajak Sabda ke pantinya tapi keduanya tidak berencana berangkat bersama. Sabda ada kegiatan Paskibra jadi keduanya pergi masing-masing. Namun, saat tadi Sabda menelpon Kiran, gadis itu tiba-tiba meminta jenput. Sabda sih senang aja, tapi kan tetap saja dia penasaran apa yang terjadi. Terlebih saat dia tiba, moodnya Kiran rusak berat sampai memaksa Sabda pergi tanpa berpamitan.

Kiran menggeleng. Ia menghembuskan nafas keras-keras. "Hazmi anjing." maki perempuan itu penuh dendam. Sabda yang baru pertama kali denger intonasi tersebut itu, langsung tersentak kaget.

"kenapa lo tiba-tiba ngatain dia? Berantemkah? Soalnya tadi pas ketemu gue juga ngerasa mood si Hazmi agak bete deh." Ucap Sabda sambil menjalankan mobilnya.

Kiran mendengus keras, "enggak tau. Males banget dia adalah orang paling labil sedunia yang gue kenal. Sumpah kenapa bisa gue naksir dia padahal dia orang paling childish yang pernah gue liat."

Sabda yang mendengar omelan panjang-pendek yang dilakukan Kiran hanya menghela nafas.

"Lo bayangin, dia selalu bilang lo pacar gue pacar gue kayak lo punya nama. Kenapa harus bilang pacar-pacar, siapa juga yang pacaran?!" Kiran lanjut mengomel.

Sabda menipiskan bibirnya. "Yaudah kenapa kita enggak pacaran aja sekalian?"ucap Sabda kalem sambil memutar stir mobilnya.

Kiran menatap Sabda tidak percaya lalu tertawa kering, "bercanda aja. Lo kalau mau ngalihin marah gue selamat, lo berhasil soalnya gue jadi mau ketawa."

"Dih siapa yang bercanda?orang beneran." ucapSabsa masih dengan nada santai.

Kiran menabok pelan Sabda, "lu jangan mainin perasaan begitu ah.  Pokoknya gue sebel banget aaargh sama Hazmi!"

Kiran kembali melanjutkan omelannya. Sabda hanya diam, tidak.menginterupsi. Ia biarkan Kiran mencaci maki Hazmi sepuas hatinya walaupun dalam diamnya, Sabda menggigit perih.

"Lo mau gue temenin masuk ke dalem panti?" Sabda menawarkan diri sesampainya di Panti. Kiran tersenyum dan menggeleng.

"Enggak usah, gue sebentar aja kok." ucap Kiran sebelum keluar mobil dan meninggalkan Sabda.

Sabda tetap memutuskan keluar mobil dan duduk di kursi depan pintu masuk Panti. Ia diam merasakan angin sepoi-sepoi yang berhembus menyapa wajahnya.

"Loh jadi nunggu diluar? Padahal di mobil aja enggak apa-apa gue cuma sebentar kok." Ucap Kiran ketika ia menangkap eksistensi Sabda di kursi Panti.

Sabda tersenyum tipis, "udah selesai Ran?"

Kiran mengangguk."udah, mau balik sekarang?" tawarnya uang dijasab Sabda gelengan.

Sabda kemudian menepuk spot di sebelah kirinya, memberi kode pada Kiran untuk duduk. "Sini Ran, duduk dulu. Ada yang mau gue omongin."

Kiran menatap Sabda bingung tapi menuruti permintaannya untuk duduk. "Kenapa?" tanya Kiran pelan.

Tangan kiri Sabda kemudian secara perlahan meraih tangan kanan Kiean yang ada di atas tasnya. Sabda menatap Kiran, "boleh?" tanyanya pelan.

Kiran tidak menjawab tapi juga tidak menghindar. Sehingga Sabda menganggap Kiran mengizinkannya menggenggam tangan Kiran. Ibu jari Sabda mengelus lembut punggung tangan Kiran.

"Mungkin ini waktunya kurang tepat karena lo hari ini moodnya agak rusak tapi gue enggak bisa mikir di hari lain lagi," Sabda menatap Kiran serius, "Kiran, jadi pacar gue yuk?"

"Kita udah deket dari akhir uas, berarti sekitar 3 bulan-an. Lo bolehin gue deket sama lo. Lo sukarela ngasih tau tentang keseharian lo ke gue, begutu juga sebaliknya. Lo bolehin gue berada di sekitar lo. Bahkan, lo bolehin gue nganterin lo kemanapun dan lo juga senang hati ikut kemanapun kalo gue ajak pergi. Dengan semua kedekatan itu, gue pikir ini saatnya buat kita naik tingkat ke lebih tinggi. Supaya lo enggak perlu enggak enakan ketika minta tolong ke gue, cerita ke gue dan segala macem. Dan gue juga tenang karena kita di hubungan yang jelas."

Kiran terdiam mendengar ucapan Sabda. Keduanya beradu tatap, berusaha mencari sesuatu. Tidak lama kemudian, Kiran yang lebih dulu mengalihkan pandangannya ke tangan mereka yang tertaut.

Kiran menghela nafas lalu secara perlahan menarik tangannya dari pegangan Sabda, "Sabda gue minta maaf tapi gue belum bisa nerima perasaan lo."

Jawaban Kiran membuat Sabda menahan nafas. Ekspresi terluka jelas tergambar di wajah lelaki itu. Ini kedua kalinya ia mengajak Kiran pacaran dan hasilnya masih sama, penolakan.

"Tapi kenapa Ran? Maksud gue kita udah deket dari lama, apa yang bikin lo belum bisa nerima gue? Kurang baik kah gue di mata lo?" tanya Sabda menuntut.

Kiran menggeleng, "enggak, lo baik. Baik banget. Lo selalu hadir nawarin bantuan kapanpun dan dimanapun. Ngibrol sama lo juga seru dan gue sangat mengapresiasi hal tersebut."

"Terus apa Ran? Kenapa belum bisa?" Sabda menuntut jawaban.

Kiran menggeleng, "masalahnya bukan di lo tapi di gue, Sabda. Gue belum bisa menyelesaikan perasaan ke Hazmi."

Sabda yang mendengar jawaban Kiran tersenyum miris. Tiba-tiba otaknya memahami sesuatu, "makanya lo terganggu banget ya soal Hazmi yang bilang kita pacaran," simpul Hazmi dengan nada serak. Hatinya sesak menyadari posisinya di hati gadis itu belum berhasil menggeser sesorang disana.

Kiran hanya diam tidak membantah karena tebakan Sabda memang betul. Sabda menghela nafas, membuat perhatian gadis itu kembali kepadanya sehingga keduanya kembali beradu tatap.

"Ran, kayaknya niatan move on yang dari awal lo bahas itu harus dipertimbangkan lagi deh. Ya mungkin emang gue aja yang lemah tapi kalau memang belum bisa dan belum mau, gue juga bakal mikir lagi buat terus sama lo apa enggak."

Ucapan Sabda membuat Kiran terdiam. Gadis itu menatap Sabda bersalah sedangkan cowok itu tersenyum lembut. Ia lalu berdiri dari duduknya.

"Yuk pulang deh? Udah sore nih," ajak Sabda yang dijawab anggukan Kiran.

Dan sepanjang perjalanan, Kiran dan Sabda sama-sama tidak membuka suara. Keduanya saling mempertimbangkan maksud hati masing-masing.

-bersambung

mundur sedikit yah btw kita sudah 5 chapter terakhir..............

FlippedWo Geschichten leben. Entdecke jetzt