Bab 24

212 24 3
                                    

Malam itu mereka tidak melakukan banyak hal selain makan bersama karena Reagan memintanya untuk tidur lebih awal. Kata pria itu, mereka harus bangun pagi-pagi untuk pergi ke suatu tempat.

"Kita mau ngapain?" tanya Kalila ketika Reagan menuntunnya menaiki perahu di jam 7 pagi.

Tapi alih-alih menjawab, Reagan hanya melemparkan senyum misterius padanya.

Perahu yang mereka naiki akhirnya berangkat menuju lautan lepas. Karena masih pagi, udara yang menerpa mereka masih terasa segar, membuat Kalila tersenyum ketika udara tersebut menerpa wajahnya. Ditariknya napas dalam-dalam, matanya tertutup, merasakan dengan khidmat oksigen yang memenuhi paru-parunya.

Baju kaus kebesaran bertuliskan 'I ❤️ Labuan Bajo' yang baru saja ia beli melambai-lambai tertiup angin bersamaan dengan anak-anak rambut yang lolos dari jepitannya.

Kalila mungkin tidak menyadarinya, namun sang pengemudi perahu sadar akan Reagan yang sedari tadi memerhatikan wanita di sebelahnya alih-alih pemandangan di sekeliling mereka dengan tampang tertegun, terpikat dengan keindahan wanita itu.

Pengemudi perahu tersebut tersenyum penuh arti, lalu mendadak mengencangkan laju perahunya dengan sengaja.

Gerakan mendadak itu lantas membuat Kalila memekik tertahan dan tubuhnya terdorong mundur. Reagan yang juga tidak menduga itu, refleks menangkap Kalila yang menabrak dadanya.

"Aduh, maaf pak, bu, ini mesinnya kadang-kadang bermasalah."

Kalila menggumamkan kata tidak apa-apa, lalu ketika ia berusaha menegakkan tubuhnya kembali, sesuatu—tidak, lengan Reagan yang melingkari tubuhnya menahannya. Belum selesai dari kebingungannya, tiba-tiba sisi kepala Reagan bersandar di sisi kepalanya.

Mereka berdua sama-sama terdiam dengan Kalila yang akhirnya pasrah dan malah semakin menyandarkan tubuhnya di dada bidang itu. Walaupun begitu, masing-masing tahu bahwa apa yang mereka lakukan saling memberikan kenyamanan satu sama lain.

"Reagan, lihat! Lumba-lumba!" setelah kurang lebih 20 menit menaiki perahu, Kalila melihat lumba-lumba yang tengah melompat-lompat bersama kawanannya. Awalnya hanya terlihat tiga ekor, namun semakin mendekat, semakin banyak kawanan lumba-lumba yang terlihat di sekeliling perahu mereka.

"I also remember you wanted to see dolphins."

Kalila melemparkan tatapan bingung.

"Waktu di kapal menuju pulau di Sumbawa kamu sempat bilang bakalan sempurna kalau ada lumba-lumba," Reagan berkata dengan wajah tenang, namun telinganya yang merah tidak bisa membohongi siapapun.

Kalila menatap Reagan takjub, tidak percaya Reagan mengingat hal-hal sekecil itu tentang dirinya yang dia sendiri hampir lupa.

Dadanya tiba-tiba saja terasa sesak, namun ini sesak yang membuatnya kedua sudut bibirnya tertarik ke atas dengan sempurna. Jenis sesak yang membuatnya bahagia dan spontan memeluk Reagan erat.

"Thank you! Aku nggak tau harus apa lagi selain berterimakasih sama kamu."

Reagan membalas pelukan Kalila, "Your smile is what this is all for."

Kalila semakin mengeratkan pelukannya, sebelum melepaskannya dan beralih pada lumba-lumba di sekitar mereka.

"Ah, mereka lucu banget! Yang ini dari tadi ngedeketin kita terus!" seru Kalila mengamati seekor lumba-lumba yang sejak tadi mengikuti perahu mereka dari samping.

Kalila mendekatkan dirinya ke pinggir perahu, "Pak, saya boleh ngulurin tangan nggak ya?"

"Boleh, bu."

Setelah diberikan lampu hijau, Kalila pelan-pelan mengulurkan satu tangannya. Ia lalu memekik seraya tertawa geli ketika salah satu lumba-lumba melompat cukup tinggi hingga menyipratkan air ke arahnya.

Reagan tersenyum lebar menatap tawa lepas Kalila, "Careful."

"Kalian mau kemana? Ikut aku yuk ke Jakarta!" Kalila mengajak bicara para lumba-lumba.

"Nggak kok nggak bakalan aku jadiin hewan sirkus! Mau ya?"

"Katanya mereka takut kamu jadiin sate lumba-lumba," seloroh Reagan.

Kalila tersentak dengan mata membulat, "No way! Aku pecinta hewan, sumpah. Nelly kucing tetanggaku bersedia jadi saksi."

Reagan terbahak sambil diam-diam terkejut dengan versi Kalila yang ini. Lalu kembali mengutuk orang itu. Bagaimana bisa bagian Kalila yang seberharga ini sempat hilang tak berbekas sedikitpun.

"Look, Reagan! She smiled at me!"

Reagan tersenyum, "Did she?"

Kalila menjawab dengan anggukan antusias tanpa mengalihkan pandangannya dari lumba-lumba.

Begitulah kira-kira yang dilakukan mereka dalam setengah jam selanjutnya. Kalila yang tak henti-hentinya mengagumi lumba-lumba dan sesekali memekik kesenangan, sedang Reagan di sampingnya tak henti-hentinya mengagumi tingkah konyol serta tawa lepas wanita itu yang terdengar sangat merdu di telinganya.

Reagan yang diam-diam berpikir bahwa ia bisa melakukan apa saja demi melihat senyum dan tawa itu selalu melekat di wajah Kalila.

The Lost StarWhere stories live. Discover now