BAB 8

192 21 0
                                    

Jam di nakas menunjukkan pukul 4.17 pagi ketika Kalila tersentak bangun dari mimpi buruknya. Air matanya seketika mengalir dan napasnya tersengal seolah-olah dia baru saja berlari marathon. Kalila terisak tidak bisa berhenti. Mimpi buruk yang selama satu bulan terakhir ini hilang kini datang kembali dan menghantuinya.

Bagaikan film yang terputar dari proyektor, peristiwa hari itu terulang kembali di benak Kalila.

____

Kalila tersenyum menatap kebaya putih impiannya di depan cermin. Wajahnya penuh semburat kebahagiaan yang tidak bisa ia tutupi. Jelas saja, karena hari ini adalah hari pernikahannya dengan orang yang telah mengisi hatinya selama lebih dari lima tahun.

Tok tok

Kalila dapat melihat Lea yang bersandar di pintu dari cermin. Lea berjalan mendekat, "Cantik banget lo," puji Lea tulus. Senyum Kalila pun melebar.

"Gimana perasaan lo?"

"Nervous abis. Kalau gue pingsan, lo tangkep ya. Jangan biarin gue malu-maluin diri sendiri," ujar Kalila yang dibalas gelak tawa Lea.

"Kalo lo jatoh yang ketawa paling pertama kan gue, rugi dong gue," balas Lea yang langsung mendapatkan pelototan dari Kalila. Namun senyum dibibirnya tetap tidak pudar.

Lea mengulurkan tangan, "Yuk ah, bentar lagi mulai. Mbak Yul, ini pengantinnya udah bisa dibawa keluar kan?" tanya Lea pada MUA Kalila.

Mbak Yul memberikan jempol, "Aman, mbak."

Kalila menyambut tangan Lea yang menuntunnya berjalan karena rok batik yang ia kenakan memperkecil gerakanya.

Ketika mereka melewati lorong menuju ruangan akad nikah, seorang perempuan keluar dari ruangan tersebut dan berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. Seragam hitam yang dikenakannya mengatakan bahwa ia adalah salah satu staff EO hari ini. Namun yang membuat Kalila bingung adalah wajah perempuan itu yang terlihat panik.

"Kenapa, mbak?" tanya Lea.

"A-anu, mbak, a-ada yang datang ..." perempuan itu tergagap.

"Siapa yang datang? Tamu kita bukan?" tanya Lea lagi.

"Bukan, dia nggak ada di list undangan. Tapi—"

PRANG!

Suara pecahan benda tiba-tiba terdengar dari dalam aula, diikuti dengan suara orang-orang saling berteriak. Seketika perasaan Kalila berubah tidak enak.

Benar saja, sesaat setelah memasuki aula, ia disambut oleh pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Piring pecah bertaburan di lantai. Para tamu yang berkerumun dengan wajah kebingungan. Seorang wanita menggendong bayi menangis yang tidak Kalila kenal berdiri di antara pecahan piring. Dan Dimas yang terlihat panik berdiri di hadapan wanita itu.

"Ada apa ini?" satu pertanyaan Kalila membuat semua orang di ruangan itu menoleh kepadanya.

"Nak," ucap Ibu melihat kedatangan Kalila dengan raut khawatir.

"Ibu, Ayah, ada apa ini?"

"Wanita itu—"

"Kal, aku—" potong Dimas namun perkatannya juga disela oleh Kalila.

"Anda siapa, ya?" tanya Kalila heran sekaligus menahan emosi. Terlihat jelas bahwa wanita ini lah yang baru saja membuat kekacauan di sini.

"Oh jadi ini yang namanya Kalila? Cewek yang bikin kamu ninggalin aku, Dim?" seru wanita itu lantang. Tidak peduli dengan tangisan bayi dipelukannya.

The Lost StarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora