Bab 12

203 19 0
                                    

Reagan mengemudikan mobilnya ke depan lobby gedung salah satu perusahaan kontraktor terbesar di Indonesia.

Setelah berhenti, ditatapnya wanita di sebelahnya yang sedang serius mengetikkan sesuatu di ponsel. Kerutan halus terlihat dari dahi wanita itu yang ditekuk, menunjukkan bahwa pemiliknya sedang berkonsentrasi penuh.

Telunjuk Reagan mengetuk-ngetuk setir mobil dengan tempo pelan sementara punggungnya bersandar di antara kursi dan pintu agar matanya lebih leluasa memperhatikan wanita itu.

Baru lah ketika wanita itu terihat telah selesai mengetik dan kerutan di dahinya perlahan menghilang, Reagan bersuara.

"We're here," kata Reagan, sontak membuat Kalila tersadar dan menoleh ke luar mobil. Mendapati bahwa mereka telah sampai di lobby kantornya.

"Ah sorry, klien tiba-tiba ngechat," balas Kalila, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia menatap Reagan yang entah sejak kapan tersenyum padanya. "Sekali lagi thank you atas tumpangannya. I owe you a lot... since last night."

Pagi ini, seolah tidak cukup dengan penyakitnya, kepala Kalila kembali dibuat pusing akibat bensin mobilnya yang ternyata hampir nihil. Seharusnya ia tidak terkejut karena terakhir kali ia mengisi bensin adalah hari sabtu, sebelum pergi ke Bogor.

Untunglah Reagan—yang awalnya menawarkan diri mengantar Kalila namun ditolak mentah-mentah, bersikeras mengantarnya sampai parkiran mobil. Terpaksa dengan wajah malu dan perasaan ingin ditelan bumi saat itu juga, Kalila menelan ludahnya sendiri dan mengikuti Reagan.

"Sudah saya bilang, saya sama sekali nggak merasa keberatan. Sebaliknya, saya malah suka ngelakuin semua ini," balas Reagan.

"But still, saya ngerasa utang budi sama kamu. Entah gimana saya bisa membalasnya," ujar Kalila menatap Reagan yang menghembuskan napas pelan. Laki-laki itu terdiam beberapa saat sambil tetap menatap kedua iris Kalila, seperti sedang memikirkan sesuatu dan tidak lama sebuah senyuman—atau yang lebih cocok disebut sebagai seringai jahil, perlahan terbentuk di bibir Reagan.

"Sebenarnya ada satu cara, tapi saya nggak tahu kamu bakal bersedia atau nggak."

Melihat ekspresi Reagan, Kalila jadi sedikit ragu. Namun ia tetap berkata dengan sungguh-sungguh, "Sebut aja. I'll do it as long as it's not something illegal."

Reagan tertawa, "Hei, kamu kira saya apa."

Kalila pun ikut tertawa, "Nggak ada salahnya buat waspada."

"Don't worry, I guarantee you this is very much legal—karena kamu bakalan temenin saya ke acara birthday party."

Diam-diam Kalila menghela napas lega. Kalau hanya menjadi plus one di acara pesta ulang tahun, ia tidak perlu berpikir dua kali. Maka dari itu, Kalila langsung setuju.

"Acaranya besok malam, tapi saya akan jemput kamu paginya."

Tubuh Kalila otomatis menegak, "Kenapa besok pagi?" tanyanya terkejut.

Reagan mengangguk dan perasaan Kalila tiba-tiba menjadi tidak enak tatkala seringai jahil itu kembali muncul.

"Ah, ya. Saya lupa bilang kalau pestanya akan diadakan di Sumbawa," kata Reagan, menahan tawa melihat ekspresi Kalila yang menurutnya lucu. Sebelum wanita itu sempat mengatakan apa-apa, sebuah ketukan di jendela sebelah Kalila menyelanya.

"I'll text you the detail," kata Reagan melihat satpam yang tadinya berdiri di depan pintu masuk kini menghampiri mereka. Terpaksa Kalila pun bergegas keluar dari mobil Reagan.

"Ah, nanti malam saya juga akan jemput kamu pulang, okay?" tanya Reagan dengan senyum lebarnya sebelum berlalu pergi, meninggalkan Kalila yang tidak sempat mengatakan apapun.

—————————

Kalila menatap deretan baju yang bertebaran di atas kasur lalu mencengkram rambutnya. Ia baru saja sampai setelah diantar oleh Reagan dan kini sedang dilanda dilema menentukan baju mana yang akan dibawanya besok.

Ya, dibawa. Karena ternyata pestanya diadakan di salah satu private island di Sumbawa sehingga tidak memungkinkan untuk pulang di malam hari. Artinya mereka mau tidak mau harus menginap selama satu malam.

Kalil meringis mengingat dirinya yang dengan mudah menyetujui tawaran Reagan. Tapi siapa juga yang akan menyangka sebuah pesta ulang tahun diadakan di Sumbawa. Di sebuah private island, pula.

Mereka akan pergi menggunakan pesawat jam 10 besok pagi dan sampai di Sumbawa sekitar jam 12. Setelah itu perjalanan akan disambung melalui darat menuju pelabuhan untuk kemudian menggunakan kapal menuju pulau tempat diadakannya pesta. Reagan mengatakan perjalanan tersebut paling tidak akan memakan waktu sekitar 4 jam.

Good luck deh, pikir Kalila. Belum apa-apa ia sudah bisa merasakan pegalnya.

Kalila menghela napas, tapi mood buruknya tidak bertahan lama ketika bayangan Reagan yang telah berkali-kali menolongnya terlintas di kepala, memancing senyuman di bibirnya.

"It's okay. This is nothing," gumam Kalila, perasaannya kembali tenang.

"For him, this is nothing."

The Lost StarWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu