BAB 3

325 29 0
                                    

Sinar matahari yang mengintip malu-malu dari tirai jendela menerpa wajah Kalila dan perlahan membangunkan wanita itu dari tidurnya.

Kalila menggeliat di atas kasur dan mendesis ketika sakit kepala seperti ingin pecah menghantamnya. Ia memegangi kepala dan tidak lama, memori tadi malam berangsur kembali.

Kalila ingat menghadiri undangan pernikahan client-nya.

Lalu ia lepas kendali.

Kemudian danau.

Matanya terbuka lebar menyadari apa yang telah terjadi semalam.

Seorang pria yang tidak ia ingat wajahnya menyelamatkannya. Lalu membawanya ke hotel. Kalila ingat ia terlalu lelah bahkan untuk sekadar membuka mata. Kalila ingat dirinya membiarkan pria itu ...

Kalila menatap baju yang kini ia kenakan. Bukan lagi gaun merah sebetis, melainkan sepasang kaos kebesaran dan celana panjang olahraga yang juga kebesaran.

Kalila membiarkan pria itu menggantikan bajunya.

Kedua tangan Kalila terangkat mengusap wajahnya kasar seraya mengerang.

Lagi-lagi hal bodoh yang dilakukannya. Dan diantara hal bodoh yang pernah ia lakukan, ini jelas yang terbodoh.

Kalila menoleh ke kasur sebelah yang kosong namun berantakan. Menandakan bahwa ia memang tidak sendirian tadi malam.

Apa pria itu sudah pergi? Namun kunci mobil yang tergeletak di atas meja bukan lah milik Kalila.

Ah, tasnya! Kalila kembali menyumpahi kebodohannya semalam. Sudah bisa dipastikan ia harus menggunakan kunci mobil cadangan serta membeli ponsel baru.

Membayangkan rentetan hal yang harus ia lakukan akibat mengganti nomor saja langsung membuatnya mual.

Kalila beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Mengernyit ketika melihat pantulannya sendiri di dalam cermin yang seperti hantu. Mata bengkak dan rambut awut-awutan. Ungtung lah maskara yang ia gunakan tahan air, jika tidak mungkin pria yang menyelamatkannya itu akan lari ketakutan.

Kalila mencengkram kedua sisi wastafel. Mengingat kembali apa yang telah ia lakukan malam ini. Sejujurnya Kalila bukan seorang pengecut. Dirinya tidak pernah menjadi seorang pengecut. Namun tindakan tadi malam membuktikan bahwa kejadian selama setengah tahun terakhir ini benar-benar mengubah hidupnya. Mengubah siapa dirinya.

Menghancurkannya.

Ketika Kalila melihat undangan itu, satu hal yang ada dibenaknya adalah pembuktian. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak apa-apa. Bahwa dirinya masih tetap sama seperti yang dulu. Bukti bahwa dirinya tidak bisa hancur semudah itu hanya karena seseorang mencoba melakukannya. Tapi sekarang Kalila akhirnya sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini hanyalah bentuk penyangkalan dari realita yang tidak diinginkannya. Dari fakta bahwa kejadian itu, mau tidak mau memang mempengaruhi mentalnya.

Kalila menarik napas panjang dan membuangnya pelan-pelan lalu mengulang hal tersebut sebanyak lima kali sampai merasakan dirinya yang sedikit lebih tenang. Ia kemudian menanggalkan pakaian pinjamannya itu, melipatnya dengan rapih, dan melangkah ke bawah pancuran air.

Tok tok

"Mbak? You okay there?" Suara ketukan di pintu kamar mandi yang diikuti suara seorang pria mengejutkan Kalila dan membuatnya panik selama sepersekian detik sebelum mengingat bahwa ia memang sejak awal tidak sendirian di kamar ini.

"Yeah, just ... taking a shower," sahut Kalila serak. Pria itu kemudian mengatakan bahwa ia akan menggantung baju Kalila yang telah bersih di gagang pintu kamar mandi dan dibalas ucapan terima kasih oleh Kalila.

The Lost StarWhere stories live. Discover now