CHAPTER 32

399 52 4
                                    

BUUM!

BUUM!

Menghindar dan berkelit sembari menghindari ledakan serta tembakan yang entah asalnya dari mana sedikit membuat Maripos merasa kesulitan untuk bergerak di antara ruangan yang sempit. Maripos ceroboh, dia salah memperhitungkan situasinya. 

Maripos tidak tahu kalau gubuk ini masih menyimpan orang di dalamnya. Mereka meletakkan beberapa ranjau yang akan meledak di setiap kali seseorang menginjaknya di depan pintu ruang tengah. Di saat Maripos memasuki gubuk dengan langkah awas dan waspada, dia pun menginjak ranjau tersebut ketika hampir mendekati ruangan tengah. Maripos tidak menyangka bahwa mereka akan meletakkan ranjau atau sejenisnya, jadi dia pun tidak terlalu memperhatikan pijakannya akan dibawa ke mana. 

Dan, di situlah letak kecerobohan Maripos. Saat ini, Maripos hanya diserang oleh bom yang berbahan dasar balon. Jangan anggap remeh, bom balon itu bisa bergerak mengikuti gerakan musuh. Sehebat apa pun Maripos menghindari bom tersebut, tetap saja dia akan mengejarnya tanpa memiliki rasa lelah. Ketika jarak bom itu sudah berhasil mendekat, maka bom itu akan meledak. Menghasilkan radiasi ledakan yang cukup membuat tubuh Maripos terbanting menghantam benda-benda ruangan. 

Ledakan kembali terdengar, saling bersahutan layaknya kembang api. Lagi-lagi Maripos terkena efek dari ledakan itu, terbanting dua langkah walau tidak sampai terjatuh. Maripos menegakkan kuda-kuda kokoh, menggeram emosi. Sudah cukup, ini sudah sangat menjengkelkan. Gerakan Maripos terhambat karena rumah usang ini memang kecil sekali, membatasi gerak bertarungnya. 

Baiklah, persetan kalau rumah ini hancur atau apa. Maripos sudah tidak peduli, dia muak menghadapi musuh yang tidak ada wujudnya. Mereka semua sibuk bersembunyi sembari mengirimkan tembakan laser dan bom balon itu. Kalau mereka tidak mau muncul, maka Maripos akan menghancurkan tempat ini. 

"Keluar atau aku hancurkan tempat ini!" Maripos berseru mengancam, ekor matanya bergerak ke kanan dan kiri seraya menyapu ruangan tersebut. Memperhatikan sekitar.

Lengang.

Maripos meloloskan tongkat kesayangannya, mencengkeram erat. Dia bersiap untuk melepas serangan. Maripos mengibaskan tongkat berbentuk kipas itu ke arah depan dengan gerakan cepat dan kuat. Menghasilkan sapuan angin yang memutar, menerbangkan seluruh benda-benda ruangan bahkan menghancurkan permukaan tembok yang perlahan mengelupas.

Whhoooossssh!

Sapuan angin kembali terdengar, Maripos mengibaskan kipas itu ke seluruh sudut ruangan. Menghancurkan apapun yang berada di dalamnya.

Krek!

Bruk!

Jungglenaut terjatuh dari atas, tampaknya sedari tadi dia bersembunyi di atas atap. Walaupun dia mendarat dengan sempurna, tetap saja alien itu mendecih menahan geram.

"Cih, ketahuan pula." Gumam Jugglenaut, kemudian mengangkat dagu menuju Maripos.

"Khe, baguslah. Akhirnya muncul juga, rasaka--"

Ucapan Maripos terpotong secara tidak elit ketika sebuah tembakan kembali menyapa kehadirannya. Kibasan dari kipasnya terhenti, Maripos bergegas membentuk senjatanya kembali menjadi sebuah tongkat. Menepis tembakan itu.

Kikita dari arah atas, lebih tepatnya langit-langit ruangan terlihat melompat tepat di samping Jugglenaut. Sedangkan Ayuyu, dengan tangan yang memegang sebuah tongkat berenergi listrik itu juga ikut hadir.

Baiklah, sekarang tiga lawan satu. Khe, melawan satu badut dengan dua alien wanita tidak akan menjadi masalah bagi Maripos. Ayolah, dia seorang ksatria dari Kerajaan Windara yang agung. Seorang murid sekaligus penjaga dari Tuanku Kuputeri. Dia sudah berlatih ratusan tahun untuk menghadapi berbagai serangan kejutan.

WHAT IF [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang