CHAPTER 30

382 49 9
                                    

Diam bukan berarti lemah. Mengalah bukan berarti kalah. 

Taufan tidak menyukai hal yang terlalu serius. Dia juga jarang sekali terbawa suasana karena Taufan tidak pernah mempermasalahkan hal yang tidak penting. Kalau bisa dibilang sih, Taufan itu tipikal orang yang santai dan tidak peduli terhadap perspektif orang lain terhadap dirinya. 

Taufan tak pernah ragu untuk menjadi dirinya sendiri. Jikalau orang lain tidak menyukai kepribadian yang dimiliki oleh Taufan yang petakilan dan suka bercanda, maka Taufan pun tidak akan pernah mempermasalahkan hal tersebut. Toh, dia tak pernah menyakiti atau melukai orang lain, jadi kalau tidak suka ya silakan pergi. 

Cukup simpel, bukan? 

"Balas seranganku, Beliung!" Retakka menggeram setengah geram disaat menjumpai Taufan yang hanya sibuk menghindar sembari berkelit. Karena kesabaran Retakka seperti selembaran tisu yang dibagi lalu disiram oleh air, maka dia pun berteriak protes. Menghunuskan tatapan nyalang kepada Taufan. 

Memandangi hal itu, Taufan hanya sekilas terkekeh geli. Dia baru saja mendarat dengan sempurna setelah berhasil menghindari beberapa pukulan milik Retakka. Sebenarnya cukup sulit bagi Taufan untuk mengimbangi pertarungan yang menggunakan kecepatan diluar nalar seperti ini. Hanya bermodalkan insting dan pola pikir cepat, Taufan mati-matian untuk meladeni Retakka seorang diri. 

Hei, ini gila. Bahkan satu armada tempur TAPOPS saja bisa langsung tumbang ketika berhadapan dengan Retakka secara langsung, apalagi Taufan yang hanya sebatas anak kecil yang jahilnya bukan main. 

Taufan kembali memasang kuda-kuda kokoh, dia harus secepatnya memutar otak untuk memutuskan. Serangan apa yang akan ia gunakan untuk meladeni Retakka yang sudah setengah emosi seperti ini. 

Sejenak menyeka pelipis yang mengeluarkan keringat, Taufan pura-pura membuang napas pelan. "Fiuh, bukannya aku takut dan menghindar saja ya, Retakka. Tapi, seranganmu tadi itu terlalu mudah untuk dihindari. Jadi, aku tidak mau membuang banyak tenaga untuk--" 

"Kurang ajar!" memotong tak sabaran, Retakka kembali merangsek maju menggunakan kecepatan Gamma untuk menghampiri keberadaan Taufan yang terpisah dua meter darinya. 

SPLASH!

Cepat sekali gerakannya. Sekelip mata, Retakka sudah tiba di depan wajah Taufan. Taufan terkejut, walau dia sudah memiliki rencana untuk membalas menyerang di waktu yang tepat. Tentakel-tentakel Gamma itu mengincar Taufan yang masih saja sibuk menghindar. 

Sring!

Tanpa diduga oleh siapapun, mendadak cahaya kebiruan samar mulai menjalar di antara jemari telapak tangan Retakka. Sebuah tombak terbuat dari es telah sempurna Retakka genggam lantas memukulkan ujungnya menuju Taufan. Lagi-lagi Taufan terkesiap, tatapan matanya melirik kearah ujung tombak. Jarak mereka dekat sekali, Taufan tidak akan memiliki kesempatan untuk berkelit apalagi menghindar. 

Taufan mendengkus samar, dia mengibaskan tangannya ke depan. Hembusan angin kencang yang keluar dari kibasan tangan miliknya barusan telah cukup mendorong Retakka serta Taufan untuk menjauh dari serangan itu. Retakka ataupun Taufan terdorong beberapa langkah, masing-masing kembali menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh akibat dorongan angin kencang tadi. 

Mencoba untuk mengatur napas yang tak beraturan, Taufan terdiam. Sorot matanya lurus menghadap depan, tempat dimana Retakka berada untuk saat ini. Padahal pertarungan baru saja dimulai beberapa saat, tapi entah kenapa energinya terkuras cukup banyak walau ia gunakan untuk menghindari serangan. 

Ini saja baru Retakka, bagaimana kalau anak buahnya yang lain datang untuk membantu? Mungkin Taufan akan sungguhan mati sih. 

Retakka mematikan mode Gamma, dia kembali ke mode biasa. Menarik pangkal bibir dan mengulas senyuman mengejek kepada Taufan. Dagunya terangkat angkuh serta sombong, kalau diperhatikan lebih seksama lagi memang serupa dengan Solar ya.

WHAT IF [ END ]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें