CHAPTER 10

594 79 16
                                    

Hancur sudah harapan yang dimiliki olehnya. Sudah tak ada harapan lagi. Taufan telah kalah bahkan sebelum dirinya mencoba. 

"Bagaimana semua ini bisa terjadi? Aku yakin sekali kalau tidak ada siapa pun yang berada di sana selain aku, lalu bagaimana ceritanya jam kuasaku bisa hilang?"

Sedari tadi, Taufan tak henti-hentinya merutuki nasib sembari memaki atas kelalaian yang telah ia perbuat. Taufan kurang waspada dan berhati-hati dalam mengamati situasi serta kondisi. Ketakutan Maripos benar-benar terjadi. Dia benar, sepertinya Taufan memang belum siap untuk mengemban tanggung jawab sebesar itu. Taufan tak pantas memiliki kuasa tersebut. 

Dan sekarang, sudah amat terlambat baginya untuk menyadari semua ini. Kuasanya telah dicuri dan hilang entah ke mana. Taufan harus berbuat apa? Dia harus apa untuk menemukan kuasanya? Tolong, siapa pun bantu Taufan untuk menjawab pertanyaan ini karena sekarang dirinya benar-benar bingung. Pikirannya kacau bersamaan dengan hatinya yang risau. 

"Ugh, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Taufan pada dirinya sendiri. 

Dia berjalan mondar-mandir seraya menyusuri sekitar sudut kamar. Maripos menyuruhnya agar tetap berada di kastil Windara, sedangkan Maripos akan berusaha untuk mencari jejak si pencuri. Maripos amat mahir dalam mengintai dan mencari jejak musuh, dia merupakan salah satu pengintai terbaik sekaligus murid yang di didik langsung oleh Kuputeri. Kemampuan dan bakatnya tentu tak perlu diragukan lagi. 

Sedangkan dirinya? Ugh, amat mengerikan. Taufan tak memiliki bakat, bahkan untuk mengendalikan kekuatan sendiri saja tidak bisa. 

"Argh, sialan! Aku harus bagaimana sekarang?" sebagai pelampiasan amarah, Taufan meremas rambutnya dengan kuat. Dia ingin menghilangkan perasaan kecewa dari dalam dirinya. Jujur saja, sebagai orang yang sering menghancurkan dan mengacaukan segalanya itu sedikit membuat Taufan merasa marah. Dia benci pada dirinya yang seperti ini. Taufan ingin berhenti menjadi seseorang yang gagal, dia ingin berguna sama seperti peranan yang selalu digunakan oleh para saudaranya yang lain.

Cukup sekali saja, Taufan ingin berguna. Apakah permintaannya ini terlalu sulit untuk dikabulkan? Apakah Taufan seburuk itu hingga tak pantas menjadi tokoh utama yang berguna bagi ceritanya sendiri?

Isak tangis mulai terdengar darinya. Maripos yang sedari tadi berdiam diri di depan pintu kamar Taufan sudah mendengar semuanya. Seluruh makian dan kekesalan Taufan sudah ia saksikan, bahkan hingga tangisannya sekalipun. 

Sebenarnya, Maripos juga tidak ingin melakukan hal buruk seperti ini. Dia ingin melatih dan memberikan bimbingan khusus pada Taufan seperti dahulu Kuputeri melatihnya. Namun, saat ini situasinya sangat berbeda. Keselarasan Galaksi akan menjadi taruhannya jika kekuatan milik Taufan jatuh ke tangan yang salah. Karena kekuatan Taufan adalah harapan bagi masa depan Semesta. 

Merogoh dalam sakunya, Maripos meraih sesuatu. Sebuah jam tangan berlambangkan bentuk angin sebagai simbol dan identitasnya. Di sana, tatapan Maripos berubah. Terdapat sebuah kesedihan dan keraguan pada benaknya. Mau bagaimana pun alasannya, perbuatannya ini memang sudah lancang sekali. Terlebih lagi, karena dia merampasnya secara paksa dan membuat Taufan menyalahkan dirinya sendiri. 

"Hhh...." Dia menghela napas berat, ternyata ini sulit. Tapi, mau bagaimana pun Maripos akan tetap melakukannya. Besok dia akan mengantarkan Taufan kembali ke TAPOPS, berharap bahwa anak itu bisa melupakan kekuatannya dan semuanya. Maripos berjanji, jika keadaannya sudah membaik dia pasti akan mengembalikan jam ini kepada Taufan. Kekuatan ini hanya akan menjadi milik Taufan, Maripos hanya sekadar meminjam dan menyimpannya hingga semuanya aman kembali. 

Ya, dia berjanji. 

"Maaf, Taufan."

****

WHAT IF [ END ]Where stories live. Discover now