CHAPTER 18

481 73 12
                                    

Anjaylah, nih cerita keknya sering bgt terlantar ya. Ada yang masih nunggu nggak nih? Peminat cerita ini makin berkurang soalnya, kalian takut Upan jd mayad atau gmn, wkwk....

Walaupun progresnya lambat, cerita ini bakal tetep ku tamatin kok. Ya walau lama bgt, soalnya author kalian ini rada padat jadwalnya. Dah kek pejabat ya, moga kalian masih hapal sama alurnya dan happy reading muaa...

****

"Mereka tak bisa dilacak, Tuan Retakka. Koordinat kapal angkasa yang dicuri sepertinya sudah jauh dari sini, tak ada sinyal maupun sesuatu yang menunjukkan keberadaan mereka." 

Brak!

Memukul pegangan kursi yang tengah ia duduki, Retakka menggeram menahan amarah. Semuanya menjadi kacau setelah Halilintar memaksakan diri untuk menggunakan kekuatan alam yang berada di tempat ini. 

Entah bagaimana ceritanya Halilintar memiliki pemikiran yang amat nekat seperti itu, namun usahanya cukup membuahkan hasil. Waktu itu, Retakka dan yang lainnya tengah mengendurkan pengawasan terhadap para elemental tersebut. Lebih fokus pada rencana yang akan mereka gunakan untuk menangkap Taufan. 

Toh, Retakka juga tidak menyangka bahwa Halilintar akan senekat itu. Perbuatan yang dilakukan Halilintar terlalu berbahaya dan menimbulkan banyak kerusakan terhadap sel penjara itu. Setelah mendengar dentuman serta getaran yang keras dari balik arah jeruji besi, Retakka memerintahkan anak buahnya untuk melihat dan memeriksa keadaan. 

Retakka tentu saja tidak menaruh sebuah kecurigaan dan menduga bahwa suara itu adalah ulah dari salah satu kuasa elementalnya. Bahkan terlintas saja tidak karena yang Retakka ketahui, mereka akan kehilangan kekuatan setelah jam kuasa itu diambil dari mereka. Sepertinya Retakka lupa bahwa pecahan elemental itu jauh berbeda dengan Boboiboy. Mereka bertujuh adalah wujud asli dari kekuatan tersebut. 

Setelah diperiksa, alangkah terkejutnya bahwasanya sel penjara itu sudah hancur berserakan kemana-mana dengan asap yang menggumpal di sekeliling lokasi. Masih dalam keadaan syok serta terkejut, mereka langsung saja dihajar habis-habisan oleh Halilintar yang keadaannya sudah berantakan sekali. 

Baju yang compang-camping, rambut berantakan, kedua tangan yang terlihat sedikit hangus entah karena apa. Halilintar menggila pada saat itu, dan memberikan banyak ruang bagi adik-adiknya untuk melarikan diri dari tempat tersebut. Karena tugas Halilintar saat itu hanyalah menjadi umpan dan pusat perhatian saja. 

Dia yang menahan anak buah Retakka seorang diri tanpa memikirkan keselamatannya sendiri. Tak mengapa, anggap saja ini sebagai pengorbanan seorang Kakak. Halilintar ikhlas dan senang, akhirnya dia berguna juga. 

"Cih, seret bocah itu kemari. Aku ingin berbicara empat mata dengan bocah itu," titah Retakka yang diiringi oleh dengusan kesal. Mengingat kejadian itu sudah cukup membuat Retakka merasa sangat marah, dia ingin sekali menghabisi Halilintar untuk saat ini juga. 

"Baik, Tuan." Mengangguk mengerti, Ayuyu kembali menatap layar komputernya. Dia tengah menghubungi anggota yang lain untuk menyampaikan perintah Retakka. 

Yang menjaga sel penjara kali ini adalah Vargoba serta Borara. Mereka belajar dari kesalahan yang telah terjadi dan mereka tak ingin memberikan peluang lagi kepada Halilintar. Mereka sudah kehilangan ke enam elemental dan mereka tak ingin Halilintar ikut-ikutan kabur pula. 

Bruk!

"Ugh...." Halilintar meringis menahan ngilu di saat ia didorong oleh Borara untuk berlutut tepat di hadapan Retakka. Badannya terasa hancur dan sakit, setelah pelarian yang dilakukan oleh Halilintar. Pada saat itu juga dirinya pun dihajar habis-habisan oleh mereka, mungkin karena mereka kesal karena Halilintarlah yang menjadi penyebab atas kaburnya kelima adiknya tersebut. 

WHAT IF [ END ]Where stories live. Discover now