[54] - The Day When We Meet Again?

27.9K 1.8K 104
                                    

Nara percaya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Sejauh apapun dia mencoba menghindar, jika takdir tetap menuntut mereka untuk bertemu, dia tidak akan bisa mengelak.

Hampir setahun menjalani kehidupan rumah tangga bersama Dimas, tentu bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal yang telah mereka lalui bersama. Mesti tidak berakhir bahagia, Nara tidak memungkiri banyak hal indah yang pernah mereka lalui bersama.

Jika ditanya bagaimana perasaannya saat ini, Nara tidak tahu pasti. Tapi, mendengar bagaimana jantungnya masih berdetak kencang jika berada di dekat pria itu. Nampaknya, perasaannya masih belum berubah. Pria itu masih memiliki tempat spesial di hatinya.

"Apa kabar, Nara?"

Nara mengangkat wajahnya. Setelah saling diam, pria itu akhirnya mencoba membuka suara. Di taman ini, mereka hanya berdua, menjauh dari riuh pesta di dalam sana. Nara juga tidak tahu mengapa dirinya menurut saja saat dimas mengajaknya untuk menepi. Mungkin karena dia juga merasa ada beberapa hal yang ingin mereka utarakan satu sama lain setelah lima tahun tidak berjumpa.

Dimas terlihat berubah dari segi penampilan. Rambut hitamnya terlihat lebih panjang bahkan terkesan gondrong hingga sebahu. Sekitar dagunya yang dulu bersih kini ditumbuhi rambut-rambut halus. Dimas yang berada di sebelahnya saat ini adalah versi dari Dimas yang dikenalnya lima tahun silam. Jika Dimas yang dikenalnya dahulu adalah versi "yin", maka yang berada di sebelahnya saat ini adalah versi "yang" dari pria itu. Tapi, seharusnya Nara tidak heran, bukan? Semua orang pasti akan berubah, termasuk dirinya.

"Saya, baik," jawab Nara, setelah terdiam beberapa menit.

Dimas mengangguk-angguk. "Syukurlah."

Pria itu kemudian merogoh kantung celananya mengeluarkan benda berbentuk persegi panjang berwarna hitam yang membuat Nara memicingkan mata. Tatapan Nara semakin menajam saat pria itu mengapit satu batang di antara bibirnya dan menyalakan pemantik ke benda berbentuk silinder tersebut.

Nara mengernyit. "Sejak kapan?"

Dimas menghentikan aktifitasnya sejenak, wajahnya terlihat bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Nara. Namun, melihat tatapan tajam wanita itu pada benda yang terselip di jari-jarinya, Dimas mulai mengerti.

"I've been a smoker for a long time." Dimas menghisap cerutunya lamat-lamat. "Tapi, beberapa tahun terakhir, benda ajaib ini nampaknya membuat saya kecanduan," lanjut pria itu tersenyum getir.

Ucapan Dimas tentu membuat Nara terkejut. Namun, pria itu berkata yang sejujurnya. Dia sudah mencicipi gulungan kertas berisi tembakau itu sejak lama meskipun kenyataannya dia bukanlah penikmat aktif. Nara hanya tidak mengetahuinya karena dia hanya mengkonsumsinya sesekali tidak serutin beberapa tahun belakangan ini.

"Kamu berubah....," celetuk Nara tiba-tiba. Bukan hanya soal penampilan, tapi sikap pria itu saat ini juga sangat berbeda. "Dimas yang saya kenal gak mungkin mau nyoba benda yang bisa merusak kesehatan seperti itu."

Bukannya menjawab, Dimas malah tersenyum. Pria itu menghisap kembali rokoknya, membuat Nara semakin kesal. Jika Dimas mengajaknya hanya untuk mengabaikannya, dia tidak usah ikut sejak awal.

"Orang yang kamu temui beberapa tahun yang lalu tidak akan pernah sama. Time flies and people always change." Dimas mematikan rokoknya yang tersisa setengah. "Saya lihat penampilan kamu di TV. You really did a good job. Saya bahkan bertanya ke diri saya apakah ini wanita yang saya nikahi beberapa tahun yang lalu. Kamu terlihat sangat berbeda saat itu."

"K-amu nonton saya...?" tanya Nara, terbata-bata. Dia tentu saja kaget saat Dimas mengatakan melihatnya tampil di tv. Tapi, bukankah seharusnya Nara tidak heran? Menyetujui dirinya tampil di TV berarti membiarkan jutaan pasang mata bisa dengan leluasa menyaksikannya. Lantas, apa tujuannya selalu menghindar jika Dimas sudah lebih dulu menemukan kehadirannya?

Married by AccidentWhere stories live. Discover now