[29] - A Shoulder To Cry On?

28.1K 1.8K 17
                                    

Nara mematut pemandangan dirinya di depan cermin. Dia hanya memoles make up tipis di wajahnya. Sedikit bedak padat dan liptint berwarna peach agar kulitnya tidak terlihat pucat. Dress empire waist lengan pendek  dengan panjang selutut, berwarna putih yang dikenakannya membuat perutnya menyembul terang-terangan. Dress dengan bahan katun itu memang terlihat sederhana tanpa motif apapun. Namun, sangat nyaman memakainya saat keadaan seperti saat ini, saat perutnya sudah semakin membesar.

Nara melirik rambut hitam panjangnya yang hanya dicepol asal meninggalkan beberapa helai anak rambutnya yang tergerai bebas. Nara tidak sempat memberi perhatian lebih pada rambutnya. Pagi tadi, bayinya berulah lagi. Bayinya tidak membiarkan sang ibu beraktifitas lebih. Hanya berbaring di atas tempat tidur karena sakit kepala yang dideritanya.

Andai, ini bukan pesta ulang tahun Tante Ajeng, Nara akan memilih menghabiskan waktunya di tempat tidur. Meringankan sakit kepalanya saat ini. Tidur adalah obat sakit kepala paling ampuh bagi Nara dan saat terbangun tubuhnya menjadi segar kembali. Namun, Nara tidak ingin Tante Ajeng kecewa dengan ketidakhadirannya.

Nara menghela nafas, melangkah keluar kamar setelah selesai bersiap. Dimas sedang duduk di sofa depan tv, mengenakan kemeja putih yang senada dengan dirinya dengan bawahan celana cargo berwarna milo. Pria itu terlihat sibuk menelepon sehingga tak menyadari kehadiran Nara. Karena tidak ingin mengganggu, Nara bergabung duduk dengan Dimas, menunggu pria itu selesai menelepon. Dimas tersentak kaget saat pria itu menoleh dan menyadari kehadiran Nara di sebelahnya.

"Sudah selesai?" tanya Dimas, setelah menutup teleponnya.

Nara mengangguk. "Hadiah untuk Mama mana?"

"Ada di mobil. Yuk. Papa dan Mama udah nungguin kita."

"Yuk," balas Nara.

***

Sangat asing melihat rumah Keluarga Maheswara dengan keadaan seperti ini, biasanya rumah ini selalu terlihat sepi, meskipun di garasi rumah sering terparkir berbagai jenis mobil. Jumlah penghuni rumah ini sangat berbanding terbalik dengan megahnya rumah yang seharusnya bisa menampung banyak orang. Namun, saat ini, rumah tiga lantai itu terlihat sesak bahkan saat di parkiran pun Nara bisa mendengar suara riuh dari dalam rumah.

Nara juga tidak tahu kalau tamu yang datang akan sebanyak ini. Sepengetahuan Nara, Tante Ajeng hanya mengadakan acara sederhana yang hanya dihadiri keluarga  dan teman terdekat. Namun, dugaan Nara salah. Tamu yang hadir saat ini melebihi ekspektasinya. Terlihat dari banyaknya mobil yang berjejeran di halaman rumah hingga ke pinggir jalan.

"Saya gak tau tamu yang datang akan sebanyak?" Nara tersenyum kecut menatap Dimas. Nara akan mengoptimalkan penampilannya jika dia tahu sejak awal tamu yang datang sebanyak ini.

"Well, keluarga saya lumayan banyak. Keluarga dari Papa khususnya dan juga Mama punya banyak kenalan dekat. Jadi gak heran kalau yang datang akan sebanyak ini." Dimas menyipitkan mata. "Ada apa?"

Nara menghela nafas. "Bagaimana penampilan saya?"

Dimas mengernyitkan dahi. "You really look pretty, Deinara. As always."

"Saya serius, Dim." Nara menyunggingkan senyum. "Saya merasa penampilan saya sangat sangat biasa saat ini!"

"Saya serius." Dimas setengah tertawa saat mengucapkannya. "Percaya sama saya, orang di dalam gak akan ngurusin penampilan kamu saat ini. Lagian lihat pakaian saya saat ini." Dimas menunjukkan pakaian yang dia gunakan. "Penampilan kita sama sederhananya."

Perlu digaris bawahi, pengertian sederhana menurut Dimas dan Nara sangat berbeda. Jika dilihat dari luar, penampilan pria itu memang terlihat sederhana hanya kemeja dan celana polos. Namun, jangan tanyakan soal harga untuk membeli satu buah kemeja itu. Nara harus menghabiskan gaji kerja part time-nya selama enam bulan.

Married by AccidentWhere stories live. Discover now