[22] - The Regrets?

28.6K 1.9K 5
                                    

Nara sudah mengganti pakaiannya dengan dress A-line motif printed line yang panjangnya selutut dengan luaran blazer biru navy. Hari ini dia memiliki jadwal check-up kandungan. Dimas tidak bisa menemaninya karena pria itu masih berada di Pangandaran. Jadi, Nara akan pergi bersama Tante Ajeng. Awalnya, Nara menolak. Dia sudah terlalu sering merepotkan Tante Ajeng. Namun, Tante Ajeng berkata dia juga ingin mengetahui perkembangan cucunya.

Nara melangkahkan kakinya, menelusuri anak tangga rumah keluarga Maheswara. Rumah tiga lantai itu selalu terlihat sepi seperti biasanya. Hanya ada Bik Darmi, asisten rumah tangga, terlihat sibuk membersihkan ruang tamu dengan iringan musik dangdut kesukaannya . Nara sekarang mengerti mengapa Tante Ajeng berkata terkadang dia merasa kesepian berada di rumahnya sendiri. Jumlah ART di rumah ini bahkan lebih banyak dibanding pemilik rumah itu sendiri.

Nara melanjutkan langkahnya selagi memegang perut bagian bawahnya, mencoba mengurangi beban di perutnya. Perutnya yang semakin membesar terkadang membuat Nara kesulitan berjalan. Kandungannya sudah berusia tujuh bulan. Dalam dua bulan kedepan dia bisa melihat wujud bayinya. Nara tersenyum hangat tatkala mengingat dia akan menjadi Ibu beberapa bulan ke depan.

Nara menghentikan langkahnya saat kakinya menginjak bordes tangga. Matanya menangkap pigura di dinding berukuran 30x40 di hadapannya. Foto itu diambil beberapa tahun yang lalu terlihat dari gambarnya yang mulai memudar.

Foto yang menampilkan sepasang suami istri dan ketiga anaknya. Keluarga yang terlihat sangat bahagia dan harmonis. Sang istri dengan bayi kecil perempuan di pangkuannya tersenyum hangat menatap sang suami. Di hadapan mereka ada dua anak kecil, sang anak satu tersenyum ceria memperlihatkan giginya yang hanya berjumlah empat buah, sedangkan anak yang lain yang terlihat lebih besar hanya tersenyum datar. Nara menyunggingkan senyum. Bahkan saat kecil pun sifat kedua kakak beradik itu sangat bertolak belakang.

Nara mengalihkan pandangan dengan pigura lain yang berukuran sama dengan pigura di atasnya. Nara tahu kapan foto itu diambil. Lima bulan yang lalu tepatnya. Nara juga berada di dalam foto itu, bersama dengan Dimas, Tante Ajeng, dan Om Bram. Foto itu diambil saat pernikahannya dengan Dimas. Di foto itu mereka semua terlihat sangat bahagia, seolah pesta pernikahan ini adalah hal yang paling dinantikan. Namun, siapa yang akan menyangka mereka yang berada di foto itu masih menyimpan luka atas kepergian Rion.

Nara tidak menyadari sudah berapa lama dia menatap pigura itu hingga Tante Ajeng dan Mbak Dina muncul di sebelahnya. "Pergi sekarang?" tanya Tante Ajeng membuat Nara tersentak kaget.

Nara mengangguk. "Iya, Ma."

Perasaan Nara selalu bercampur aduk tiap kali memasuki ruangan bernuansa putih ini. Di satu sisi Nara merasa senang karena dengan melakukan check-up rutin dia bisa mengetahui perkembangan janinnya. Tapi, di sisi lain dia selalu merasa takut jika terjadi sesuatu dengan bayinya.

Nara menatap Giselle yang duduk di hadapannya dengan perasaan cemas. Dokter wanita itu terlihat serius membaca catatan hasil pemeriksaan kandungan Nara. Sesekali. wanita itu juga berbicara dengan suster di sebelahnya untuk memastikan hasil pemeriksaannya tadi.

"Nara lagi banyak pikiran?" Giselle mengangkat wajahnya dari catatan di hadapannya.

Deg. Ada apa ini? Apakah terjadi sesuatu yang buruk pada janinnya?

"Kenapa, Giselle?" tanya Tante Ajeng membuat Nara menoleh. Tante Ajeng memang menemaninya masuk ke dalam ruang pemeriksaan sementara Mbak Dina menunggu di luar.

Giselle menatap catatannya lagi. "Mmm, Giselle liat tekanan darah Nara lumayan tinggi, Tan. Hal kayak gini biasanya terjadi pada Ibu hamil kalau lagi banyak pikiran."

Married by AccidentWhere stories live. Discover now