[40] - The Best Wishes?

32.7K 2K 46
                                    

Hidup jauh dari Dimas tidak serta merta membuat Nara berhenti memikirkan pria itu. Terlebih lagi, Dimas berhasil membuatnya khawatir beberapa hari belakangan ini.

Nara tentu saja terkejut saat ditengah tidur lelapnya di malam hari, dia mendapat telepon dari Dimas. Suara musik yang terdengar keras serta racauan yang keluar dari mulut pria itu membuat Nara menyadari bahwa Dimas sedang berada club malam.

Nara tahu betul Dimas sudah lama tidak menyentuh segala jenis minuman beralkohol itu sejak kecelakaan tragis yang menimpa Rion. Lantas, apa yang membuat pria itu berubah pikiran?

"I-miss you, when will you come back? Please ... don't leave me... ."

Racauan pria itu bahkan masih terpatri jelas di otak Nara. Suara yang terdengar lirih dan sarat akan kesedihan itu membuat Nara ikut merasakan sedihnya. Dimas mungkin tidak akan mengatakan hal seperti itu dalam keadaan sadar. Tapi, bukankah seseorang akan lebih jujur saat keadaan mabuk?

Nara menghela nafas. Dia benar-benar berharap pria itu baik-baik saja saat ini.

"Kenapa, Nduk? Berat? Sini biar Ibu yang bawa sekalian," ucap Ibu menyadarkan Nara dari lamunannya.

Mereka sedang dalam perjalanan pulang dari Pasar. Jarak pasar dengan rumahnya hanya berkisar 1 km membuat mereka memutuskan untuk berjalan kaki. Ibu sempat melarangnya untuk ikut, takut Nara kelelahan. Tapi Nara berkilah, dia akan baik-baik saja. Dokter juga mengatakan dirinya harus membiasakan diri berjalanan kaki. Hal ini akan menguatkan otot bagian bawahnya dan memudahkannya saat persalinan nanti.

Nara melirik tas lurik yang dipegang ibunya sambil tersenyum. "Bawaan Ibu lebih berat malah dibanding Nara."

"Ya beda atuh, Nduk. Kondisi kamu sama Ibu kan beda. Kamu lagi isi sedangkan Ibu ndak," ucap Ibu menggeleng heran.

Sambil melangkah, Nara sesekali menyeka peluh di dahinya. Cuaca akhir-akhir ini memang sangat panas. Daun-daun pada pohon juga terlihat lebih kering dari biasanya. Nara berharap kakinya bisa melangkah lebih cepat agar dia bisa ngadem di rumahnya.

"Gak apa-apa, Bu. Rumah juga udah dekat," jawab Nara.

Ibu mengangguk. "Yo wis, kalau begitu."

Nara dan Ibunya melanjutkan perjalanan dalam diam. Namun, ketika rumah mereka sudah terlihat, langkah mereka terhenti tatkala melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumah mereka.

Ibu menoleh ke arah Nara. "Kamu kenal mobil siapa itu, Nduk?"

Nara hanya diam mematung, mulutnya seolah membisu karena rasa terkejut yang dia alami.

"Sepertinya kita kedatangan tamu," lanjut Ibu.

Nara mengamati mobil itu dalam diam. Dia tahu betul siapa pemilik mobil rolls royce phantom di hadapannya itu. Pemiliknya tidak lain adalah pria yang beberapa menit lalu menjajah pikirannya. Namun, apa tujuan pria itu datang menemuinya saat ini? Bukankah Nara sudah mengatakan dia akan menetap di sini menjelang persalinannya nanti.

"Kenapa, Nduk? Kamu ndak mau masuk?" Ibu menatap heran, melihat Nara hanya berdiam diri.

Nara menggeleng cepat. "Ah... gak, Bu! Yuk, mari masuk!"

Daun pintu yang terbuka lebar membuat Nara bisa melihat punggung pria itu meski dari kejauhan. Pria itu duduk membelakanginya di kursi ruang tamu. Dimas tidak sendiri, ada Bagas yang menemani Hesi menonton kartun kesukaannya di ruang tamu saat itu. Entah mengapa, setiap langkah yang Nara ambil membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Dia serasa ingin menghilang saat itu juga. Enggan menampakkan diri di hadapan pria itu.

Married by AccidentWhere stories live. Discover now