- Empat

31 21 6
                                    

Kini malam sudah tiba, Aira tengah duduk di bangku meja belajarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kini malam sudah tiba, Aira tengah duduk di bangku meja belajarnya. Ia tengah terdiam sambil memikirkan kejadian tadi sore saat berada di tepi danau bersama dengan pemuda yang ia temui kemarin.

Sambil tersenyum ia mengingatnya.

Kini tangan Aira mulai menulis nama pemuda itu pada bagian depan buku yang akan ia dedikasikan untuk pemuda itu.

Ya, Semesta.

Jari jemarinya mulai menulis kembali poin-poin yang ia belum selesaikan pada saat itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jari jemarinya mulai menulis kembali poin-poin yang ia belum selesaikan pada saat itu. Ia memulainya dengan Nama.

Sebenarnya masih banyak poin-poin yang belum ia isi, ia belum sempat menanyakannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya masih banyak poin-poin yang belum ia isi, ia belum sempat menanyakannya.

Aira terdiam sambil memikirkan kembali saat ia menatap wajah Semesta kedua kalinya, wajahnya benar-benar bukan seperti manusia sungguhan.

Wajahnya seperti manusia dengan sedikit campuran surga. Matanya, jangan ditanya lagi. Tatapannya benar-benar membuat Aira tak bisa berkutik.

Aira menghentakkan kakinya berkali-kai pada lantai kamarnya saking gemasnya.

"Aira?" panggil mama dari lantai satu.

"Maaf, Ma." Aira melupakan fakta bahwa rumah ini berbahan kayu yang mana setiap perkerakannya pasti dapat menimbulkan suara. Apalagi saat ia menghentakkan kedua kakinya pada lantai, itu pasti menimbulkan suara yang sangat keras.

━ Dear SemestaWhere stories live. Discover now