Part 24: Family

3 1 0
                                    

Mara menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Itulah yang ia lakukan sekarang di mobil Daran.

Daran terkekeh tipis, "santai aja." ia mengelus punggung tangan Mara. 

"Kau tahu sendiri, Daran. Aku nggak pintar memasak, sering keluyuran malam, nggak bisa anggun, dan---" 

"Udah udah.. terus kenapa?.."

"Yah, mungkin saja aku nggak sesuai kriteria orang tuamu? Sekarang aku berusaha lebih feminin, btw." 

Daran melirik lagi Mara dari atas sampai bawah, baru kali ini ia terlihat memakai rok selain seragam sekolah. "Even if you don't use a feminine style, you still look so pretty, kitty.

Wajah Mara terlihat jengah, tetapi jantungnya sedang racing. "Shut up." 


-


Mara meneguk ludah saat menatap tatapan intens dari Vica sesudah salim kepada beliau. 

"Ekhem." Daran berusaha memecah kecanggungan, "Bund, ini--"

"Oh my god! You're so cute." puji Vica selesai memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Beliau melangkah maju untuk memeluk Mara. Mara pun terkejut dengan sedikit membalas pelukannya. "Matamu benar-benar cantik pakai softlens abu-abu tua itu." 

"Eh.. saya nggak pakai softlens, tante." 

Vica menutup mulutnya terkejut. Daran hanya tersenyum miring, di situ ia menyadari bahwa anak dan orang tua sama saja.

Ketika percakapan sengit dengan Mara dulu di koridor yang menyebabkan dagunya tergores, Daran juga jatuh cinta pada matanya. 

"Omo.. tante benar-benar pertama kali lihat orang indonesia lahir dengan mata selain coklat. Pasti ibumu sangat cantik." 

Mara terdiam sejenak, Daran dan Vica menunggu tanggapannya. Mara tersenyum, "iya, beliau sangat cantik." 

"Ma, siapa itu?" teriak Davira dari kejauhan. 

"Ini loh, pacar kakakmu." jawab Vica. Daran langsung mendapat tatapan tajam dari Mara, ia langsung menggeleng kepala tanpa rasa bersalah. 

Daran memang tidak mengatakan pada bundanya kalau Mara adalah pacarnya, berarti bukan salah dia kalau adiknya menganggap statusnya seperti itu. 

"Ayo mari masuk." ajak Vica sambil menggandeng Mara beranjak dari teras ke ruang tamu. 

Mara yang sudah menyusun skenario kebohongan jika Vica bertanya-tanya seputar keluarga dan hobi. Sayangnya, Daran terus ada di sampingnya sambil sesekali menawarkan cemilan. Mara takut Daran mendengar semua perkataan dustanya. 

Setelah itu mereka makan bersama di meja makan. Di saat itulah, adiknya Daran, Davira menuangkan berbagai pertanyaan pada Mara. Ia pun juga balik bercerita, kalau hobinya menggambar seperti kakak pertamanya. 

Hanya perasaan Mara atau bukan, tetapi ekspresi Vica langsung berubah pilu saat nama anak pertamanya disebut. 

'Deva...' batin Mara. Entah kenapa hatinya merasa ganjal ketika nama itu terucap, ia pun segera menepis perasaan itu. 

Kemudian Daran mengajak Mara ke kamarnya, tentunya dengan peringatan 'halus' dari Vica untuk tidak macam-macam. 

Mata Mara menelusuri ruangan luas berdominasi warna abu-abu dan putih. Furniturnya sangat lengkap ada ranjang, sofa, meja belajar, samsak tinju, barbel, komputer, walk in closet, dan sebagainya. Mara juga bisa melihat pemandangan luar dari atas mansion lantai tiga, tetapi ia memilih duduk daripada berjalan ke balkon. 

Behind the KnifeWhere stories live. Discover now