Part 3: Stay away

3 0 0
                                    

"Kau?"

Di depan Mara ada Daran yang membawa kantong kresek. Mara menoleh ke samping, ternyata ia berhenti di depan toserba 24 jam. Sudah berapa lama ia berjalan? Itulah yang ada dipikirannya. Ia tahu pasti jarak diskotik ke tempat toko tersebut cukup jauh. Mara menunduk melihat kakinya yang telanjang. Beberapa menit yang lalu, ia tanpa sadar melepas higheels dan meninggalkannya di pinggir jalan.

"Kau dari mana pakai baju kayak gitu?" Daran tidak tega melihat gadis di depannya menggigil. Ia melepas jaket kulitnya dan menyampirkan ke bahu Mara. "Pakai." Mara memakai jaket itu tanpa melawan atau berdebat. Daran mengernyitkan dahi pertanda bingung.

'Jangan-jangan cewek yang kemarin cek cok sama ku beda dengan yang sekarang.' Daran melirik ke Bawah, lalu menghela napas. 'napak kok.'

Meskipun Daran tidak tahu penyebab kondisi Mara bisa seberantakan itu. Namun, sebagai cowok yang kenal dengannya, ia merasa harus mengantar gadis kesepian itu pulang ke rumahnya.

"Kau tinggal dimana?" tanya Daran untuk mengambil motor yamaha aerox miliknya di parkiran, kemudian mengegas menuju tempat Mara berdiri.

"Woy, jangan melamun, kau bikin aku merinding." Pernyataan Daran menyadarkan Mara.

"Heavenly Homes." Mara menyebutkan nama gedung apartemennya. Daran mengangguk artinya ia tahu letak Gedung tersebut.

"Naik." perintah Daran. Tanpa menunggu lama, Mara menjalankan perintahnya. Satu-satunya yang ada dipikiran Mara saat ini adalah bagaimana caranya ia segera pulang.

Di lain sisi, Daran sedikit berharap gadis itu jual mahal, memberontak, atau menatapnya sinis lagi seperti tadi pagi. Nyatanya, hal tersebut tidak terwujud. Ia pun tidak menyangka dipertemukan lagi dengan Mara dalam kondisi yang tidak biasa.

Daran melajukan motornya, embusan angin malam menemani perjalanan mereka berdua. Malam ini hanya sedikit kendaraan yang berlaku lalang, hal tersebut menandakan kalau waktu sudah menunjukkan dini hari.

Daran menghentikan mobil tepat di depan gedung apartemen. Mara langsung turun tanpa sepatah kata pun, ia melepas jaket dan memberikan kepada Daran.

"Dengar, apapun yang terjadi saat ini ataupun yang kemarin, aku akan tutup mulut dan pura-puar lupa. Jadi kau nggak perlu takut." ujar Daran sambil menerima jaketnya kembali, keputusannya sudah bulat untuk memilih bungkam dan tidak memperpanjang masalah. Di perjalanan tadi ia sempat berpikir, penyebab dari diamnya Mara saat ini mungkin karena khawatir tindakannya kemarin akan dilaporkan Daran.

"Cepatlah masuk." Daran sudah mengambil ancang-ancang untuk memutar gas motornya lagi, Mara tetap diam tak berkutik, badannya masih tremor walau tidak separah tadi.

Melihat kondisi cewek di depannya, Daran tidak tega meninggalkannya begitu saja. Mungkin karena terdapat naluri seorang kakak yang memiliki adik perempuan sehingga ia akan merasa bersalah jika meninggalkannya begitu saja.

Daran menghela napas, "Are you okay?" tidak ada jawaban. Seakan matanya tetap tertuju pada Daran, tetapi jiwanya berada di tempat lain. 

"Want a hug? just a little bit?" ia merentangkan tangannya, tidak ada respon. Daran menghela napas lagi, "aku ngerasa kayak orang brengsek kalau tiba-tiba peluk kau, karena kita baru ketemu tadi pagi. Gini aja, tarik napas, hembuskan..." 

Barulah saat Daran mengajak untuk ambil napas dalam-dalam, Mara merespon dengan baik. Mereka berdua menghirup dan menghembuskan napas perlahan secara bersamaan. 

"Feel better?

Mara mengangguk sekali. Daran tersenyum lega. 

"Oke, aku duluan." Daran melajukan motornya. Di atas kendaraan beroda dua, ia terus memikirkan kondisi Mara. Panic attack yang cukup intens itu, pasti disebabkan suatu kejadian yang ada di masa lalu, tetapi apa? 

Behind the KnifeWhere stories live. Discover now