Part 9: His scent

1 0 0
                                    

Mara mendorong badan Arsen yang menghalangi jalannya, "stop, sikapmu bikin aku muntah, kukira kau orang yang dingin dan irit ngomong. Kau kira aku tidak tahu kalau kau suka dengan tetanggamu."

"Oh? Ternyata kau cukup dekat ya dengan Xander." kata Arsen menyebutkan teman dekatnya yang menjadi sumber informasi Mara. 

Mereka berdua berjalan melewati lorong menuju pintu kayu usang, "sebelumnya maaf sudah menjadikanmu tumbal." ucap Mara mengingat ia yang mengklaim Arsen pacarnya. 

"No prob." kata Arsen sambil memakai masker buff-nya, 'aku malah penasaran, besok ia akan menyerah atau bersedia menjadi yang kedua.' pikirnya licik.

Mara menempelkan telinga di depan pintu. Ketika dirasa sepi, mereka membuka pintu perlahan dan masuk ke sebuah ruangan. 

Minyak kelapa sawit semakin mahal dipasaran, salah satu penyebabnya adalah adanya penimbunan minyak di suatu tempat, lalu mereka jual lagi dengan harga tiga kali lipat. 

Ini bukan misi yang berawal dari klien membayar dan pembunuh bayaran menjalankan. Kali ini berbeda, Ares dan bawahannya melakukan penyelidikan sendiri. Kemudian mendapatkan alamat markas penimbun minyak setelah mengintrogasi ratusan orang. 

Mencari bukti dari kasus ini adalah misi Arsen dan Mara. Setelah mendapatkannya, bukti tersebut akan dijual kepada perusahaan-perusahaan bangkrut yang ingin dipandang agar dana mereka kembali normal seiring terkenalnya nama perusahaan tersebut. 

'Gini doang aku bisa sendiri, kenapa harus membawa partner? aku harap ini misi terkhir bersama dengannya.' Batin Mara sambil menyalakan airpods di telinga kanannya. Arsen juga ikut menyalakan sambil berkeliling ruang kerja yang kotor dan berdebu itu. 

"Halo, Xander, maaf menunggu." 

"Anda rumayan lama, nona. Tidak apa-apa, kita lanjutkan. Di GPS mengarahkan kalau ruangan tersebut ada lorong lagi." jelas Xander yang di dalam mobil mengendalikan drone di atas langit yang bisa men-scan denah ruangan sampai ke akar-akarnya. 

Arsen dan Mara menatap sekeliling, hanya terdapat ruangan sepetak yang kumuh. 

"Nggak ada, bro." jawab Arsen sambil berjalan mengelilingi ruangan, tiba-tiba ia berhenti ketika melihat karpet merah dan beberapa serbuk rokok di lantai. Ia menyibak karpet tersebut dengan kaki, ternyata ada empat ubin yang tidak terpasang dengan benar. Arsen mengangkat satu persatu, Mara yang melihat itu segera membantunya. 

Ada pintu kayu di balik ubin lantai tersebut, Mara menarik gagangnya. Tampak tangga yang akan membawa mereka menuju kegelapan. 


-


Rahang Daran mengeras, berkali-kali ia berusaha menenangkan pikirannya, tetapi tetap tidak bisa melupakan perkataan Mara. Malam ini ia sangat kesal pada diri sendiri, pada orang lain, dan pada takdir. 

Daran mengacak rambutnya, lalu menyandarkan punggung dengan kasar ke tembok. Tidak hanya perasaan kesal yang menyelimuti dirinya, tetapi perasaan khawatir juga. "Harusnya aku nggak perlu khawatir, dia bisa jaga diri, terlebih dia sudah pacar. Oke, aku tinggal menjauhinya." katanya pada diri sendiri. 

Daran ingin berjalan menjauhi gedung itu, menuju gedung lain tempat motornya di parkirkan. Akan tetapi, kakinya terasa berat untuk melangkah pergi. Ada perasaan tidak rela jika ia meneruskan langkahnya. 

'Kalau betul aku menjauhi dia, berarti kedepannya aku nggak bisa memberikan susu stroberi lagi, mengganggunya, dan melihat cat eye-nya yang menatap tajam padaku.' Daran menghela napas untuk kesekian kali, '

Behind the KnifeWhere stories live. Discover now