Part 12: Tak terbaca

2 1 0
                                    

Setelah kejadian kemarin, Mara menelpon Xander untuk mengantarkan Daran ke penthouse-nya, sedangkan ia pergi ke lokasi kebakaran. Di luar perintah Mara, ternyata Xander mengabulkan permintaan Daran untuk pulang ke mansionnya setelah melihat 150 misscall dari ibunya. Ia merutuki kebodohannya yang tidak sengan men-silent handphone-nya. 

Semenjak anak pertamanya tiada, Vica menjadi super duper khawatir kepada Daran. Ditambah anaknya itu memiliki kebiasaan yang sama dengan kakaknya.

Vica menjadi sedikit strict, tetapi tidak keras karena beliau tipe orang tua yang tidak tega. Sebagai gantinya, Daran harus mengirim pap bukti dimana posisinya saat Daran keluar di malam hari. 

Malam itu Daran sangat bersyukur ayahnya tidak di rumah. Akan tetapi, ia merasa bersalah melihat ibunya menunggu di teras dengan perasaan gusar. 

Tersakiti pula hati Vica melihat anaknya babak belur, karena gangster. Alasan Vica menelepon Daran berkali-kali dan tidak membiarkan seperti biasanya, karena disebabkan berita yang diberikan teman-temannya. Berita itu berisi info tentang waspada pada gangster yang berkeliaran.

Sesampainya di depan Vica, Xander membuat skenario, kalau ia yang menyelamatkan dan ikut meminta maaf karena tidak dapat mendapat motornya kembali. 

Akibat tidak menjawab telepon, menghilangkan motor, dan pulang babak belur, Daran dihukum skors atau dikurung di mansion selama beberapa hari. Tidak boleh keluar dari pagi sampai malam. Ibunya Daran mengabarkan ke sekolah bahwa anaknya sakit.

Vica berharap hukumannya dapat menyadarkan Daran untuk tidak men-silent ponselnya dan selalu izin kepada bundanya kalau keluar kemana pun, terutama di malam hari.


Di lain sisi, kondisi Mara tampak terpuruk. Fisiknya tidak terluka separah Daran, tetapi batinnya sedang ketar ketir menghadapi amukan Ares. 

Ares pantas marah padanya karena telah membuat Arsen terluka parah dan salah satu rumah warga terbakar, dua bukti itu cukup kuat untuk meyakinkan Ares bahwa Mara tidak membantunya sama sekali. Ini adalah pertama kalinya Mara gagal menjalankan misi. 

Dari sudur pandang Arsen, setelah melihat temannya pergi. Ia melanjutkan perjalanan menuju salah satu rumah yang hendak didatangi gangster. 

Sayangnya, ia terlambat, tiga anggota keluarga yang terdiri dari anak remaja, ayah, dan ibu telah disekap dengan tangan dan kaki diikat, serta mulut dilakban oleh anggota gangster.

Arsen melawan mereka berenam dengan sekuat tenaga, serta memastikan mereka tidak dapat membawa barang berharga pergi. 

Diluar dugaan Arsen, salah satu dari mereka ternyata membawa granat ilegal yang tidak sengaja terlempar saat perlawanan genting berlangsung. 

Api semakin melebar, Arsen tidak peduli kondisi gangster itu yang panik dan haus harta. Dalam kobaran api, Arsen berusaha membuka ikatan tiga anggota keluarga itu. 

Kemudian ia menggendong ibu itu di punggung, anaknya berjalan keluar dalam perlindungan bapaknya. Mereka bertiga selamat dengan banyak luka bakar, sedangkan tiga anggota gangster berhasil diamankan tentunya dengan luka bakar dan sisa angguta yang lain dilarikan ke rumah sakit dengan pengawasan polisi, karena kondisinya rumayan kritis.


Ares menatap lurus Mara yang berusaha menghidari kontak matanya, lalu ia melirik anaknya yang duduk di sofa dengan perban di pergelangan tangan dan kaki. 

"Aku mau dengar penjelasan murid cantikku ini dulu, silahkan Mara Nerezza." pinta Ares dengan menopang dagu dan menatap tajam Mara. 

"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin." Jawaban Mara membuat Ares memperhatikannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kondisinya sama seperti Arsen, kaki dan tangan diperban.

Behind the KnifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora