Part 22: Loser

2 1 0
                                    

Classmeet dilaksanakan selama dua minggu. Pekan pertama untuk game-game seru dan heboh, pekan kedua untuk lomba olahraga seperti basket, futsal, voli, dan lain-lain. Hari terakhir akan ditutup dengan menghias kelas dari pagi sampai siang.
Kemudian sore sampai malam menikmati jajanan sambil melihat pentas seni dari berbagai ekskul, tak lupa penguman para pemenang lomba

Hari ini Mara menonton Ella yang sedang berjuang di tengah teriknya matahari. Kursi panas adalah lomba yang dia ikuti bersama tiga teman yang lain. Empat orang perwakilan dari masing-masing kelas, wajib untuk mengikuti lomba ini.

 Jadi terdapat tiga tim dari kelas yang berbeda memperebutkan kursi, sembilan orang dengan delapan kursi. Ketika lagu diputar mereka harus berjalan melingkar tanpa menyentuh kursi dan ketika lagu berhenti mereka harus segera duduk. Permainan terus berlanjut sampai mendapat dua pemenang untuk maju ke babak selanjutnya. 

"Kelas kita belum main ya bro?" tanya Tyler pada Brayan. 

"Belum, mending kita lihat tepung estafet aja nggak sih?" tawar Brayan. 

"Kalian lihat aja, aku di sini sama princess." kata Daran menunjuk Mara dengan bola matanya. Mara menyikut Daran, bukannya sakit, lelaki itu malah tergelak. 

"Udahlah, bentar aja disini. Kita harus mendukung Ella." Tyler menolak tawaran Brayan.

"Iya, kau benar. ELLEK! SEMANGAAAATTTTT!!!" Brayan berteriak, berharap teriakannya dapat sampai ke telinga  Ella. 

"BERISIK!" Balas Ella. 

Tak lama lagu pun dimulai. Mara dan kawan-kawannya menonton dengan gugup, mereka berjinkat senang ketika Ella duduk dengan cepat. 

Tak terasa, dari sembilan pemain tinggal lima yang bertahan. Ella adalah satu-satunya pemain yang bertahan untuk mewakili kelasnya, seluruh teman sekelas berteriak memberi semangat. 

"Ayo teriak Mara! SEMANGAT ELLA! gitu." ajak Brayan. 

"Semangat Ella!" teriak Mara sebisa mungkin, ia tidak terbiasa meninggikan suaranya. 

"Kurang keras!" 

"Aku nggak biasa teriak-teriak." 

"Coba aja! SEMANGAT ELLA!" 

Mara menarik napas dalam-dalam, "SEMANGAT ELLAA!!" teriaknya dengan lantang. Ella menoleh dengan raut wajah tersentuh. 

"Nah gitu don-- aduh!" Brayan mengusap puncak kepalanya yang dijitak Daran. 

"Jangan maksa." ucap pawangnya. 

Lagu kembali di putar, MC-nya lebih heboh dan menyuruh mereka berjoget mengikuti alunan musik. Namun, tidak ada satu pun yang menuruti keinginannya. Mereka semua fokus pada lagu yang akan berhenti tiba-tiba. 

Lagu pun berhenti. 

Ella hendak duduk di kursi yang ditargetkan, tetapi seseorang menarik pergelangan tangannya dan menghempaskan hingga tubuhnya ikut terjerembab. Seketika suasana lapangan menjadi ricuh, karena refleks salah satu pemain tersebut. Ada yang mendukung kelakuannya, ada yang menertawakan, dan ada yang mengejek pemain curang tersebut. 

Mara terkejut dalam hati, ia berjalan santai ke tengah lapangan dengan ekspresi datar, mengabaikan tatapan para penonton lomba itu. Ia mencengkram erat kera cewek itu dan menariknya hingga terhempas ke paving. Sayangnya, Tyler dengan gesit menangkap gadis sampai lututnya tergores. 

"Mara, stop." Ella bangkit sambil mencekal tangan Mara. Mara merampas tangan Ella dan melihat telapak tangan temannya yang berdarah akiba menahan tubuhnya yang terjatuh dengan telapak tangan. Melihat darah yang keluar dari kulit Ella, Mara pun ingin mengeluarkan darah juga dari tubuh pemain itu. 

Behind the KnifeWhere stories live. Discover now