Part 17: Memories

1 0 0
                                    

'Ternyata film horor seperti itu..' mata Mara terbuka di atas ranjang. 

Beberapa menit sebelumnya ia terbangun, sembari mengumpulkan nyawa ia teringat dengan film yang memacu andrenalin kemarin. Mara menolehkan kepalanya pada Ella yang tertidur pulas. 

Ada dua kamar tidur khusus di samping ruangannya, Bibi Sinta telah membersihkan dan mengganti sprei, lalu pulang ke rumahnya. Brayan tidur sendiri di kamar pertama, karena tingkahnya yang tidur ngereog. Sedangkan Daran dan Tyler tidur bersama. 

Jam dua pagi, Mara bangkit, karena ingin memastikan ruangan pribadinya aman sentosa. Ia turun dari ranjang dan berjalan mengendap-endap agar tidak ada yang bangun. 

Sesampai di depan pintu besi, Mara menekan password. Pintu bergeser dan terbuka lebar. Ruangan ber-AC itu menyeruak ke badan Mara, cahaya yang menyala ketika pintu terbuka sungguh menyilaukan mata. Ia berjalan menuju rak penyimpanan senjatanya. 

Mara berjalan perlahan, meneliti satu persatu senjata-senjatanya. Ia menghela napas lega, artinya salah satu dari ketiga temannya tidak ada yang berhasil masuk dan barangnya tidak ada yang hilang. 

'Nggak boleh ada yang tahu dua digit terakhir...' 

Teman-temannya sudah mengetahui tanggal dan bulan ulang tahunnya, ia tidak boleh memberi tahu tahun ketika dia bertemu Ares. 


######



Mara membuka matanya lagi setelah mendengar langkah kaki di luar kamar, ia menghela napas lelah dengan trauma masa kecil yang membuat tidurnya tidak normal. Ia melirik jam di nakas samping Ella, ia baru tidur 3 jam. Padahal Mara berharap dapat bangun siang, karena tidurnya ditemani seseorang.

Malah sebaliknya, ketika Ella bergerak, Mara terus terbangun dengan mata terbuka lebar.Ia menghela napas sambil melihat Ella yang tertidur pulas, Mara mengusap kepala sahabatnya sekilas, lalu pergi menuju pintu kamar. 

Di depannya sudah ada Daran dengan rambut berantakan sambil mengucek mata. "Hai, apa aku membangunkanmu?" dalam hati ia kegirangan karena keberuntungan yang ia dapatkan di pagi hari. 

Mara menggeleng, "bukan gara-gara kau." ia mendekati Daran dan menjatuhkan kepalanya ke dada Daran. Seperti biasa, bau mint dapat menenangkannya, Mara jadi ingin tidur lagi. 

Daran menguap untuk sekian kali sambil mengusap lembut kepala Mara. 

"Mau sarapan?" tawar Daran, Mara mengangguk sebagai jawaban. "ayo.." ia berhenti setelah beberapa langkah, lalu menoleh ke belakang karena Mara tidak mengikutinya.

'Tuhan.. mager ... ngantuk banget...' batin Mara masih dengan diam mematung. 

Daran berjalan mendekati Mara lagi, "Ikut atau balik tidur hm?" tanyanya. 

"Ikut." jawab Mara refleks merentangkan tangannya. 

Daran tertawa kecil, "utututu kucing kecikku... permisi ya..." ia menggendong Mara di depan dadanya, Mara otomatis memeluk lehernya seperti koala.

Sesampainya di dapur, Daran mendudukkan Mara di meja pantry. Kemudian melepas pergelangan tangan yang masih melingkar di lehernya. 

"Kau mau buat apa?" tanya Mara 

"Avocado toast, kau nggak alergi alpukatkan?" Daran balik bertanya sambil mengeluarkan alpukat dari kulkas. Mara menggeleng sebagai jawaban, ia melompat turun dari meja dan memeluk Daran dari belakang. 

"Kalau aku ganti parfum, kau bakal ilfeel nggak?" tanya Daran iseng

"Iya." 

"Sialan."

Behind the KnifeWhere stories live. Discover now