Pyramid of School Hierarchy

33.6K 2.2K 26
                                    

Begitu bel istirahat berbunyi Ratu memutuskan untuk mengekori murid lain yang pergi menuju kafetaria. Ini agak menyedihkan, tapi sejak Ratu masuk kelas tidak ada satu orang pun yang mengajaknya berbicara. Bahkan meski memulai percakapan lebih dulu Ratu tetap diacuhkan. Contohnya seperti saat ia bertanya pada Amaris tadi.

Sebenarnya lumayan mengejutkan, Amaris yang dikenal sebagai publik figur yang ramah ternyata memiliki attitude yang buruk di dunia nyata. Yah, bisa dimengerti, mungkin tekanan dari agensi dan penggemar yang membuatnya harus memakai topeng seperti itu.

Setelah sampai di kafetaria Ratu mengikuti para siswa lain untuk mengambil meal tray tempat makan. Ia mengantri di depan buffet sambil melihat-lihat. Di sana tertata rapi beberapa hidangan menu makan siang, dessert, salad, bahkan buah-buahan. Sungguh berbeda sekali dengan sekolahnya dulu yang setiap istirahat dipenuhi oleh jajanan abang-abang.

Meskipun Ratu mencoba agar terlihat terbiasa dengan kultur di sini, namun ia tetap menjadi bahan perhatian saat berniat membayar. Petugas konsumsi yang berjaga menolak uang pemberiannya. Mereka mengatakan kalau semua makanan itu sudah ditanggung oleh sekolah.

Ratu yang sempat kaget tidak bisa menikmati keterkejutannya. Ia kepalang malu karena beberapa siswa di belakang sudah terkikik menertawakan. Sambil memasang ekspresi biasa saja gadis itu menarik kembali uang pecahan 20 ribu yang ia sodorkan lalu bergegas pergi dari sana.

Saat menyapukan pandangan, agak sulit mencari keberadaan meja kosong di antara lautan siswa kelas 10 sampai kelas 12 yang memenuhi kafetaria tersebut. Namun pandangannya langsung tertuju ke arah meja Amaris. Ia duduk dengan seorang laki-laki yang mungkin saja pacarnya. Cowok itu juga ada di kelas yang sama dengan Ratu tadi.

"Hai, gue boleh gabung?" Ratu bertanya sambil mendaratkan bokong di atas kursi yang tersisa di meja Amaris.

Baru saja Ratu duduk, Amaris langsung berdiri sambil membawa meal tray-nya. Namun cowok di sebelahnya lebih dulu menahan Amaris yang berniat pergi.

Gadis itu terlihat bergeming beberapa detik sebelum duduk kembali. Ia pun melanjutkan makan dengan ekspresi dingin, menciptakan suasana yang amat canggung bagi mereka. Atau tepatnya bagi Ratu saja.

"Um—nama gue Ratu, salam kenal ya,"

Hening, inisiatif Ratu sama sekali tidak diapresiasi. Amaris maupun cowok itu sama-sama tak merespon dan fokus menikmati makanan mereka.

Ratu menghela pelan lalu berucap, "maksud omongan lo tadi di kelas apa? Jangan lakuin lagi kalo gue masih mau idup, apa karena gue ngeliatin cewek yang terus natap gue itu?" Tanya Ratu on point.

Persetan dengan basa-basi ataupun kesan yang baik, satu-satunya alasan ia duduk dengan aktris bermuka dua itu hanya untuk menanyakan sesuatu yang terus mengganjal pikirannya.

"Jangan coba-coba cari perkara sama El, she's not a good person. Lo gak akan mau berurusan sama dia," ucap Amaris datar sambil menyuapkan kentang butter ke mulutnya.

(Dia bukan orang yang baik.)

Satu hal yang Ratu tahu sekarang, El merupakan nama dari perempuan songong itu.

"Oke. Boleh gue tau kenapa?"

"There's no why, Ratu. Sebagai anak baru lo lebih baik jauhin orang-orang kaya El," kini cowok dengan pin name tag bernama Arfala itu yang menyahut.

"Lo tau di masyarakat ada 3 tatanan hierarki sosial; lower, middle dan upper. Di GIS, golongan yang ada di kelas paling atas di sebut anak-anak primus. Dan El adalah salah satu dari mereka. Then believe me, berurusan sama anak primus gak akan berakhir baik buat lo." Jelas Amaris menambahkan.

HierarkiWhere stories live. Discover now