Dua Puluh Sembilan

122 26 61
                                    

Mendengar ucapan Jerome, tiba-tiba Zyan sadar akan perlakuannya, Ia langsung meninggalkan Jerome tanpa kata dan langsung meninggalkan rumah sakit itu dengan ekspresi datarnya.

***
Setibanya di rumah Berlin langsung ditarik oleh Daren mendekati Sinta yang asik membaca sebuah buku ditangannya.

"Bun! Lihat anakmu!" teriak Daren menggelegar disetiap sudut rumah nan mewah itu.

Mendengar keributan itu Sinta langsung meletakkan buku yang sedang Ia baca, Ia menatap terkejut melihat keadaan Berlin yang berantakan.

"Ada apa ini, ayah?" Sinta mendekati Daren yang masih setia menarik pergelangan tangan Berlin dengan kencang, Ia sedikit meringis ketika melihat pergelangan tangan Berlin yang sedikit memar.

"Lepasin Berlin, yah! Kamu gak liat dia udah ketakutan gitu! Lepasin!" Sinta menarik Berlin dari Daren, Ia memeluk erat tubuh Berlin yang bergetar menahan tangis.

"Udah sayang, gak apa-apa." ucap Sinta sembari membawa Berlin duduk di sebuah sofa yang Ia duduki tadi.

"Kamu jangan terlalu memanjakan anak ini, bun! Ayah gak nyangka bakal lihat perbuatannya di rumah sakit dengan seorang pria." Daren menatap tajam Berlin yang masih setia menundukan kepalanya.

"Maksudnya apa, yah?" tanya Sinta bingung, Ia tidak tau apa yang terjadi diantara keduanya, yang Ia tahu Daren pergi menjemput Berlin yang dikabarkan tengah terbaring di sebuah rumah sakit.

*FlashBackOn*
'Dirt!'

'Dirt!'

'Dirt!'
Bunyi ponsel yang menggema di penjuru rumah membuat sepasang suami istri yang sedang berbicang-bincang tiba-tiba menghentikan ucapan mereka.
Salah satu dari mereka mendekati ponsel yang masih berbunyi itu.

"Siapa, Yah?" tanya wanita paruh baya itu kepada suaminya.

"Gak tau, Bun." balasnya sembari mengangkat sebelah alisnya bingung, Ia menatap kembali ponselnya dan langsung menekan tombol hijau.

"Halo! Apa ini dengan tuan, Daren?" tanya seseorang dari seberang sana.

"Iya, ini saya. Ada apa yah?" tanya Daren sembari menatap istrinya yang juga menatapnya penasaran.
Sepasang suami istri itu adalah orang tuanya Berliana Putri.

"Maaf mengganggu anda, tuan. Tetapi saya ingin memberitahu bahawa anak anda yang bernama Berliana Putri sedang dirawat di Rumah Sakit Kenta." jelas seorang wanita dari seberang sana.

"Apa?!" teriak Daren cemas, Ia tidak menyangka akan mendengarkan berita yang seperti ini.

"Ya tuan, anda bisa datang sendiri untuk memastikannya. Saya tutup teleponnya, terimakasih." panggilan tertutup dengan cepat tanpa menunggu Daren mengucapkan kata lagi.

Daren yang panik seketika langsung mengambil jas yang Ia letakan di sebuah sofa dekat sang istri dengan cepat, Ia merasa sangat khawatir sehingga tidak memperdulikan tatapan bingung Sinta.

"Ayah, ada apa?" Sinta yang melihat gerak-gerik Daren yang aneh seketika langsung menarik tangan Daren dan menangkup wajah Daren menenangkan pria paruh baya itu.

Daren yang baru menyadari keberadaan Sinta seketika langsung tersadar dan balik menatap Sinta sembari menghembuskan nafasnya gusar.

"Berlin ada di rumah sakit, Bun. Jadi ayah panik banget, ayah harus liat Berlin sekarang." jelas Daren sembari mengusap lembut wajah Sinta yang tersenyum menatapnya.

"Ayah jangan panik gini, Bunda gak akan izinin ayah pergi sebelum ayah tenangin diri dulu. Bunda yakin Berlin gak kenapa-napa." Sinta mencoba menenangkan Daren dengan cara meyakinkan bahwa Berlin tidak akan apa-apa.

Daren menjatuhkan dirinya di atas sofa sembari menarik dan menghembuskan nafasnya secara perlahan, merasa sudah sedikit tenang, Daren segera meneguk segelas air putih yang telah disediakan Sinta kepadanya.

"Ayah harus pergi sekarang, bun. Mungkin Berlin sendirian di sana." ungkap Daren dengan nada suara yang sudah membaik.

"Yaudah, ayah hati-hati ya. Jangan terburu-buru." ucap Sinta sembari mengelus lengan Daren sayang.

Daren mengecup kening Sinta lama, Ia selalu melakukan itu jika Ia tiba-tiba panik, setelah itu Daren segera berpamitan pada Sinta dan langsung meninggalkan rumahnya menuju rumah sakit dimana Berlin dirawat.

Tidak butuh waktu yang lama Daren telah tiba di rumah sakit, Ia sedikit berlari mendekati seorang perawat yang sedang berjalan melewatinya.

"Permisi nona. Apakah ada seorang pasien yang bernama Berliana Putri dirawat di sini?" ucap Daren setelah berhasil menghentikan langkah kaki perawat itu.

"Ah, iya. Saya baru saja menanganinya. Anda bisa memasuki ruang rawat no.19 tuan." balas perawat itu sembari tersenyum sopan.

"Terimakasih nona." ucap Daren dan langsung berlari menuju ruang rawat yang dimaksud perawat barusan.

Setelah menemukan ruangan tersebut, Daren seketika mengangkat alisnya bingung, Ia melihat seorang pria duduk di sebuah kursi tunggu tepat di depan ruangan Berlin.
Daren mencoba berpikir positif dan langsung mendekati ruangan tersebut dengan sedikit mendorong pintu ruangan tersebut, betapa terkejutnya Daren ketika melihat putrinya sedang berciuman dengan seorang pria di atas sebuah ranjang.

"Berlin!" teriak Daren dengan suara meninggi.

"Apa yang sedang kalian lakukan?!" teriaknya lagi.

Daren menatap Berlin yang juga menatapnya dengan terkejut, Berlin menatap Daren dengan tatapan yang ketakutan.

"A-ayah." cicit Berlin dengan mulut yang sedikit menganga.

*FalshBackOff*

"Anakmu berciuman dengan seorang pria!" teriak Daren sembari melempar jas yang Ia tenteng sedari tadi, Daren tidak bisa menahan emosi sehingga membuatnya berteriak tepat dihadapan sang istri.

Sinta beralih menatap Berlin yang masih setia menundukan kepalanya, Ia berharap apa yang didengar oleh telinganya itu salah, tapi melihat Berlin yang hanya terdiam membuat Sinta merasa sangat kecewa, Ia meninggalkan ruangan itu dalam diam dan langsung bergegas memasuki kamar tanpa melirik sedikitpun putri kesayangannya itu.
Sinta yang memang didik untuk menjaga diri membuat dirinya sangat kecewa mendengar putrinya yang melakukan hal seperti itu dengan seorang pria, bukannya Sinta berlebihan, tetapi Sinta tau awal dari sebuah perzinahan adalah kenekatan seseorang dalam berciuman, Ia takut hal itu terjadi pada putrinya, jadi wajar seorang ibu sangat terkejut mendengar itu.

"Bunda...," cicit Berlin sembari mengangkat kepalanya dan menatap kepergian bundanya yang sama sekali tak meliriknya sedikitpun.

"Senang kamu buat bunda kamu kayak gitu, ha!" teriak Dari dengan nada suara yang meninggi.
Setelah mengucapkan itu Daren langsung meninggalkan Berlin sendirian yang masih meneteskan air mata tanpa henti.

***
Zyan memasuki bascamp dengan wajah yang datar, Ia masuk tanpa menyapa teman-temannya yang menatapnya bingung.

"Tu anak kenapa, ya?" ucap Delon dengan wajah yang bingung, Ia tidak tau apa yang terjadi pada sahabatnya itu sehingga membuat sahabatnya bertingkah seperti itu.

Setelah kedatangan Zyan uang membuat para sahabatnya bingung, sekarang kedatangan Jerome yang membuat mereka semua bertambah bingung.

"Jerome, lu kenapa?" tanya Gading bingung. Setelah melihat tingkah Zyan yang membingungkan, Gading dibuat lebih bingung lagi ketika melihat Jerome yang menyusul Zyan masuk kedalam ruangannya.

"Kalian jangan banyak nanya, mending sekarang kalian diam!" tekan Jerome dengan ekspresi datarnya.

"Lah, kena—" baru saja William ingin berbicara, tiba-tiba ucapannya terpotong oleh bunyi bantingan pintu serta bunyi barang yang dibanting kencang.

Brak!

BERSAMBUNG
Halo! Gimana nih kabarnya, masih stay disini kan?
Maafin yah aku lama postnya, soalnya lagi nikmatin hari libur.
Walaupun aku beda agama dengan kalian, tapi gak papakan buat ngucapin ini,  Minal Aidzin Walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin buat yang melaksanakannya🤗🤗

Jangan lupa tinggalkan jejaknya yahh🤗😇



Mengagumi Gangster SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang