Enam

200 10 0
                                    

"Bunda...," Berlin terkejut ketika melihat nama yang tertera di layar handphone miliknya, Ia baru sadar bahwa sekarang Ia sudah tidak tinggal lagi bersama kakek neneknya.

"Ha-halo, Bun." Berlin memberanikan diri untuk mengangkat telepon dari Bundanya.
Ia bingung harus berkata apa jika ditanyai keberadaannya.

"Sayang, kamu di mana? Bunda khawatir banget sama kamu. Tadi pak Anto udah ke sekolah kamu, tapi kamunya gak ada di sekolah. Kamu di mana sayang? Bunda takut terjadi apa-apa sama kamu." ujar Sinta panjang lebar, Ia sangat khawatir dengan Berlin, bagaimana tidak Berlin sadari tadi belum pulang, dan ini sudah malam.

"Hum, a-aku—" ucapan Berlin terpotong ketika melihat seorang pria yang berdiri di depan pintu sembari menatapnya intens.

"Bilangin lu nginap di rumah teman lu!" tekan Zyan dengan volume suara yang mengecil. Ya, itu adalah Zyan, Ia sudah sedari tadi memasuki kamar hotel dan melihat Berlin yang gelisah.

"Ehem! Bu-bun, aku gak pulang ya, soalnya Berlin mau nginap di rumah teman baru Berlin," Berlin berdehem untuk menghilangkan rasa kegugupannya, Ia tidak terbiasa berbohong, tetapi ketika bersama Zyan, mau tidak mau Ia harus berbohong kepada Bundanya.

"Ya Tuhan, kenapa gak ngomong dulu, sayang? Bunda khawatir banget sama kamu tahu. Yaudah kalau gitu baik-baik ya, jangan buat ulah, ok." Sinta merasa tenang ketika mendengar Berlin yang baik-baik saja.

"I-iya Bun, yaudah Berlin matiin dulu yah teleponnya, Berlin mau istirahat." dengan cepat Berlin menyudahi telepon dengan Bundanya, Ia takut ketika melihat Zyan yang menatapnya tajam.

"Lu jangan sampai ngadu-ngadu ke bokap lu yah! Kalau lu berani lakuin itu, jangan harap hidup lu bisa tenang!" Zyan menatap Berlin dengan tajam, dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke arah Berlin yang menunduk takut.

"Cepetan make upnya, gua mau berangkat!" tekan Zyan tepat di hadapan Berlin yang masih menundukan kepalanya.

"I-iya." Berlin mengangkat kepalanya dan langsung memoles wajahnya dengan cepat.

Setelah selesai Berlin berdiri di hadapan Zyan yang duduk di sofa dengan handphone di tangannya.

"A-aku udah siap." ucap Berlin gugup.
Zyan yang masih memainkan handphonenya langsung mengangkat kepalanya menghadap Berlin yang sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Anjir! Nih anak seksi banget!" teriak Zyan dalam hati, Ia tidak menyangka Berlin memiliki tubuh yang sangat seksi.

"Ayo!" Zyan langsung menarik tangan Berlin yang masih menundukan kepalanya.
Berlin yang ketakutan hanya bisa mengikuti langkah kaki Zyan yang membawanya pergi dari hotel ini.

Setibanya di parkiran mobil, Zyan segera membuka pintu mobilnya dan memerintahkan Berlin untuk masuk ke dalam mobil miliknya.
"Cepetan masuk! Jangan nunduk terus! Lu bukan ratu yang harus di bukakan pintu!" Zyan membentak Berlin yang hanya berdiri di samping mobilnya, dan langsung membukaan pintu untuk Berlin yang hanya menunduk takut.

Dengan cepat Berlin langsung memasuki mobil milik Zyan dan duduk dengan tenang tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

Brukkk!
Pintu mobil di tutup dengan kencang oleh Zyan sehingga membuat Berlin terkejut.

"Hiks... Hiks... Hiks...." Berlin kembali meneteskan air matanya ketika mendengar suara pintu mobil yang ditutup dengan kencang oleh Zyan, Ia takut Zyan akan melakukan hal yang tak terduga kepadanya.

"Ngapain nangis lagi sih, lu! Dasar cengeng! Diam gak lu!" Zyan kesal ketika mendengar suara tangisan Berlin yang lagi-lagi membuatnya kesal, Ia membentak Berlin dengan kencang dan langsung membuat Berlin terdiam.

Mengagumi Gangster SekolahWhere stories live. Discover now