Dua Puluh Tujuh

136 8 1
                                    

Mendengar nama Zyan, Berlin seketika mematung, Ia tidak percaya bahwa itu adalah Zyan.

"Zyan?" tanya Berlin dengan ekspresi terkejutnya.

"Kalau itu Zyan, berarti dia bakal ke sini, dong?" monolog Berlin dalam hati, Ia akan lebih terkejut jika itu akan terjadi.

***
Keheningan terasa ketika panggilan telepon Zyan tertutup, dan hal itu membuat Berlin merasa tidak nyaman.
Keterdiaman keduanya terpecahkan ketika seseorang masuk tanpa permisi.

Brukh!
Suara pintu yang terdorong cukup keras membuat dua orang yang berada dalam ruangan itu menoleh dengan cepat.

"Mana Berlin?" ujar Zyan sembari menatap Jerome yang duduk terdiam di sebuah sofa.
Ya, orang itu adalah Zyan.

Melihat itu, Jerome yang mengertipun langsung melirik sebuah ranjang yang di tiduri oleh wanita yang dicari oleh Zyan tersebut.

Seakan mengerti tatapan itu, Zyan segera  mengikuti pandangan Jerome yang seolah-olah memberikan jawaban atas ucapannya barusan.
Melihat Berlin yang mematung sembari menatap dirinya, Zyan segera mendekati wanita itu dengan ekspresi wajah yang khawatir.

"Lu, kenapa?" ucap Zyan sembari mengusap rambut Berlin dengan sayang, rasa khawatir Zyan benar-benar menyelimutinya, sehingga ketika bertemu dengan orang yang dikhawatirkannya itu membuat Zyan seakan lupa akan sikapnya yang berubah 180°.

Melihat raut wajah serta tingkah Zyan yang benar-benar mengkhawatirkan dirinya, Berlin hanya memasang wajah bingung serta keterkejutannya dengan tingkah Zyan barusan.

"Kenapa?" tanya Zyan setelah melihat ekspresi wajah Berlin yang seakan tak percaya dengan keberadaannya.

"Ng-ngak ke-kenapa-napa kok, Zyan." kegugupan Berlin semakin bertambah ketika menatap mata Zyan yang juga menatapnya dengan tulus, detak jantung Berlin benar-benar tidak bisa terkontrol, melihat Zyan yang menatapnya seperti itu membuat Berlin seakan-akan ingin cepat-cepat tak sadarkan diri agar kegugupan yang Ia rasakan tidak berlangsung dengan lama.
"Gilak! Detak jantung gua!" teriak Berlin dalam hati, Ia benar-benar tidak tahan jika Zyan bersikap lembut seperti ini.

Melihat Zyan dan Berlin yang saling bertatapan membuat Jerome meninggalkan keduanya.

"Gua tau Zyan. Lu suka dia." ucap Jerome sembari meninggalkan ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

"Lu tau gak gua khawatir banget sama lu! Plis deh jangan nyelaka'in diri lo!" ungkap Zyan dengan serius, Ia benar-benar mengkhawatirkan wanita satu ini, entah kenapa, yang pasti Zyan sama sekali tidak mau melihat Berlin terluka sedikitpun.

"Ma-maafin Berlin." ucap Berlin sembari mengalihkan pandangannya, entah kenapa Berlin merasa Zyan benar-benar mengkhawatirkan dirinya sehingga melihat raut wajah Zyan yang seakan-akan marah membuat Berlin takut untuk menatap Zyan.

"Hmm." Zyan menjawab ucapan Berlin dengan deheman, Ia juga tidak bisa melihat Berlin yang ketakutan menatap dirinya, dengan berani Zyan membantu Berlin untuk duduk, Ia menatap mata Berlin yang sudah berkaca-kaca.

"Hey! Lu kenapa?" Zyan terkejut ketika melihat mata Berlin yang sudah digenangi oleh air mata, sekali kedipan saja pasti air mata itu akan jatuh.

"Be-Berlin, ta-takut, Zyan. Hiks..." tanpa disadari air mata Berlin terjatuh dengan deras, Ia menangis dengan tergugu.

"Hei! Udah-udah gak usah takut." Zyan yang melihat itu segera menarik Berlin kedalam dekapannya dan mengusap wajah Berlin dengan sayang.

"Cup-cup, jangan nangis lagi yah." Zyan menepuk punggung Berlin dengan sayang dan sesekali mengusapnya, Ia memberikan pelukan yang hangat agar Berlin tidak takut lagi padanya.

Setelah merasa Berlin sudah mulai tenang, Zyan melonggarkan pelukannya dan kembali menatap Berlin yang masih setia menundukan kepalanya.

Zyan memegang dagu Berlin dan mencoba membuat Berlin agak mendongak agar bisa menatapnya balik.
Setelah membuat Berlin mendongak dan balik menatapnya, Zyan memperlihatkan senyuman manisnya yang belum pernah dilihat oleh orang lain.

"Mulai hari ini, lu gak boleh jauh-jauh dari gua! Dan satu lagi, jangan pernah natap gua dengan tatapan yang seolah-olah gua orang yang paling lu takutin, hm!" deheman Zyan diakhiri kalimatnya membuat Berlin sedikit merinding, suara Zyan yang berat membuat Berlin seketika melupakan rasa takutnya, Berlin menganggukan kepala sembari memberanikan diri memeluk tubuh Zyan dengan erat.

Melihat tingkah Berlin yang seketika berubah membuat Zyan menampilkan senyuman yang tak dapat diartikan.
Zyan membalas pelukan Berlin tak kalah erat, Ia seakan menikmati pelukan itu, sesekali Zyan memberikan kecupan-kecupan ringan di kepala Berlin dengan sayang.

Merasa sudah cukup tenang, Zyan melonggarkan pelukannya dan kembali menatap Berlin yang juga menatapnya balik.
Keduanya saling melempar pandangan yang tak bisa diartikan, tanpa disadari jarak diantara keduanya mulai terkikis, entah siapa yang memulai mengikis jarak tersebut yang pasti sekali gerakan lagi maka jarak itu akan terkikis.

Zyan menatap mata Berlin seakan meminta izin, tetapi yang ditatap hanya menutup mata sekan mengizinkan.

BERSAMBUNG
Hai gais! Ini aku buat lanjutannya yahhh.
Maafin aku yah lama nextnya, bukannya gak mau next, Tapi setiap mau lanjut, alurnya lupa terus😁jadi maafin yahhh, pokoknya aku usahain buat next cepat lagi, mungkin 2 kali seminggu aku bakal next.

Jangan lupa tinggalkan jejaknya 🤗😘

Mengagumi Gangster SekolahWhere stories live. Discover now