Dua Puluh Enam

108 6 0
                                    

Brukh!
Aku terjatuh dan terbaring tepat di tengah pemakaman kakek dan nenekku, dan tiba-tiba penglihatanku kabur dan... gelap.

Sayup-sayup aku mendengar seseorang berteriak mendekatiku tetapi aku tidak sanggup membuka mata, dan setelahnya aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

***
Berlin terjatuh dan tidak sadarkan diri lagi, di seberang sana ada seorang pria yang memerhatikan Berlin sejak kedatangannya 15 menit yang lalu, betapa terkejutnya pria itu melihat Berlin yang terjatuh dan tak sadarkan diri.

Dengan cepat pria itu mendekati Berlin yang sudah tergeletak tak berdaya di atas tanah basah itu.

"Hey! Berlin...," teriak pria itu dengan cemas, dengan cepat pria itu mengangkat tubuh Berlin dan langsung membawanya kedalam mobil miliknya.

"Berlin, bangun! Ini gua, Jerome." ungkap pria itu sembari menepuk pipi Berlin dengan pelan.
Ya, pria yang membawa Berlin itu tak lain adalah Jerome, teman dekatnya Zyan.
Kedatangan Berlin dari awal memang sudah menyita perhatian Jerome, Ia menatap Berlin yang mendekati makam yang tak jauh dari tempat Jerome berdiri, melihat Berlin yang menggerakkan bibirnya seolah sedang mengobrol membuat Jerome sedikit penasaran, tetapi tidak lama dari itu, Jerome seketika dibuat terkejut dengan gerakan Berlin yang memukul dadanya dengan kencang dan perlahan-lahan terjatuh tak sadarkan diri.

*JeromePof*
Aku menatap makam di depanku dengan perasaan yang amat menyakitkan, bagaimana tidak, orang yang paling aku sayang kini sudah terkubur di dalam tanah yang basah ini.

"Mama..."
Ya, orang tersebut adalah mamaku, orang yang sudah melahirkanku di dunia ini, orang yang sudah merawatku dengan kasih sayang yang dia miliki, dan orang yang sudah mengorbankan hidup dan matinya untuk diriku.

Kepergiannya membuat diriku seperti ini, aku yang dulunya adalah anak yang ceria dan mudah bergaul, tiba-tiba berubah drastis setelah kepergian mamaku tercinta, Ia meninggal bukan karna melahirkanku, tetapi Ia meninggal karena penyakit kanker yang Ia derita, meski sudah berusaha untuk mengobati mamaku, tetapi itu tidak berhasil.

Sudah 3 tahun lamanya mamaku meninggalkanku, dan selama itu juga aku terus mengunjungi makam mamaku tanpa absen sekalipun, jika kalian bertanya kenapa aku melakukan itu? Jawabannya adalah, aku merasa tenang jika sudah berbicara dengan mamaku, meski aku tahu setiap yang aku ucapkan tidak pernah ada jawabannya, tapi setidaknya bercerita membuat diriku menjadi lebih tenang.

"Mah, Jerome Sayang mama." Ungkapan ini terus aku lontarkan jika mengunjungi mamaku, entah mengapa, tetapi hal itu terus terucap meski aku sudah tau jawaban apa yang akan mamaku berikan.

Aku menatap makam mamaku dengan senyuman yang terukir dibibirku, senyuman ini tidak akan pernah pudar jika saja aku tidak mendengar suara  langkah kaki seseorang yang mendekati area pemakaman ini.

Tuk... Tak... Tuk... Tak....
Aku mengalihkan pandanganku kepada seorang wanita yang berpakaian serba hitam yang sedang mendekati salah satu makam.
Aku mencoba meneliti wanita itu dengan seksama, rasanya wanita itu tidak asing, dengan sedikit rasa penasaran, aku mencoba mengintipnya dibalik pohon yang tak jauh dari makam mamaku.

Setelah melihatnya dengan jelas, aku sedikit terkejut ketika melihat orang tersebut adalah Berlin.
Aku melihatnya seperti mengobrol dengan sesekali menatap ke kiri dan ke kanan secara bergantian seakan-akan sedang mengobrol dengan kedua makam tersebut.
Rasa penasaran seketika memenuhi diriku, aku penasaran siapa sebenarnya dua orang tersebut, apakah itu kedua orang tua Berlin? Tetapi setahuku orang tuanya masih hidup, lalu... Itu siapa?

Dengan langkah yang pelan, aku mencoba mendekati Berlin, tetapi langkah kakiku seketika terhenti ketika melihat reaksi serta gerakan Berlin yang memukul dadanya dengan kencang dan perlahan-lahan menjatuhkan tubuhnya tepat diantara kedua makam tersebut.

Mengagumi Gangster SekolahWhere stories live. Discover now