Sebelas

179 8 0
                                    

"Ambil!" Zyan tersulut emosi dan hampir saja melempari Berlin dengan obat yang Ia bawa. Zyan menghembuskan nafasnya gusar dan mencoba mengontrol emosinya.

"Ambil! Jangan sampai gua ngelempar ini." ucap Zyan singkat dan langsung meninggalkan Berlin yang memulai memakan buburnya.

Zyan memasuki ruang ganti dan akan bersiap untuk berangkat sekolah.
Setelah selesai Zyan baru mengingat bahwa Ia harus mengantar Berlin ke rumahnya dulu.

"Udah siap? Sekarang siap-siap gua antar pulang." ucap Zyan dingin.

"Ta-tapi aku mau sekolah." balas Berlin dengan gugup, Ia tidak tau apa maunya Zyan, udah ditahan disini trus gak diizinin sekolah, kenapa coba?

"Lu jangan banyak bacot deh! Gua hitung sampe tiga, lu masih belum siap-siap, jangan harap lu bakal gua pulangin ke rumah lu!" ancam Zyan ketika mendengar Berlin yang lagi-lagi menjawab ucapannya.

"Ta-tapi ini hari kedua aku sekolah. Nanti apa kata gu—" ucapan Berlin tergolong ketika mendengar hitungan yang keluar dari mulut Zyan.

"Satu... Dua... Ti...," belum selesai menghitung tiba-tiba Zyan melihat Berlin yang langsung melompat dari kasur dan  bergegas memasuki kamar mandi.

"Dasar! Harus diancam dulu baru nurut!" monolog Zyan dalam hati, Ia bingung dengan tingkah Berlin, yang harus diancam dulu baru mau nurut.

Dengan cepat Berlin membasuh dirinya dengan air yang amat dingin, ditambah lagi dengan keadaannya yang masih belum sepenuhnya pulih membuat tubuh Berlin semakin kedinginan ketika terkena cipratan air yang Ia guyur di tubuhnya.

"Dingin banget..." Berlin memeluk tubuhnya dengan erat, Ia sangat kedinginan.
Ketika mencari handuk Ia baru sadar kalau ini bukan rumahnya.

"Mampus! Gak ada handuk. Ini gimana keluarnya?" Berlin melupakan rasa dingin yang menyerang kulitnya, Ia berputar-putar memikirkan cara agar keluar dari kamar mandi ini, tapi... dengan cara apa?

"Apa teriakin Zyan aja ya?" setelah mempertimbangkan banyak hal, Berlin akhirnya mengambil keputusan bahwa Ia harus memanggil Zyan untuk memberikannya handuk.

"Zyan! Kamu masih diluar kan...? Kalau iya, tolong berikan aku handuk, soalnya di sini gak ada handuk!" Berlin sedikit berteriak agar Zyan bisa mendengar ucapannya.

Mendengar suara Berlin memanggil namanya, Zyan seketika mengerutu kesal, Ia kesal ketika diganggu seperti  ini.

"Argh! Dasar menyebalkan." dengan langkah cepat Zyan segera mengambil salah satu handuk yang berada di dalam lemari dan langsung menuju ke arah kamar mandi.

"Woi! Ini handuknya!" Zyan sedikit berteriak dan sesekali mengetuk pintu kamar mandi agar Berlin bisa mendengarnya.

Dengan cepat Berlin menuju pintu kamar mandi dan sedikit membukanya untuk memasukkan tangannya mengambil handuk yang diberikan Zyan kepadanya.

"Makasih!" setelah mendapatkan handuk Berlin segera keluar dan berdiri di depan pintu kamar mandi sembari menatap Zyan yang masih setia duduk di sofa dengan handphone ditangannya.

"Lu ngapain di situ? Lu gak mau pulang? Gua udah telat nih!" Zyan menatap Berlin yang masih setia berdiri di depan pintu kamar mandi dengan ekspresi yang tidak bisa Ia tebak.

"A-aku gak punya pakaian." jawab Berlin dengan kepala yang menunduk.

Mendengar itu Zyan segera tersadar jika Ia tidak memberikan baju untuk Berlin selain dress seksi yang Berlin kenakan dimalam balapan kemarin.

"Pakai baju gua ajh." Zyan melangkahkan kakinya ke ruang ganti dan mengambil sebuah sweater miliknya yang kebesaran untuk dikenakan Berlin.

"Nah! Pakai ini ajh." Zyan melempar sweater yang ada di tangannya kepada Berlin dan langsung diterima oleh Berlin.

Tidak butuh waktu lama, Berlin telah selesai memakai sweater milik Zyan yang kebesaran ditubuhnya.

Melihat Berlin yang memakai sweater miliknya, membuat Zyan menahan tawa, bagaimana tidak baju yang dikenakan oleh Berlin sangat kebesaran ditubuh Berlin.

"Ayo!" tanpa menunggu lama Zyan langsung meninggalkan hotel dan diikuti oleh Berlin dibelakangnya.

Lagi-lagi Berlin dan Zyan menjadi pusat perhatian para karyawan hotel itu, dan hal itu membuat Berlin tidak nyaman.

"Kenapa sih? Diliatin gitu amat." monolog Berlin dalam hati, Ia masih setia menundukan dengan langkah kaki yang masih mengikuti Zyan dari belakang.

Berlin yang menunduk tidak sadar bahwa mereka sudah tiba di parkiran hotel dan masih saja setia menundukkan kepalanya, hingga Berlin yang masih setia berjalan tiba-tiba menabrak dada Zyan yang sudah berhenti dengan tatapan yang tak lepas pada Berlin.

"Aduh!" adu Berlin sembari mengelus kepalanya yang terbentur.

"Makanya jalan itu pake mata!" ketus Zyan kesal.

"Ayo naik!" perintah Zyan pada Berlin yang masih setia dengan kepala yang menunduk.

Mendengar Zyan menyuruhnya naik seketika Berlin mengangkat kepalanya dan melihat Zyan yang sudah duduk diatas motor ninja miliknya.

"Naik motor?" tanya Berlin pada Zyan, Ia tidak biasa naik motor, hingga ketika melihat Zyan membawa motor itu Berlin bertanya seperti itu.

"Kenapa? Gak mau lu?" bukannya menjawab Zyan malah bertanya balik pada Berlin yang masih setia berdiri di samping motornya.

"Tapi, aku cuma pake sweater. Gimana caranya? Aku takut jatuh." ucap Berlin jujur, Ia takut jika terjatuh dan satu lagi Ia hanya memakai sweater tanpa celana panjang, bagaimana caranya coba? Kan gak mungkin mengangkang?

"Udah naik aja! Duduk lu nyamping aja!" balas Zyan singkat, Ia tidak mau mempermasalahkan hal-hal sepele lagi dengan Berlin, apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 06:00.

"O-oke." balas Berlin cepat dan langsung menaiki motor Zyan dengan berpeganggan pada pundak lelaki itu.

Tanpa menunggu Berlin siap, Zyan langsung menjalankan motornya dengan kencang dan hal itu membuat Berlin reflek memeluk Zyan dengan erat.

BERSAMBUNG
Maafin ya gaes! Aku lama upnya soalnya buat alurnya susah banget, harus butuh waktu berjam-jam untuk buatnya.
Jadi tetap stay dicerita aku yah! Aku janji bakal buat cerita ini sampai tamat.
Terimakasih udah setia nungguin aku next.

Jangan lupa tinggalkan jejaknya 🤗🙏😘

Mengagumi Gangster SekolahWhere stories live. Discover now