Lima Belas

154 7 0
                                    

"Woi!"

Baru saja Lili ingin mendekati Berlin tiba-tiba langkah kaki Lili, Vivin, Syena, Alya dan Yuni terhenti ketika mendengar suara seseorang yang membuat kelima siswi itu menghentikan langkah kaki mereka.

"Lu pada ngapain? Emang ini sekolah punya bapak lu, ha! Seenaknya nindas orang!" pemilik suara itu mendekati Berlin dan membantu Berlin untuk berdiri.

"Katrin?" Berlin melihat siapa yang datang membantunya itu, ternyata itu tak lain adalah Katrin teman baru Berlin di sekolah ini.

"Apaan sih? Lu ngapain bela-belain ni cewek, ha?!" Lili berteriak tepat dihadapan Katrin dan membuat Katrin maju beberapa langkah untuk membuat perhitungan pada Lili dan teman-temannya.

"Anjing! Lu jangan teriak didepan gua ya! Gua gak seculun itu buat gak lawan lu." Katrin mendekati Lili dan mendorong Lili seperti yang dilakukan Yuni pada Berlin tadinya.

"Anjing! Berani banget lu dorong gua!" Lili marah dan langsung berdiri untuk membalas perlakuan Katrin padanya, tetapi hal itu tidak terjadi karena Katrin sudah dulu memelintir tangan Lili kebelakang.

"Lepasin teman gua, anjing!" Syena menarik tangan Katrin yang memelintir lengan Lili dengan erat.

"Lu kenapa terus belain nih cewek, ha?!" Syena berteriak dihadapan Katrin dengan wajah yang memerah.

"Lu yang kenapa, ngapain teman lu dorong-dorong Berlin, ha?!" Katrin membalas ucapan Syena dengan suara yang tak kalah meninggi.

"Owh, mau belain ni cewek lonte yah. Biar gua jelasin yah, semua yang ada di sini tolong pasang kuping kalian baek-baek. Jadi ni cewek dua hari yang lalu jadi lontenya si Zyan, dia pergi bareng Zyan balapan, dan kalian tahu gak, dia ini di jadiin bahan taruhan oleh Zyan!" Yuni berbicara kepada Katrin dan semua siswa-siswi yang menonton pertengkaran mereka itu.

"Mulut lo gak dikasih sekolah ya? Apa bukan lo yang jadi—" ucapan Katrin terpotong ketika melihat seorang lelaki dengan wajah yang lebam mendekati mereka dan diikuti oleh tiga temannya dibelakang lelaki itu.
Seketika kerumunan itu terbuka ketika empat orang lelaki itu melewati kerumunan itu.

"Lu tadi bilang apa? Gua punya lonte?" lelaki dengan wajah lebam itu berdiri tepat dihadapan Yuni dengan tangan yang terlibat didada.

"Zyan?" Yuni dan teman-temannya terkejut bukan main ketika melihat Zyan yang mendekati mereka.

"Hm? Kenapa diam. Apa mulut lo itu udah dijahit seketika, ha?! Emang ada masalah apa lo sama gua? Apa ada masalah kalau gua punya lonte?" Zyan meninggikan suaranya ketika melihat kelima siswi perempuan itu terdiam, Zyan sudah sangat marah, sedari tadi Zyan memang sudah mendengar semua ucapan kelima perempuan itu, tetapi Ia masih bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal yang akan membuat semua orang akan tercengang, tetapi ketika melihat Yuni mulai mendorong Berlin disitulah Zyan mulai tersulut emosi, ditambah lagi ucapan Yuni yang berkata Berlin lontenya Zyan, hal itu membuat Zyan tak tinggal diam dan mendekati kerumunan itu dengan cepat.

"Bu-bukan gitu Zyan, a-aku ha—" Zyan menyela ucapan Yuni dengan cepat.

"Alah! Banyak alasan lu! Gua ingatkan sekali lagi, jangan pernah bawa-bawa nama gua dalam hal apapun. Dan satu lagi kalau memang Berlin lonte gua, lu mau apa?! Apa lo berlima gak sadar kalau lo pada lonte yang aslinya, ha!" Zyan tersulut emosi dan berkata kasar pada kelima siswi perempuan itu, andai saja kelima orang ini laki-laki sudah pasti Zyan akan melayangkan pukulannya pada wajah mereka satu-satu.

"Ta-tapi Zyan—" belum selesai Syena berucap tiba-tiba Zyan mendekat kearah Berlin dan membawa Berlin menjauh dari kerumunan itu dengan cepat.

Semua orang terkejut ketika melihat Zyan yang menarik tangan Berlin menjauh dari kerumunan, Syena dan teman-temannya tak kalah terkejut, bahkan kelima siswi wanita itu menutup mulutnya tak percaya.

Mengagumi Gangster SekolahKde žijí příběhy. Začni objevovat