50

557 59 10
                                    

"Chi..."

Jisoo yang mendengarnya langsung berlari ke arah ruangan di mana kembarannya berada. Menghiraukan beberapa pasang mata yang melihatnya heran. Kakinya terus melangkah ke arah ranjang Jimin dan berharap telinganya tidak salah dengar.

"Jimin... Heuungg!!! Hiks... Kangen!!!"

Ternyata telinganya masih normal. Apa yang dia dengar memang suara orang yang beberapa bulan ini selalu dia doakan agar cepat membuka matanya.

Jisoo dengan polosnya langsung memeluk kembarannya yang masih berbaring di atas ranjang rumah sakit. Tanpa dirinya sadari, Jimin sedikit menahan sakit saat Jisoo memeluknya.

"Hiks... Kenapa betah banget merem sih? Lu gak kangen gue apa?" seru Jisoo yang masih memeluk Jimin.

"Jis, jangan kenceng peluknya. Sakit badan gue," balasnya pelan sambil mengusap rambut adik kembarnya pelan.

"Ngggh.. Masih sakit, ya? Maaf..." Jisoo mengangkat kepalanya dan memandang Jimin dengan ekspresi bersalah.

"Jijik banget ingus lu nempel dibaju gue!"

"Nghh!" dirinya kembali membenamkan wajahnya didada sang kakak kembar karena malu.

Tanpa mereka sadari, mereka yang ditinggal di ruang tamu tadi sudah berada di ruangan Jimin. Seokjin yang pertama masuk dan langsung menyuruh Jisoo sedikit memberinya ruang untuk memeriksa keadaan Jimin.

Ajun yang digendong Ayah masuk dengan mata berbinarnya. Senyumnya menghiasi wajahnya, senang karena akhirnya bisa melihat lagi abangnya yang sudah lama tidak pulang ke rumah. Sedangkan korban lemparan bantal Seokjin masuk mengekori Ayah.

Walaupun mereka keluarga, tapi Seokjin tetap memeriksa Jimin secara profesional. Berakhir dengan ucapan kalau adiknya benar-benar membaik dan semuanya normal. Semua yang ada di dalam ruangan tersebut terlihat senang, tapi tidak dengan satu orang.

Sedari tadi Ayah hanya tersenyum melihat anak-anaknya dan calon menantunya berinterkasi. Melihat anaknya sudah mulai membaik saja dirinya sudah senang. Tapi ada sedikit yang mengganjal dihatinya. Fakta bahwa Ayah belum meminta maaf pada Jimin.

"Ayah," panggil Jimin pelan.

Semua yang berada di dalam ruangan langsung terdiam. Seokjin yang tahu keadaan mengajak Jisoo dan Taehyung keluar. Sedangkan Ajun harus langsung dirinya gendong karena tidak mau lepas dari kakaknya.

"Ayah, peluk..."

Ayah yang masih berdiri itu pun hanya terdiam mendengar kalimat yang baru saja Jimin katakan. Bahkan, Seokjin yang belum sepenuhnya keluar pun juga heran. Kalimat yang keluar bukan seperti dari mulut adiknya. Kenapa terlihat sangat manja sekarang?

"Ayah minta maaf. Ayah benar-benar minta maaf. Ayah janji gak bakal bedain anak Ayah lagi. Tapi maaf, Ayah gak mau pakai kado dari Jimin. Ayah gak mau. Ay—"

"Maaf kenapa? Ayah ngomong apa? Kado apa?" potong Jimin yang terlihat sangat bingung.

Ayah dan Seokjin pun juga bingung kenapa Jimin seolah lupa. Apa efek kecelakaan kemarin? Atau hanya pura-pura?

"Dek, gak inget kado yang dibeli buat ulang tahun Ayah?" tanya Seokjin sembari mendekat kembali ke adiknya.

"Hmmm? Bukannya Ayah ulang tahunnya bulan depan?" jawabnya polos sambil memainkan jari sang Ayah.

"Kan Jimin belinya sama Rose juga kemarin," jelas Ayah pelan dengan tangan mengusap kepala sang anak yang masih dibalut perban.

"Hmmm??? Iya? Jimin cuma inget waktu itu kita makan dikafe sama Jisoo sama Taehyung juga. Udah," balasnya.

FRATRES MEI [My Brothers]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum