56. Ngidam part 1

58.9K 3.9K 570
                                    

4 bulan kemudian,
"Mas Rafan!!!" Suara teriakan menggema di penjuru ruangan kamar dari sosok wanita yang tengah berbadan dua itu sukses membuat para penghuninya tersentak kaget.
Beberapa menit yang lalu saat ia terbangun dari tidurnya, ia tak menemukan Rafan di sampingnya. Hal itu membuat si bumil meraung tak jelas bak singa betina yang kelaparan.
"Mas Rafan!!" panggilnya lagi, namun tak ada jawaban dari sang pemilik nama. Tak ada jawaban membuat wanita itu semakin kesel. Saking kesalnya ia tak sadar kalau satu cairan bening merembes keluar dari matanya.
Semenjak memasuki bulan ke empat kehamilannya, hormon dalam tubuhnya semakin meningkat drastis. Jadi wanita itu sangat sensitif atas segala hal sesuatu yang membuatnya marah. Pernah Lisa menangis keras tak jelas pada tengah malam dan akibatnya ia bermimpi kalau Rafan sang suami selingkuh. Sontak hal itu membuat Rafan harus ekstra bersabar menghadapi kelakuan dari istri kecilnya itu.
"Hiks ... Mas Rafan kemana sih? Pasti dia selingkuh lagi dari Lisa, Mas Rafan gak sayang Lisa lagi."
Kaki kecilnya turun dari kasur dan berjalan keluar niat untuk memergoki sang suami yang asik berselingkuh darinya. Perlahan kaki kecilnya menuruni satu persatu anak tangga dengan sangat hati-hati.
"Mas Rafan!!" Kembali lagi Lisa memanggil sang pemilik nama, namun jawabanya tetap sama. Akibat teriakannya itu, ummi Safitri dan Kyai Zainullah keluar dari kamar dengan raut wajah khawatir.
"Loh, Sayang ada apa?" tanya Ummi menghampiri sang mantu terlihat menangis itu.
Abi juga menghampiri sang menantu yang sudah berlinang air mata sehingga mata indahnya membengkak akibat menangis. Ummi dan abi sudah tak heran lagi sama menantunya itu, yang bisa menangani nya hanya putra sulungnya yaitu sang suami.
Lisa langsung berhamburan kedalam pelukan ummi Safitri. "Ummi ... Mas Rafan selingkuh lagi, Mas Rafan nggak cinta lagi sama Lisa, Mas Rafan cari perempuan yang lebih cantik daripada Lisa," ujar Lisa dengan air mata yang semakin deras.
"Pas bangun, Mas Rafan gak ada disamping Lisa, pasti Mas Rafan ilfeel sama Lisa karena tubuh Lisa gendut gak lucu kayak dulu, Mas Rafan jahat banget sih!" papar Lisa kembali dengan pikirannya yang sudah kelewat batas.
Ummi dan Abi saling pandang satu sama lain. Mereka berdua terkekeh kecil saat mendengar penuturan dari wanita yang tengah mengandung cucunya itu.
"Sabar ya Sayang. Mungkin Rafan lagi keluar sebentar," tutur Ummi seraya memeluk tubuh Lisa. Dari sorot mata ummi memberi isyarat pada Abi untuk segera menghubungi Rafan agar cepat pulang. Abi pun mengangguk dan berlalu dari sana agar tak di dengar oleh Lisa saat Abi menelpon Rafan. Tak butuh lama Rafan mengangkat teleponnya.
"Assalamualaikum, Abi, ada apa?" tanya Rafan di seberang sana.
"Waalaikumsalam, Kamu ada di mana?" tanya balik Abi.
"Ada di luar Abi," jawab Rafan, ia belum mengerti kalau istrinya di rumah ngereog kayak singa betina.
"Cepat pulang istri kamu kambuh lagi tuh." Abi berujar seraya berbalik untuk memastikan keadaan Lisa.
"Astagfirullah, Lisa udah bangun Abi?"
"Udah satu jam tadi, dia nangis-nangis selalu ngomong kalau kamu selingkuh lagi sama janda pirang," kata Abi mengada-ngada.
"Iya Abi, Afan segera pulang secepatnya. Afan matiin ya, bi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Panggilan pun terputus.
"Assalamualaikum," salam seseorang yang sangat ditunggu kedatangannya setelah menunggu beberapa saat.
"Waalaikumsalam," jawab Ummi dan Abi serentak.
Rafan berjalan menghampiri kedua orang tuanya dan tak lupa ia mencium kedua tangannya.
Seulas senyum tipis terpatri di wajah Rafan dikala melihat bidadarinya tertidur begitu pulas di pangkuan sang ummi.
"Lama tidurnya?" ia berjongkok menghadap Lisa seraya menatap wajah damainya.
"Baru lima menit," jawab Ummi Safitri menatap ke arah sang mantu.
"Biar Afan pindahin ke kamar Afan, Ummi. Makasih udah jagain Lisa saat Afan gak ada di rumah." Rafan mengangkat tubuh Lisa sangat pelan dari pangkuan sang Ummi.
"Maaf kalau merepotkan Ummi sama Abi," kata Rafan setelah berhasil mengambil alih tubuh Lisa.
"Gak ngerepotin Bang. Justru Ummi sama Abi senang banget malahan," sahut Ummi.
"Ummimu sama kayak istri kamu persis banget malahan, suka nuduh Abi selingkuh lagi, bilang Abi gak cinta." Abi melirik sekilas pada Safitri yang sudah memerah akibat malu.
"Itu baru hal kecil bang belum hal besarnya. Wajar sih Ibu hamil kayak gitu, tapi ya ... banyak-banyak bersabar lah," ujar Abah yang dimana mendapat anggukan dari Rafan.
"Dan satu lagi, pesan Abi jangan sampai meninggikan nada bicara kamu saat dalam keadaan emosi," ucap Abi menasihati.
"Iya Abi, Afan ke atas dulu Abi, Ummi," pamit Rafan seraya membawa tubuh Lisa dalam gendongannya. Walau berat badannya meningkat akibat kandungannya juga kian membesar tidak membuat laki-laki bermata elang itu merasa keberatan.
Saat tiba di dalam kamar pribadinya, Rafan membaringkan tubuh Lisa di atas kasur empuk yang berukuran king size dan tak lupa ia menaruh bantal pada bagian punggung Lisa agar tidurnya merasa nyaman.
Suara erangan halus keluar dari mulut Lisa, "Mas Rafan jahat ... ninggalin Lisa demi perempuan yang lain." Sepertinya istri kecilnya itu sedang bermimpi aneh lagi. Kemudian ia duduk di pinggiran kasur dan mengelus pucuk kepala Lisa.
"Bee, hey. Sayang ini Mas," kata Rafan seraya mengusap lembut pipi milik Lisa.
Bukannya bangun dari tidurnya, justru Lisa semakin menangis di alam  mimpinya.
"Bagaimana Mas mau selingkuh, kalau di sini udah ada bidadari cantik yang selalu buat Mas gemas sendiri," papar Rafan seraya menghapus cairan bening yang keluar dari matanya.
Perlahan sang empu terbangun dengan sendirinya. Ia menetralkan penglihatan walau sedikit berkabut akibat ia menangis dalam tidurnya.
"Assalamualaikum, Zaujati."
"Mas Rafan?" Lisa memastikan kalau di depannya itu adalah Rafan sang suami.
"Iya ini Mas." Mata Lisa mulai berkaca-kaca yang akan siap menangis kembali.
"Eh, eh. Kenapa Bee? Ada yang sakit, hm?" Rafan membawa Lisa ke dalam pelukannya.
"Mas jahat! Ninggalin Lisa sendirian." Tangan mungilnya memukul dada bidang Rafan dengan keras namun bagi Rafan pukulan itu tak terasa sakit melainkan seperti pukulan bocah yang berumur lima tahun. Oh iya, istrinya kan memang bocil.
Rafan menghela nafas sejenak, kemudian ia berujar. "Iya Mas yang salah, maafin Mas ya?" ucap Rafan mengalah. Ia juga mendaratkan satu kecupan di pipi gembul sang istri.
Akibat tingkah menggemaskan Lisa membuat Rafan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencium pipi yang berbentuk bakpao itu.
"Udah ya nangisnya? Gak kasian sama matanya di bawa nangis terus, hm?" bujuk Rafan mengusap lembut pada pipi Lisa.
Perlahan tangisan Lisa mereda. Ia menatap Rafan begitu lama sampai ia bangkit dan beralih duduk di atas pangkuan Rafan. Hal itu sontak membuat Rafan kaget akibat tindakan tiba-tiba yang dilakukan sang istri.
"Beneran Mas gak selingkuh? Mas masih sayang sama Lisa?" tanya Lisa menatap mata elang dengan tatapan mengintimidasi.
Rafan mengangguk seraya memegangi pinggang Lisa agar tak jatuh. "Qolbie laa yaro illaa habieban lahu," ucap Rafan menatap balik Lisa.
Lisa terdiam di atas pangkuan Rafan seraya mendengar setiap kalimat yang dilontarkan oleh suaminya itu.
"Mas tidak mau sesuatu dari dunia ini, karena mas merasa sudah mengambil semua jatah kebahagiaan mas saat mencintaimu," kata begitu indah terlontar sempurna dari mulut laki-laki yang berada di hadapannya itu.
"Maaf..." Lisa meminta maaf seraya memeluk tubuh Rafan walau terhalang perutnya yang mulai membesar.
"Iya Mas maafin. Mulai sekarang jangan berpikir kalau Mas bakalan ninggalin kalian berdua. Karena Mas saya kamu dan calon bayi kita," ucap Rafan setelah melepaskan pelukannya. Lisa mengangguk lucu.
"Vitaminnya udah diminum?" tanya Rafan menatap wajah Lisa.
"Belum."
"Kenapa belum diminum?" tanya Rafan kembali.
"Gak enak," jawab Lisa.
"Sekarang diminum vitaminnya," kata Rafan sedikit membujuk.
Lisa menutup mulutnya. "Gak mau Mas..." rengek Lisa dengan gelengan kepala. Rafan menghela napas sejenak.
"Ya udah kalau gak mau," ucap Rafan seraya melepaskan tangan pada mulut Lisa.
Kemudian ia sedikit menunduk guna melihat perut Lisa yang mulai membesar. "Bunda nggak mau minum obat nih Sayang," adu Rafan pada sang calon anak.
Lisa mencebik. "Bunda gak suka obatnya," balas Lisa seraya menatap tajam ke arah Rafan.
"Bunda mulai bandel Sayang," kata Rafan pada perut Lisa.
"Gak nakal, ih!" bela Lisa yang mulai kesal atas ucapan Rafan. Ia juga turun dari pangkuan Rafan dan melipat tangannya di dada. Rafan terkekeh geli saat melihat bagaimana istri kecilnya dalam mode ngambek yang membuat Rafan  bertambah gemas.
"Iya, gak bandel," ujar Rafan seraya mencium bibir pink milik Lisa.
"Modus!" ucapnya pada Rafan yang selalu mengambil kecupan tanpa permisi.
"Modus sama istri sendiri gak papa, Bee. Malahan dapat pahala," kata Rafan seraya tidur di atas paha Lisa.
"Ngapain?" tanya Lisa ketus.
"Masih marah?" Rafan berbalik bertanya.
"Kata siapa Lisa marah? Gak tuh." Lisa memalingkan wajahnya dengan tangan yang dilipat ke depan.
Rafan berbalik menghadap perut sang istri. "Sayang, Bunda kamu marah terus tuh," Rafan berucap pada sang anak.
"Nggak ya! Bunda gak marah," sangkal Lisa tak terima.
"Iya-iya, gak marah." Rafan kembali mengalah. Lelaki itu kemudian memeluk manja pada perut Lisa.
"Mas," panggil Lisa.
"Hm?"
"Lepasin Mas, Lisa mau siap-siap sekolah sebentar lagi Lisa bakalan ujian." Lisa menggoyangkan lengan Rafan. Rafan pun bangkit dari tidurnya dan menatap lembut ke arah Lisa.
"Kiss," kata Rafan santai.
"Tadi udah," jawab Lisa.
"Itu bukan kiss Bee tapi kecupan doang."
"Sama aja Mas, udah ah Lisa mau siap siap masuk sekolah nanti Lisa terlambat lagi," terang Lisa yang dimana membuat Rafan sedikit sedih.
"Tapi, Bee." Rafan kembali berucap.
Cup
"Udah tuh." sebelum Rafan menyelesaikan ucapannya, Lisa sudah memberikan kecupan singkat pada pipi kirinya.
Setelah itu Lisa beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi untuk ia bersiap-siap ke sekolah. Sedangkan Rafan masih terdiam tak bergerak. Ia memegangi pipinya yang bekas ciuman dari Lisa.
Kini wajahnya sudah berubah merah seperti pantat kuda.

*****

Dari kejauhan terlihat jelas empat sekawan sedang asik bercanda gurau seraya bergosip ria. Salah satu dari mereka ada yang memegang satu bungkus yang berisikan sosis gulung di tangannya. Siapa lagi kalau bukan Kila.
Sedangkan tak jauh dari mereka. Sosok wanita cantik dengan berjalan  sedikit kesulitan dikarenakan ada satu nyawa yang bersarang di dalam rahimnya. Tak khayal santri lain melihat itu hanya menunduk sebagai tanda hormat pada sosok wanita itu.
"Eh, itu sih Lisa!" seru Kila melihat keberadaan sahabatnya yang berjalan tertatih.
Akhirnya mereka menghampiri Lisa dengan sedikit berlari ke arahnya.
"Bumil," sapa Kila.
Lisa menoleh. "Hai." Lisa membalas seraya tersenyum simpul.
Uswah mendekat dan mengelus perut buncit Lisa. "Ulu ulu ... gak sabar banget Uswah mau liat dedek bayi!" seru Uswah dengan girang.
"Halo! Gue Aunty Kila paling cantik, imut, manis, dan paling... lucu."
Sa'adah memutar bola matanya malas, "Berisik! Kasian dedek bayinya masih dalam perut udah dengan suara cempreng lo," kata Sa'adah jengah.
Zahra, Uswah, dan Lisa terkekeh kecil saat melihat mereka berdua.
"Yaelah, Beb. Sensi amat dah lo gak papa kali dedek bayinya denger suara gue yang cetar membahana ini," balas kila mengibaskan kerudungnya.
"Serah Lo dah," ucap Sa'adah malas.
"Lis, dedek bayinya belum ketahuan cowok apa cewek?" sambung Uswah mendekat pada Lisa.
"Hm ... belum sih tapi gak usah deh biar jadi kejutan aja pas keluarnya," jawab Lisa.
"Yang penting dedek bayinya sehat di dalam." Zahra menyahut.
"Gue berharap sih cewek biar gue ajak dia manjat pohon mangga di belakang pondok," celetuk Kila tanpa beban. Sontak mereka menoleh ke arah Kila.
"Baru dalam rahim udah di ajak gak bener sama nih bocah," gumam Sa'adah yang masih di dengar oleh Kila.
"Gak papa lah, Beb, biar anaknya Lisa kagak kalem-kalem kayak emaknya."
"Serah lo!" ucap Sa'adah malas.
"Udah udah, malah ribut di sini. Mending kita masuk kelas daripada di sini kasian Lisa berdiri terus pasti dia capek," ajak Uswah kepada yang lainnya.
"Iya bener kata Uswah kasian dedek bayinya pasti dia kecapean," sahut Zahra.
Kila menoleh pada Lisa yang dimana raut wajahnya menandakan bahwa ia lelah berdiri atau lebih tepatnya lelah pada dirinya.
"Kita ke kelas." ajak Kila merangkul Lisa menuju lantai dua.
"Tunggu." Cegat Lisa membuat mereka berhenti.
"Apa?" tanya Kila penasaran.
"Tiba-tiba pengen makan mangga muda," kata Lisa, "Pengen sekarang gak mau nanti."
"Kok tiba-tiba gini sih mintanya?" tanya Uswah, bingung.
Lisa menggeleng lucu. "Dedek bayinya yang minta," tunjuk Lisa pada perutnya lagi.
Kila sedikit mensejajarkan badanya pada perut Lisa. "Keponakan Aunty yang gak tahu ini cewek atau cowok soalnya titiknya belum ketahuan."
"Mulut Lo ya?! Bisa gak sih difilter sedikit?" cecar Sa'adah setelah memukul lengan Kila dimana sang korban mengadu kesakitan.
"Iya jangan ditabok juga kali, sakit tahu!" adunya seraya mengusap lengannya.
"Dedek bayi pengen mangga?"
"Mau," jawab Lisa dengan suara yang menirukan seperti anak kecil.
"Aunty bingung mau cari di mana tuh mangga muda. Tapi tenang Aunty Kila bakalan berusaha mencari mangga buat kamu asalkan lo pas keluar jadi partner gue." Kila berucap panjang lebar.
Kila menegakkan badanya. "Yuk!" ajak Kila bersemangat.
"Yuk? Yuk ke mana?" tanya Sa'adah.
"Nyolong mangga eh maksudnya nyari mangga," ujar Kila.
"Carinya di mana?" Kini Lisa bertanya.
"Ayo lah ikut gue, aing tahu dimana ada mangga disini tanpa jauh-jauh kita cari." Kila berjalan terlebih dahulu yang dimana di ikuti yang lain dari belakang.
"Semoga aja tuh anak gak aneh-aneh," batin Sa'adah berdoa.

*****

Sesampainya di tempat yang disarankan oleh Kila. Mereka melongo tak percaya saat melihat sebuah pohon mangga berdiri kokoh menjulang tinggi ke atas. Apalagi buahnya yang begitu banyak sehingga mampu memporak porandakan rasa ingin begitu besar pada diri si bumil.
"Waww.... banyak banget buahnya."  Uswah menatap takjub pada pohon mangga di hadapannya itu.
"Baru tahu kalau di belakang pondok ada pohon mangga," ucap Zahra tak percaya.
Kila tersenyum lebar. "Gue gitu loh," katanya seraya menepuk dadanya bangga.
Sa'adah menatapnya jengah. "Mangga nya punya siapa emangnya?" tanya Sa'adah pada Kila.
"Ya kalau di pondok, ya milik pondok lah." Kila menjawab pertanyaan Sa'adah.
"Ayo cepat ambil mangganya keburu dedek bayinya ngeces loh," desak Lisa, tak sabar.
"Bentar-bentar," tahan Uswah, "cara ngambilnya pakek apa?" mereka melihat ke arah pohon mangga yang sangat tinggi di bandingkan tinggi badan mereka sendiri.
"Tenang!" sahut Kila.
Mereka menoleh pada kila.
"Caranya?"
"Manjat."
"Emang kamu bisa manjat, Kil?" tanya Lisa, penasaran.
Kila mengangguk. "Gue ahli dalam bidang manjat memanjat," jawab Kila kembali dengan sifat songong-nya.
"Waw hebat! Ayo Kila cepat ambil mangganya," ucap Lisa antusias.
"Iya Neng Ratu," kata Kila seraya berjalan menuju pohon mangga.
Pertama Kila membuka sepatu yang ia kenakan supaya memudahkan ia memanjat pohon. "Rela dah gue cosplay jadi monyet demi ponakan baru. Rela banget dah gue..." gumam Kila.
"Ayo Kila semangat manjatnya," sorak Lisa memberi dukungan pada Kila.
"Demi ponakan pertama!" seru Uswah tak kalah hebohnya.
"Kila hati-hati!" sahut Zahra dari bawah sana.
Sedangkan Kila yang sudah berada di atas pohon mangga tersebut langsung melihat kebawah dimana para sahabatnya yang sangat antusias memberikan semangat pada dirinya.
"Dikira gue ikut lomba panjat pinang apa?" ucap Kila berada di atas seraya mengelap keringatnya.
Melupakan kegaduhan di bawah sana. Kila beralih mengambil mangga muda yang berada di atasnya.
"Cari yang muda Kila jangan yang udah mateng," pinta Lisa.
"Iya bawel!" seraya meraih mangga muda tersebut.
"Nah tangkap," ucap Kila melempar mangga muda.
Satu mangga, dua mangga, dan terakhir ketiga mangga menyusul kebawah. Bukan satu mangga yang Kila ambil melainkan tiga mangga sekaligus.
"Yeayy!" seru Lisa menatap senang pada tiga mangga yang barusan terjatuh itu.
"Kurang nggak mangganya?" teriak Kila dari atas sana.
"Cukup!" jawab Lisa sedikit berteriak.
Saat ingin turun dari atas. Ia melihat kearah bawah dimana membuat rasa nyalinya langsung hilang.
"Buset dah, tinggi amat?!" Kila melihat kearah bawah yang ternyata ucapannya benar.
"Kenapa Kila?" tanya Uswah.
"Gue turunnya gimana?"
"Tinggal turun aja," kata Uswah, santai.
"Tapi tinggi, nyet!"
"Lo naik bisa tapi turun gak bisa, aneh Lo." Giliran Sa'adah menyahut.
"Tolongin napah? Gue takut banget nih," kata Kila memegang erat pada batang pohon mangga.
"Tunggu gue cari tangga dulu," ucap Sa'adah berlalu.
Baru satu langkah dari sana. Tiba- tiba ada beberapa pemuda berjalan ke arah mereka. Sontak hal itu membuat Sa'adah mematung di tempat. "G-gus Rafan?" ucap Sa'adah terbata-bata.
Mereka mendengar itu lantas berbalik ke belakang.
"Mas Rafan?"
Rafan berjalan ke arah mereka dengan wajah datarnya tanpa ekspresi sedikitpun. Dan di susul yang lainnya.
"Adek, lo ngapain di atas?" teriak Anza mendongak keatas.
"Abang?" kaget Kila saat melihat keberadaan Anza.
"Ngapain Lo nangkring di atas pohon? Bukannya sekolah malah cosplay jadi monyet," omel Anza berkacak pinggang layaknya emak-emak marah pada anaknya.
"Ish, Abang nih. Gue lagi ngambil mangga buat dedek bayi dalam perut Lisa. Lo mau liat dedek bayinya ngences gara-gara nggak diambilin mangga?" ungkapnya panjang lebar.
Sontak Rafan menatap sang istri yang memilih menunduk kerena takut.
"Mulai nakal, hmm?" bisik Rafan di telinga Lisa. Tubuh Lisa menegang dan ia semakin menunduk kebawah.
"Yaudah Lo turun cepat, jangan kelamaan di atas nanti Lo jadi monyet beneran lagi,"
"Hush! Enak aja Lo ngatain calon bini gue monyet," sambung Azam.
Anza menoleh pada Azam yang berada di sampingnya, "Ngaku calon bini elit ngomong langsung sulit."
Seakan tersengat listrik 200 volt menyengat pada dirinya. Tubuhnya melemah tak berdaya.
"Belum waktunya," balas Azam.
"Kapan?"
Azam tak menjawab pertanyaan Anza dan memilih diam seribu bahasa.
"Abang turunin gue!" teriak Kila.
Anza menengadahkan tangannya seakan-akan ia memberi pertolongan pada Kila.
"Cepat Lo loncat gue tangkap sini," ujar Anza yang sudah siap di bawah.
Yang lain hanya menonton tak jauh dari sana seraya memungut mangga yang tergeletak tak jauh dari mereka.
"Tangkap ya Bang? Gue loncat nih," ucap Kila yang siap meloncat.
"Perasaan gue nggak enak deh?" gumam Azam.
"Doain aja buat keselamatannya," sambung Irul, samping Azam.
Detik itu juga Kila langsung melompat dari atas dan ...
Bruk!
"ARGHHH!!" jerit Anza kesakitan.
"PUNGGUNG GUE!"

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now