cepat sembuh mas Wildan

174 49 16
                                    

Tidak ada yang lebih panik dari seorang Ibu saat seorang anak sedang sakit. Merintih meriang dan menggigil kedinginan, Wildan beringsut tak berdaya di kursi sofa ruang depan, saat Ibu menyuruhnya untuk pindah ke kamar, Wildan dengan kekeuh menolak, dikamar rasanya malah lebih sumpek, jadi walaupun diruang tengah angin masuk lebih leluasa, Wildan merasa lebih baik walaupun nyatanya dirinya sedikit menggigil

Kaos lengan panjang dengan celana training Wildan kenakan, lengkap dengan sarung yang dia jadikan selimut. Dirinya anteng tiduran disana, disamping nya Mahesa yang malam itu masih berkutik dengan laptop nya

"Mas anter ke klinik aja ya? Daripada demamnya makin tinggi" Tawar Mahesa tak tega

Wildan yang jidatnya ditempeli plester penurun panas punya Fafa yang ada gambar pinguin nya, tampak lucu. Wajahnya memerah akibat suhu tinggi demam, matanya sayu dengan pipi gembul menyembul dari balik sarung

"gak usah Mas, gak kuat" Jujur Wildan gak sanggup, kepalanya pusing begitu juga dengan perutnya yang rasanya nyeri dan mual

Tadi makan sudah disuapin Ibu walaupun sedikit, terus di ambilin obat, kepalanya yang dikeluhkan sakit juga Ibu pijit pelan juga Ibu usap usap dengan sayang. Tapi nyatanya sakitnya Wildan belum mereda sampai sekarang

"Diperiksain aja ke klinik ya, dianter mas Hesa sekarang juga. Ini demam kamu tinggi banget loh" Ajeng datang langsung menempelkan telapak tangannya di dahi Wildan, lalu duduk disamping Mahesa

"Aaa gak mau, atut di untik" Cicitnya begitu pelan

"HAAH" Ajeng sama Mahesa kompak

"Takut disuntik" Jawab Wildan lalu menenggelamkan kepala nya lagi kedalam sarung

"Ya Allah masih aja takut disuntik, udah gede juga. Gak bakal disuntik kok, paling nanti diperiksa aja, terus dikasih resep obat" Bujuk Ajeng

Wildan tetap menggeleng di balik sarung, dia mau sembuh, tapi membayangkan nanti dirinya dicoblos jarum suntik, Wildan kembali bergidik ngeri. Mau bagaimanapun Wildan kudu cepat sembuh, tanggungjawab nya banyak disekolah

"Assalamu'alaikum"

Ajeng juga Mahesa kompak menoleh ke pintu, menampilkan sosok tinggi Rifki disana.

"Waalaikumsalam"

Melihat ada seseorang yang lagi rebahan pewe disofa, penasaran Rifki mendekat. Dengan iseng dirinya membuka kain sarung bagian penutup kepala

"BAAA"

Wildan yang tadinya tenang langsung terjingkat kaget, begitu juga Rifki yang kaget liat penampilan Wildan tampak memperihatinkan. Rifki melirik  Ajeng juga Mahesa disana sambil cengengesan

"BAHA'UDIN RIFKIIII" Dengan sisa tenaganya, Wildan nabok pantat Rifki dengan kakinya. Kantuk nya yang tadi gak ketahan, sekarang ilang entah kemana, mana jantung nya dagdigdugserr karena kagetan

"Maap maap, yaah mas Wildan sakit. Mau minta diajarin PR nih bahasa Enggres"

Dengan raut melas dirinya ikut duduk, melirik Ajeng yang malah diam-diam semangat menunjuk Mahesa. Rifki yang paham langsung sumringah

"Mas, bantuin dong" Pintanya, Mahesa yang tadinya fokus banget sampai gak keusik sama hal disekitar langsung noleh "apa PR nya? Sini duduk deketan" Katanya

Beberapa menit berlalu, dengan Mahesa yang sabar dan lancar membantu Rifki mengerjakan PR nya, mereka pindah ke teras depan agar tak mengganggu Wildan yang masih terlelap disana, kecuali Ajeng

kalau kata Rifki nih mas Mahesa kalau ngomong bahasa Inggris wasweswos alias satset enak banget, semuanya jelas dan mudah dipahami. Tadinya Rifki mau minta bantuan kak Amel tapi gak jadi. Di lingkungan ini banyak kakak kelas yang bisa bantuin Rifki, mereka semua baik, tapi berhubung Wildan itu lebih ke kayak bestie sendiri, Rifki apa aja kebanyakan minta sarannya Wildan

Rifki mau belajar sendiri juga tetep aja gak mudeng, bahasa Inggris tuh kudu bisa nyontohin cara ngomong nya gimana? Pronounce dan apa segala macem, tapi kali ini Rifki sampai speechless dengan penjelasan Mahesa yang asik dan gak berbelit-belit

"Mas Hesa gak ada niatan gitu buat jadi guru bahasa Inggris? Asli, ini keren banget" Mahesa terkekeh dipuji Rifki "bisa aja"

"Aku pernah minta bantuan kak Amel, dan cara ngejelasinnya persis banget kayak mas Hesa. Pernah juga sama mas Jaka, iya sih mas Jaka guru. Tapi busett kalau ngajarin udah kayak komentator motor GP, wasweswos cepet banget. Aku yang baru nulis kalimat pertama, dia udah selesai baca satu paragraf aja" Rifki kan jadi trauma minta bantuan pak guru Jaka

Tak lama suara menggigil Wildan mulai terdengar lagi sambil mengigau pelan. Ajeng menghampiri sambil memegang pipinya pelan

"Dek, Adek. Hey sadar dek"

"Bangun dek, dianterin mas Hesa ke klinik ya? Panas banget ya Allah. Sadar dulu hey, Wildan" Jujur Ajeng agak panik Wildan sampai ngigau segala

Ibu turut menghampiri dan dengan pelan menarik Wildan untuk duduk, memberinya minum dan diusap nya kening Wildan yang berkeringat dingin

"Dianterin periksa ya, kak tolong ambilin jaket nya" Titah Ibu

Wildan yang tak sanggup membantah jadi menurut saja, setelah Ajeng menyerahkan jaketnya. Mahesa juga siap-siap, Wildan yang kondisinya diambang kesadaran membuatnya takut. Hanya ada motor yang dia punya, melihat kondisinya sepertinya Wildan tak sanggup kalau harus dia bonceng

Mahesa bisa menyetir, kalaupun minjem mobil tetangga juga gak enak rasanya, pesan online juga kelamaan. Sampai akhirnya Rifki menawarkan diri untuk dirinya ikut mengantar

"Nanti mas Wildan duduk di tengah aja, aku dibelakang jagain. Kayaknya gak papa deh, aman pasti"

Ibu tampak khawatir disana, lalu berterimakasih ke Rifki yang nyatanya turut peduli "Hati-hati nak, pegangan yang kenceng ya ke bahunya mas Mahesa"

Dengan keadaan kepepet akhirnya terlaksana juga apa kata Rifki, baru kali ini Wildan sakit demam separah ini lagi, terakhir jika diingat waktu sekolah dasar. Badannya yang lemas seperti tak mampu menopang tubuhnya sendiri kini digendong Mahesa ke punggungnya

Mahesa duduk didepan yang beneran cuma seuprit biar Rifki yang paling belakang bisa kebagian tempat banyak, Wildan yang sudah pakai jaket duduk ditengah, wajahnya pucat dan tak mampu lagi bersuara, diapit Rifki juga Mahesa yang membawa nya mengendarai motor pelan untuk menuju klinik malam itu

"Pegangan yang kenceng Ki" Titah Mahesa, Rifki menurut. Tangannya yang satu setia memegangi bahu Wildan agar tak miring

Ditengah sejuknya angin malam Mahesa melaju pelan, dalam hati dia berniat sungguh. Jika ada rezeki dirinya akan memberikan hal terbaik yang membuat nyaman keluarga nya, mungkin kalau nanti do'anya diijabah, ingin juga Mahesa membeli mobil. Jika ada hal seperti ini lagi dirinya tak perlu waswas

"Ditahan ya sebentar, do'ain mas rezekinya lancar dan sehat terus, biar bisa memberikan kalian sesuatu yang lebih nyaman, juga jagain kalian semua. Kamu, Ibu, kak Ajeng, Fafa, Rifki juga, kita semua semoga sehat selalu" Ucap Mahesa, mencoba menciptakan suasana hangat, saat kepalanya Wildan bersandar di bahunya dan menjalarkan hawa panas disana. Diam-diam Rifki mendengar gumaman Mahesa walaupun pelan, dan dia Aamiin kan didalam hati

"Ki, pegangan terus ya. Sebentar lagi kita sampai" Peringatnya sekali lagi, yang langsung dijawab Rifki "oke mas, aman" Katanya

________

Malam semakin larut, hanya terdengar suara denting jam dinding dan hewan malam bersahutan. Sudah semenjak tiga hari lalu Wildan merasa tubuhnya tak sehat, hanya saja hari ini seolah fisiknya tak mampu lagi berbohong. Saat tubuhnya dijalari panas demam begitu tinggi, Wildan tak mampu berkutik

Sepulangnya dari klinik beberapa jam lalu ternyata membuahkan hasil, demamnya kian menurun walaupun nyatanya pusing dikepalanya belum mereda sepenuhnya

Dokter memberitahu dia terkena tifus, dan itu cukup membuat Ibu khawatir. Tadinya Wildan disarankan untuk rawat inap sekalian mendapatkan infus karena kekurangan cairan, tapi Wildan bersikeras menolak sampai ngancem mau pulang sendiri

Entah, Wildan tak begitu suka dengan area rumah sakit, klinik, dan sebagainya. Sebab akibat dia sering menunggu keluarganya disana berhari-hari dulu

Dikamarnya yang hanya ada cahaya remang-remang, Wildan tak sendirian disana. Saat menoleh ada mas Hesa yang lagi tidur disebelahnya, Mahesa memilih menemani Wildan dan tidur dikamar yang sama, supaya jika Wildan membutuhkan sesuatu, Mahesa bisa langsung membantu.




MA'RUF | Yang JungwonWhere stories live. Discover now