senja dilangit jingga

981 116 35
                                    

Dulu pernah sekali saat ditengah malam terang, ditemani dengan gemerlap bintang yang membentang luas. Hati yang semula kalut dengan rasa takut bisa ditenangkan dengan kata-kata sederhana dari sosok yang sedari dulu Wildan jadikan panutan

Saat anak-anak lain bisa belajar mengenal jati diri lewat sosok Ayah, mungkin anak seperti Wildan belum diberi kesempatan untuk itu. Tapi tak merasa kecil hati dengan semua garis takdir yang dibuat untuknya, Wildan bangga punya mas Mahesa disisinya

Saat itu Wildan tanya "Mas Hesa pernah merasa kesepian gak? Apa mas Hesa juga pernah mikir kalau hidup ini tuh gak bermakna?"

Mahesa melirik Wildan dari ekor mata "Itu lumrah orang rasakan Wil, dan ada baiknya kita melihat ke sekeliling, masih ada orang disamping kita, tertawa, berbicara, dan juga interaksi lainnya. Merasa sepi itu wajar, tapi juga gak bisa dibuat berlarut-larut"

Wildan mengangguk "opsi yang kedua, menurut mas Hesa gimana?"

Mahesa terkekeh "kenapa pertanyaannya gitu? Didunia ini Tuhan menciptakan segala sesuatu semuanya berharga, apalagi manusia yang diberi akal juga pikiran yang begitu sempurna, debu pun juga berharga untuk tayamum kan"

"Sama layaknya hidup Wil, gak ada istilah hidup yang gak bermakna ataupun gak berguna, memahami sesuatu itu gak cukup dari satu sisi, kamu juga perlu liat sisi lainnya. misal, kamu berfikir, hidup kamu gak berguna, gak berharga juga, padahal orang disekitar kamu nganggepnya hidup kamu itu jauh lebih berarti daripada dunianya, hidup kamu yang paling utama dibandingkan dengan apa yang dirinya punya"

Dari situlah arah pandang Wildan jadi berbeda dari sebelumnya, kadang saat dirinya dirundung rasa kesal luar biasa, Wildan seolah menyalahkan takdir dan keadaan

Lingkungan yang kadang-kadang tak berpihak padanya, Wildan akui dulu dia begitu nakal. Walaupun sebenarnya kenalan batas wajar saat usia sekolah dasar. Tapi beberapa orang bahkan mengecap nya anak berandalan. Tapi sekarang, bisa Wildan pastikan dirinya sendiri akan mencoba lebih baik.

Anak kecil yang dulu nakal dan menyebalkan itu InsyaAllah kini akan memperbaiki diri, tangannya yang biasanya digenggam untuk ditenangkan, kini mencoba untuk menggenggam tangan keluarga nya ketika menghadapi segala kesulitan. Bahunya juga sebisa mungkin siap untuk menjadi sandaran

Wildan merasa dirinya hanya remaja biasa yang masih belajar banyak hal, menjadi anak muda yang masih bergantung kepada orang tua, selalu mengikuti arus jaman dan sebagainya.

belajar banyak hal dari orang sekeliling nya, bagaimana rasa syukur dan tabah itu membuatnya belajar memperbaiki hati dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri

Punya Ibu dan kakak perempuan yang begitu menyayangi nya selama ini, apalagi yang Wildan tak syukuri.

Kakak perempuan yang akhirnya membangun keluarga kecilnya dengan sosok laki-laki yang sejak dulu mengajarinya apa arti keberanian. Wildan merasa begitu bersyukur pada akhirnya kakaknya berjodoh dengan orang yang dia anggap sebagai panutan selama ini

Bahkan tak pernah terbesit sebelumnya, dirinya dengan tekad berani menjadi wali nikah kakaknya saat itu, moment yang begitu melekat di ingatannya sampai kapanpun, saat dirinya dengan berani menjabat tangan Mahesa dan mengucapkan kalimat sakral ijab qobul dengan begitu lantang.

Dalam hati Wildan begitu bangga bisa menjalankan tugasnya itu dengan lancar, saat Bapak sudah tak lagi berada disisi, nyatanya Wildan mampu menjadi wali nikah kakaknya dengan penuh berani

Wildan pernah berjanji akan membelikan keponakannya mainan lucu-lucu. Saat dulu kakaknya menabung uang jajannya demi sebuah mainan sederhana untuknya, kini Wildan akan melakukan hal yang sama

MA'RUF | Yang JungwonWhere stories live. Discover now