sekelebat kisah lama

172 49 6
                                    

Malam itu awan mendung sedikit menyelimuti, membawa hawa sejuk yang mampu menepikan hawa gerah sebelumnya.

Selepas magrib Zain masih disana, duduk diteras rumah Wildan dan menelisik kedepan, dimana kediaman Mahesa tampak pintunya tertutup

Awalnya Zain juga sungkan berlama-lama, tapi Wildan juga kekeuh menegaskan "udahlah mas, gakpapa, anggap aja keluarga sendiri. Kayak sama siapa aja" Katanya, yang justru Zain merasa berkali-kali lebih tak enak hati. Mau kerumah nya Mahesa walaupun cuma tinggal menyebrang, nyatanya Mahesa juga memilih pulang dirumah Ajeng dulu.

Keduanya duduk, ditemani dua cangkir teh hangat. Mahesa masih nampak diam, begitupun Zain. Sedangkan Wildan ataupun Ajeng memilih menepi, tak mau ikut serta ditengah keduanya

"Gimana sekarang? Kuliahmu lancar?, pak Le' semakin membaik juga kan?"

Setulus hati Zain langsung tersenyum sambil mengangguk "alhamdulillah baik mas, kuliahku lancar, ya walaupun kadang bikin kliyengan, Ayah juga kian membaik"

Sengaja Mahesa tak menyinggung soal masalah keuangan. Mahesa lebih memilih tak mau membuat Zain merasa tersinggung atau canggung. Jika Mahesa ingin membantu, secara terbuka dirinya akan langsung bicara, sekarang biarkan Zain berkutat dengan tanggungjawab baru, yang Mahesa yakini cukup berat buat adik sepupunya itu

"Jangan simpen semuanya sendiri Zain, kalau butuh cerita atau bahas sesuatu, masih ada mas yang bisa dengerin"

Mahesa menghela nafas dalam "kadang keadaan berubah terlalu cepat, pundak kamu kudu kuat. Mas yakin kok gak ada manusia diuji lebih dari apa yang dia mampu"

Mendengar itu rasanya dada Zain ikut sesak. Sudah lama dirinya ingin mendengar kata semangat seperti ini dari mas Mahesa. Ingin rasanya sekali-kali dirinya mengeluh dan meminta pendapat mas sepupunya.

"Rasanya aku malu mas, mengenang masa lalu Ayah yang memperlakukan mas sebegitunya. Tapi sekarang tanpa bantuan mas Hesa, aku sekeluarga juga gak bisa apapa"

Bukannya Zain menjelekkan ataupun mengulik masalalu kelam yang jujur coba Mahesa lupakan. Mau bagaimana pun Zain tetap sadar, kalau ayahnya selama ini menjadi alasan utama keluarga besar mereka seperti tak ada ikatan apapun

Mahesa jadi teringat masalalu yang jelas melukai perasaan nya selama ini. Sebagai anak laki-laki yang dirawat seorang nenek, apa sih yang Mahesa minta? Cukup diberikan kesehatan untuk nenek agar selalu menemani dirinya disaat tak ada orang tua.

Setulus hati Mahesa merawat nenek dengan senang hati, mencari nafkah dan menjadi cucu laki-laki yang berbakti. Sebisa mungkin Mahesa membalas jasa nenek yang sudah merawatnya sedari kecil, menyekolahkan sampai jenjang sarjana, dan memberi kasih sayang tanpa meminta imbalan apapun dari cucunya, selain jadi anak baik yang manut sama orang tua

Nenek masih punya anak kandung laki-laki, yakni Ayahnya Zain alias adik dari ayahnya Mahesa. Tapi apa? Angan-angan nenek sebagai orang tua, mau diperhatikan anak kandung nya sendiri tapi sulit nya luar biasa. Nenek juga seorang Ibu, yang ingin diperhatikan dan dijenguk anaknya sesering mungkin, tapi apa daya, selalu ada alasan tak masuk akal yang membuat nenek akhirnya menyerah.

Sampai dimasa sulit, kesehatan nya lambat laun mulai berkurang, nenek masih berharap akan belas kasih anak nya, sampai akhirnya ketetapan yang Maha Kuasa atas nyawa seseorang tak bisa dihindari lagi. Sampai akhir hayat, Ayahnya Zain tak bisa menemani orang tuanya sendiri sampai akhirnya wafat

Semua kemarahan masalalu, ataupun keserakahan atas materi, kini semua keadaan dibalik dengan begitu kejamnya. Mahesa yang selalu dijadikan biang keladi, nyatanya Mahesa juga yang paling depan membantu

Anak laki-laki yang sejak remaja selalu dapat cacimaki oleh Pak Le' nya sendiri, anak laki-laki yang keberadaannya dianggap benalu, dan anak laki-laki yang serba salah itu. Kini berdiri paling depan dan mengulurkan tangannya dengan sukarela untuk meringankan beban berat Pak Le' saat dirinya harus menerima kenyataan pahit, karena penyakit stroke yang membuat nya yang semula merasa berkuasa, kini menjadi tak berdaya

Mahesa yang semula diwanti-wanti karena akan menjadi orang yang hanya menghabiskan materi peninggalan nenek. Kata-kata kurang ajar itu sampai membekas sakit dihati Mahesa kapanpun itu, Mahesa hanya berani menempati rumah, dan harta benda berupa tanah atau apapun itu Mahesa sampai tak berani mengutak-atik nya. Ikhlas Lillahi Ta'ala Mahesa menemani nenek selama ini.

Pada kenyataannya harta berupa peninggalan tanah, Mahesa jual untuk pengobatan Pak Le' juga. Dan memang memenuhi hukum waris keluarga

Kembali pada Zain yang diam-diam tak mampu berbicara lagi. Anak laki-laki yang biasanya tinggal terima beres soal uang jajan dan biaya pendidikan. Sekarang bahunya berat karena semuanya berubah dalam satu waktu

"Jangan sampai seorang anak punya penyesalan paling berat pada orang tua Zain. Disayang, dirawat, dan dijaga baik-baik. Kejadian masalalu biar jadi pembelajaran buat kita semua"

"Dulu nenek selalu nanyain kamu sama adikmu setiap akhir pekan. Ditunggu nya setiap hari ahad kalian akan menemui nenek" Mahesa tersenyum simpul "nenek selalu nyisihin uangnya sebagian buat dikasih ke cucu-cucunya saat datang berkunjung. Kadang juga sengaja masak sesuatu yang kalian suka, biar cucu-cucunya bisa makan disana dengan beliau"

"Tapi nenek sering kecewa ya mas, pas ternyata aku gak dateng ke sini sama Ayah? " Zain berkata jujur

Dengan tenang Mahesa menjawab "gakpapa, nenek selalu legowo, beliau gak pernah bosen tiap ahad nunggu kalian menjenguk. Sampai kamu beranjak SMA dan setiap libur selalu kesini sendiri. Disitu nenek tiap malam bahagiaaa banget, mas Hesa tiap ahad libur kerja aja selalu disuruh kepasar dulu pagi-pagi buat belanja. Katanya nenek mau masakin cucu ganteng nenek nanti, kamu tolong belanja ya nak" Sontak Mahesa ketawa sampai meragain kebiasaan nenek saat itu

"Dikira cucunya yang ganteng cuma Zain doang apa ya?" Guyon Mahesa, yang akhirnya membuat Zain ikut tertawa lepas

Bahu Zain ditepuk pelan "ngeluh gak papa, yakinin hati sambil terus berdoa. Semua masalah memang gak seharusnya dipendem sendiri, selagi mas Hesa masih disini. Kita bicarain semuanya sama-sama, kita cari solusinya bareng-bareng. Tempat ternyaman untuk pulang dan mengadu itu keluarga" Katanya

Menengok kebelakang, Mahesa reflek berdiri saat disana ada Ibu yang tengah menggendong Fafa. Disamping nya ada Wildan yang tampak diam sambil menyunggingkan senyum.

"Bener apa kata Mas mu Zain, seberat apapun jika dipikul bareng dengan keluarga. Bebannya tak akan seberat saat sendirian" Setelah mengatakan itu, Wildan dari samping turut memeluk Ibu, dengan Fafa yang masih berada di tengahnya "Sayang Ibu banyak-banyak" Kata Wildan yang lantas mencium pipi Ibu

"Lagi pada berpelukan, ikuuut" Sahut Ajeng dari belakang yang langsung ikut mendekap adik juga Ibu dan sikecil Fafa

"Sehat selalu, bahagia juga, nurut sama orang tua, kalian semua anak-anaknya Ibu. Semua saling menyanyangi dan menjaga, tugas orang tua itu mendidik dan membimbing anak-anaknya, nanti disekolah diambil alih sama bapak ibu guru. Kalau dinasehati didengerin, kalau ditegur jangan suka ngambekan"

"Tuuuh didengerin apa kata Ibu, kalau dinasehatin tuh jangan suka ngambekan. Si Wildan nih begini kebiasaannya" Tutur Ajeng sambil nyubit pipi adeknya greget

"ADUHHH... FITNAH, FITNAH, YEE MANA ADA AKU BEGITU? Bohong itu" Nyolot Wildan ngebantah

Ajeng, Mahesa, juga Zain ngakak barengan

"Orang tua kadang punya caranya sendiri buat nge didik anak-anaknya. Maaf juga kalau misalnya Ibu punya salah" Sambung Ibu

Gantian, pipi sebelah kiri Ibu dikecup Ajeng singkat. "Maafin anak-anak Ibu juga kalau ada salah"

"BERPELUKAAAAANNN"

Fafa yang lagi-lagi mau diapit ditengah kini menyuarakan suaranya "Wawawaa" Katanya, sambil menarik hijab mamanya minta untuk ikut

"Adek takut kegencet ya? Sini dipeluk lagi biar penyet dek Fafa nya hahahaha" Usil Wildan yang semata-mata cuma becanda

Wildan memeluk Ibu erat. Sedangkan Fafa ikut mamanya, keduanya didekap Mahesa pelan ditoel nya pipi chubby Fafa lalu dikecup nya singkat, begitu juga dengan pipi Ajeng

Melihat Zain yang hanya termenung sendirian, Wildan akhirnya menghampiri "mas Zain mau dipeluk juga nih kayaknya, biar gak iri. Cini cinii" Goda nya

Wildan mendekat dan Zain yang sebelumnya sudah ancang-ancang mau menghindar. Wildan yang kumat jailnya langsung nemplok aja ke Zain tanpa aba-aba, langsung keduanya heboh dan berakhir nyusruk kejengkang berdua. Bukannya menyesal, Wildan malah ketawa sejadi-jadinya, begitu juga dengan Zain yang tak segan menjitak Wildan karena lelah akan kelakuannya.



_________

MA'RUF | Yang JungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang