Bab 16 Membuat sebuah topeng dalam diri

1.9K 157 13
                                    

Suara tawa mengintrupsi jika ruangan tersebut dipenuhi dengan candaan. Terkesan lebih banyak orang saat Arsean dan Zea kembali dari kamar mandi. Sesosok tak asing menyapa pandangan Sean. Mereka menoleh mendengar suara ketukan sepatu yang mendekat. Iriana dengan senyum lembutnya mendekat.

"Sudah ke kamar kecilnya?" tanya Iriana berdiri di belakang Sean karena Zea menghadap belakang masih berada dalam gendongan papanya.

Iriana tersenyum lebih lebar saat mendapat anggukan singkat dari putrinya. "Ayo duduk sama mama." ajak Iriana.

Arsean menurunkan Zea dari gendongannya, mendudukan putrinya tepat disamping mamanya yang masih saja tersenyum lebar. Kecupan singkat Sean berikan di pipi putrinya sebelum beranjak duduk di sofa yang masih kosong.

"Perkenalkan saya Roy Harrison." Pria di kanan Sean memperkenalkan diri dengan ramah.

"Saya Arsean, Arseano Edarno Agarma." balas Sean dengan ramah pula.

"Arsean, Perkenalkan juga putra dari Roy." kata Sarika membuat Sean menoleh diikuti mata Zea yang mengikuti arah tunjuk Utinya.

Dua orang pria tersebut memperkenalkan diri dihadapan papanya. Zea menyerngit kala merasa tidak asing dengan salah satu dari mereka.

"Saya Rafael Stefano Harrison kakak dari Gafri." pengenalan dari seorang pemuda dengan senyum manisnya menatap ramah Sean lalu menoleh menatap tepat mata Zea yang tengah mengerjab kaget, sedikit terkekeh melihat raut lucu dari Zea.

"Saya adiknya Kak Fael, Gafriel Javier Harrison. Biasa dipanggil Gafri." Arsean mengangguk mengerti.

"Sepertinya kita pernah ketemu?" tanya Sean masih tersenyum ramah.

"Ahaha, iya om. Saya kira om lupa." ucap Gafri dengan tawanya.

Semua yang tidak mengerti kapan mereka bertemu saling pandang dengan wajah berkerut, kecuali Zea.

"Saya belum setua itu, Gafri." kata Sean menimpali ucapan Gafri dengan candaan.

"Hehe, bercanda om." jawab Gafri menyengir.

"Memang pernah bertemu dimana?" tanya Roy yang penasaran.

"Di sekolah Gafri, Pi." jawab Gafri menoleh ke arah sang ayah.

"Zea nya satu sekolah?" tanyanya lagi.

"Satu lingkup sama sekolah putri saya." timpal Sean.

"Dunia itu sempit ya." cetus Pandu sembari tertawa.

"Bukannya Zea masih SMP ya?" tanya Fael penasaran.

"Iya,masih SMP, masih kecil." Zea mendelik mendengar gurauan Jothen.

Lantas semua ikut tertawa melihat raut sebal Zea yang menurut mereka lucu.

"Waktu itu gak sengaja bertemu di pelataran sekolah waktu saya jemput Zea." jelas Sean menatap satu persatu wajah yang penasaran.

"Uncle Miko nya kemana, biasanya sama uncle kalo ga sama mba." ucap Iriana melihat putrinya.

"Lagi marahan ya, dek. waktu itu." Zea mengalihkan ke papanya yang masih tersenyum.

"Marah kenapa dedek?" Zea semakin menekuk wajah saat neneknya ikut menanyai nya.

"Zea sebel sama papa." jawab Zea seadanya.

"Sebel kenapa sih cucu uti?" Sarika ikut bertanya.

"tanya papa saja uti."

gelak tawa menghiasi siang hari itu. Berbincang santai dengan maksud mendekatkan diri dengan orang asing yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarga ini. Berusaha menghormati dan menerima akan dilakukan Zea. Melihat mamanya tersenyum walau dalam hati rasa tidak ikhlas menyeruak, otaknya seakan berkata jika mama nya akan berubah saat memiliki keluarga baru.

A Piece Of ZEA'S MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang