Bab 14 Sebuah pesan penambah LUKA

1.9K 171 5
                                    

Azeera membaca pesan singkat dari mamanya. Entah apa yang ada dipikirannya tapi hatinya terasa tidak nyaman. Zea memberikan ponsel itu kepada sang pemilik, mba Alin. Zea memang tidak memiliki ponsel pribadi yang bisa ia bawa sendiri. Papa memang memberikan ponsel tapi itu diserahkan pada Mba Alin untuk dikelola hanya sebatas menerima pesan atau telefon baru Zea bisa memegang ponsel, selebihnya Azeera tidak bisa menghabiskan waktu dengan bermain ponsel.

Mobil hitam mewah yang ditumpangi Azeera berhenti tepat di halaman pelatihan kuda. Mba Alin memang sudah menentukan jadwal harian untuk Zea, termasuk semua aktivitas diluar. Beberapa hari yang lalu terdapat pesan dari Uncle Jeff yang merupakan salah satu asisstant kakeknya, mengajak Azeera untuk berkuda bersama atas perintah dari Jothen Agarma, kakek Zea. Setelah bertanya terlebih dahulu kepada sang nona, barulah Mba Alin menerima tawaran tersebut.

Uncle Miko membukakan pintu mobil untuk Zea, sambutan dari assistant sang kakek menjadi pemandangan pertama saat Azeera menginjakkan tempat pelatihan ini. Banyak bodyguard yamg berjejer rapi di samping mobil ataupun tempat pelatihan tersebut.

Azeera mengikuti kemana assistant sang kakek menunjukkan Arah, sampai akhirnya ia bertemu dengan kakeknya. Pelukan hangat menjadi sapaan pertama dari Zea untuk kakeknya. Setelah berbincang ringan mereka melakukan aktivitas yang direncanakan. Berkuda dengan kuda masing-masing. Mungkin dengan ini dapat meringankan beban di kepala Azeera.

Setelah hampir 1 jam lebih bermain dengan kuda-kuda itu. Akhirnya sang kakek menyudahi kegiatannya. Mengajak cucu perempuan kesayangannya untuk makan siang di sebuah restoran berbintang lima. Restoran dengan arsitektur mewah, pelayanan yang berkelas dan tentunya hanya orang berdompet tebal yang dapat menginjakkan kaki disana.

Kedatangan tuan besar Agarma tentunya sudah dikonfirmasi oleh assistant dari kakeknya. Baru saja mereka memasuki restoran, para pelayan, manager bahkan pemilik restoran sudah berjejer rapi membentuk sebuah barisan layaknya seorang abdi negara. Sapaan hangat Zea terima dengan senyum manis. Mereka mengarahkan Zea dan kakeknya untuk menempati tempat yang sudah disiapkan.

"Selamat menikmati tuan Jothen dan nona muda Azeera." ucap sang pemilik restoran.

"Terima kasih." suara lembut Zea mengalun membalas perkataan sang pemilik restoran. Sedangkan kakeknya hanya memandang datar.

Mereka mulai menikmati makan siang dengan tenang sesekali diselingi obrolan berasal dari Azeera dan kakek nya yang menanggapi. Jothen telah menghabiskan makanannya terlebih dahulu, ia diam menunggu cucunya agar menyelesaikan makannya.

"Sudah?" tanya kakeknya. Walaupun terkesan datar dan tak peduli tapi dari sorot mata kakeknya, Zea tahu jika kakeknya menatapnya penuh cinta dan sayang. Inilah kakenya yang akan berubah sikap disetiap tempat yang beliau singgahi.

"Iya sudah, kek." jawab Zea sopan setelah mengelap mulutnya.

Kakek Zea melirik ke belakang tepatnya ke arah Uncle Jeff yang sedari tadi berdiri tegak dari tempat yang sedikit jauh dari tempat kami. Uncle Jeff yang peka, segera mendekat dan menyerahkan sebuat tab pada papa kakeknya setelah sebelumnya di utak-atik dengan jemarinya.

Zea membaca kalimat yang tertera pada gambar yang diserahkan kakeknya. Memandang diam tanpa ekspresi, hanya kedipan mata menghalau rasa panas pada kedua matanya. Zea menegakkan badannya kembali, menatap sang kakek yang juga menatapnya dengan sorot khawatir. Zea tersenyum lembut pada kekeknya.

"Adek bakal datang, kek." ucap pelan Zea dengan senyum tanpa disadari tatapannya mengembun. Sesakit inikah? Saat hati kalian dipatahkan oleh harapan pada orang tua sendiri. Bahkan Zea tak bisa untuk bagaimana mengekspresikan hatinya. Rasanya sudah tak mampu untuk di jabarkan. Terasa kosong seolah tenggelam dalam jurang kegelapan.

A Piece Of ZEA'S Memoriesحيث تعيش القصص. اكتشف الآن