Chapter 18 - Perkara Cobek

61 23 5
                                    

          Richard

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Richard

Ini adalah senja pertamaku bersama Nevara. Gadis itu cantik dengan rambut yang diikat sebagian. Dengan kemeja flanel berwarna coklat muda dengan lengan yang digulung membuat sisi manisnya memancar seperti susu coklat. Tak lupa wanita itu mengenakan celemek yang begitu pas di badannya.

Nevara sedang memanggang dua potong ayam bakar dengan telaten. Ia membolak-balikan potongan ayam tersebut dengan kecap menggunakan sebuah kuas. Harumnya ayam yang sudah hampir matang itu membuat perutku keroncongan. Apalagi saat ini aku sedang menumbuk sambal matah. Sudah membayangkan betapa cocoknya perpaduan antara ayam dan sambal apalagi ditambah nasi yang masih mengepul rasanya pasti enak.

"Sudah matang ayamnya!" Nevara berkata dengan riangnya sambal memperlihatkan ayam bakar tersebut yang rupanya sudah di plating dengan baik.

"Ini juga sambalnya udah jadi," aku menirukan hal yang sama, mengangkat ulekan ke atas. Niatnya pamer tapi justru membawa petaka. Karena sambal matang yang tadi di siram minyak membuat tangan dan cobeknya lepas dan mengenai kakiku. Meskipun terbuat dari kayu rasanya sakit. Jangan lupakan juga jerih payahku yang sudah susah-susah untuk membuat sambal tersebut.

"Sakit!" tentu saja aku mengaduh kesakitan. Kakiku langsung merah dan terasa perih walau tidak berdarah. Wajar saja sambal matah tersebut baru saja disiram minyak panas.

Nevara dengan sigap membawaku ke sofa ruang tengah, tanpa banyak bicara banyak ia dengan cekatan membawakan obat, membersihkan lukaku dan membalutnya dengan perban.

"Maaf yah cobek jadi patah," aku tak berani menatap Nevara karena malu. Tadinya aku ingin memperlihatkan padanya bahwa aku juga bisa. Memang aku bisa, ikut bisa menghancurkan.

"Cobek bisa beli lagi. Tapi yang aku takutkan adalah penanganan luka ini. Tidak semua kategori luka itu harus berdarah. Justru kadang aku lebih takut jika tulang retak karena tadi jatuhnya cukup keras. Apa Kita ke rumah sakit aja?" dia berkata seperti itu sambal merapikan alat P3K ke dalam kotaknya kembali.

"Nanti dulu...aku ga kuat buat bangun, kakiku masih ngilu. Aku pengen makan aja," Nevara mengangguk dan membawakan ku sepiring nasi dan ayam bakar buatannya.

"Kamu bisa makan sendiri? Apa perlu...a-ku suapin?"

"Maulah! Kapan lagi aku disuapin bidadari."

Demi tuhan aku melakukan hal tadi tentu saja tidak sengaja. Tapi selalu ada hikmah yang berarti disaat itu mendapatkan sebuah cobaan. Contohnya ya ini. Aku melahap suapan dari Nevara yang memakai tangannya langsung untuk menyuapiku. Ini adalah hal ternikmat. Seperti sedang dimanjakan oleh istri sendiri. Apalagi didukung oleh suasana senja temaram yang terlihat dari jendela besar balkon apartemen. Dalam suasana yang mulai hening, Nevara membuka suara.

Aku sedikit geli melihat diriku yang bisa bermanja-manja seperti ini dengan Nevara. Tangan Nevara kecil sedangkan mulutku terbuka lebar. Tentu saja yang masuk ke mulutku yang besar itu tidaklah cukup. Sehingga makanan tersebut dengan mudah cepat habis. Aku ingin juga melakukan hal yang sama kepadanya. Setidaknya dia juga harus makan. Tapi jika dipikir-pikir lagi mungkin akan terjadi kebalikannya. Tanganku yang besar dan mulut Nevara yang kecil. Mungkin dia akan makan lebih lama karena suapanku terhadap mulutnya besar-besar.

Hopeless Romantic [PRE ORDER NOW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang