Chapter 11 - Tiket Ke Surga

103 34 3
                                    

 Nevara sebenarnya agak sedikit ketakutan saat ia hendak memasuki kawasan tempatnya bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Nevara sebenarnya agak sedikit ketakutan saat ia hendak memasuki kawasan tempatnya bekerja. Haruskah ia mempercayakan penyelesaian masalahnya pada Richard. Baiklah, akan lebih bagus jika Nevara terlihat lebih tenang menghadapi semuanya. Jika ia menghindar bukankah artinya ia membenarkan perkataan orang-orang disekitarnya. Sebenarnya Nevara sedikit ketakutan karena ia belum memiliki teman sama sekali yang mungkin akan membelanya. Sama halnya dengan Masen yang terlibat perihal rumor ini.

Ngomong-ngomong tentang pria yang belum terlihat batang hidungnya itu membuat ia sedikit khawatir. Apakah pria itu baik-baik saja, karena mungkin Richard mengancamnya dengan cara yang berbeda. Kemudian Nevara menggelengkan kepalanya. Ayolah, ia terlalu berpikir kejauhan.

Setelah Richard pulang dari apartemen Nevara, wanita itu tiba-tiba terpikirkan beberapa hal yang berseliweran di dalam otaknya. Sebenarnya Nevara sedikit menghindari pergaulan dengan orang-orang seperti Richard yang memperlihatkan kekuasaannya dengan cara bertindak sewenang-wenang seperti ini. Bukankah pria itu terlalu mengambil langkah awal yang membuat Nevara justru semakin menjauh.

Richard terlalu percaya diri sebagai seorang pria. Bukan berarti Nevara menginginkan pria yang mudah insecure hanya saja tolong bersikaplah dalam batas wajarnya. Hanya saja Nevara yakin Richard tidak menyukai kedekatannya dengan Masen sehingga ia cemburu mungkin. Tapi bukankah cemburu hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang tidak percaya diri. Hanya satu yang Nevara harus lakukan saat ini adalah menjaga jarak dari Massen dan menyambut Richard dengan tangan terbuka agar semuanya aman. Semoga ini berlaku untuk sementara waktu.

Nevara tidak ingin di awal langkahnya berkarir di tempat baru mendapatkan konflik yang membuatnya harus mencari tempat baru lagi dan meninggalkan tempat tersebut dengan image yang buruk. Gadis itu menghembuskan nafas panjang seolah pasukan udara di dadanya kosong dan perlu diisi penuh.

Satu hal lagi yang perlu Nevara pastikan tentang Richard. Mengapa bisa ia menjadi anggota Komite Sekolah. Padahal jabatan itu biasanya diberikan untuk orang tua atau wali murid disekolah ini. Jangan katakan bahwa sebenarnya Richard telah memiliki seorang buntut. Ya ampun...setelah ia pernah menelan kecewa akibat Masen yang ternyata sudah berdua, Nevara jadi takut bila ia jatuh hati pada milik orang. Maksudnya terlepas apakah Richard adalah keluarga kalangan politikus tapi bukankah keluarga Nevara yang memiliki sekolah ini. Jadi tugasnya saat ini adalah mencari tahu kelemahan Richard. Agar sewaktu-waktu pria itu berani mengganggu dirinya, maka ia juga memiliki senjata untuk menyerangnya kembali.

Padahal jika Richard bisa baik-baik caranya untuk mendekati Nevara mungkin tidak usah serumit ini. Wanita itu hanya membutuhkan sesuatu yang simpel dan dibumbui oleh sebuah kerealistisan dan dibalut dengan cinta. Tapi mengapa rasanya diantara Richard maupun Masen yang kini hadir ditengah-tengah dirinya justru membuat konflik perang batin yang tidak diinginkan oleh dirinya.

Saat memasuki koridor tiba-tiba saja terdengar sebuah pengumuman bahwa seluruh siswa diharuskan memasuki aula karena akan ada pengumuman penting mengenai Study Tour. Sebagai orang baru tentu saja Nevara tidak mengetahui hal tersebut. Apakah ia akan diajak atau tidak, ia juga tidak tahu. Jika sudah seperti ini bukankah lebih bagus. Jadi ia tidak perlu mengajar dan menghadapi para murid yang notabennya menjadi fans Masen. Setidaknya perhatian mereka teralihkan bukan.

Saat melangkah untuk menaiki tangga ke lantai dua ia melihat seorang anak berusia lima tahun sedang menenteng box mainan miliknya. Ia kira anak itu sedang bermain, tapi justru ia terlihat sedang bertransaksi dengan teman-teman yang melebihi usianya. Bocah TK itu sepertinya sedang menjual mainannya kepada anak SD. Nevara jadi bingung, memangnya anak sebesar itu sudah pintar bertransaksi kah. Karena kebanyakan anak seusianya mungkin mengenal uang sebagai alat transaksi, namun dapatkah ia menghitungnya dengan tepat dan tidak merugi.

Kemungkinan terburuknya adalah anak itu bisa dimanfaatkan dan mendapatkan perundungan. Karena bisa saja ada anak yang menginginkan mainan tersebut tanpa membayar. Apalagi harga mainan tersebut tentu saja tidak pada kisaran uang jajan anak-anak.

Niat hati Nevara masuk ke ruang guru jadi terhenti karena masih mengamati anak laki-laki yang tubuhnya kecil dan rambutnya sedikit pirang. Jangan lupa matanya yang sipit dan kulitnya yang cukup putih. Seragam yang dikenakannya saja seperti kebesaran tapi justru hal itu yang membuatnya gemas.

Setelah transaksi mereka selesai dilakukan, anak itu menghitung uang dan menghitung kembali mainannya sambil duduk di anak tangga terakhir. . Nevara kemudian ikut duduk di sampingnya. Anak itu mendongkak dan menatap Nevara dengan kedipan kecil yang membuatnya benar-benar terlihat lugu. Kemudian ia melihat name tag yang terukir di dadanya, Tristan Raihan Andarichard. Membaca namanya saja mengingatkannya pada seseorang. Anak itu kemudian menawari Nevara mainan yang sedang ia bawa. Disana ada kertas lalu ditulis dengan spidol berwarna biru bertuliskan Rp, 20.000.

"Maukah ibu membeli mainan ini untuk anak atau keponakan ibu di rumah?"

"Ibu tinggal sendiri di sini. Ibu juga belum memiliki anak," kemudian Nevara ambil salah satu mainan mobil-mobilan transformers yang berwarna silver. Nevara yakin anak-anak yang sekolah disini pasti anak-anak yang mampu. Lalu kenapa anak itu menjual mainannya sendiri disaat biasanya anak-anak seusianya mengamuk menginginkan mainan pada orang tuanya.

"Ibu akan membelinya satu kalau begitu. Tapi kamu harus menjawab pertanyaan ibu dulu," kemudian Nevara keluarkan uangnya yang berada di dalam dompet. "Untuk apa kamu berjualan. Mamam dan Papamu pasti memberikanmu uang jajankan?" tapi yang didapatkan Nevara adalah sebuah gelengan kecil,

"Memangnya orang tuamu kemana?" Tristan hanya menjawab dengan mengangkat tangannya ke atas dan menunjuk ke arah awan. Nevara sedikit terkejut. Jadi anak ini orang tuanya sudah tidak ada.

"Lalu uang dari hasil kamu berjualan untuk apa?"

"Naik pesawat biar bisa nyusul Mama dan Papa ke surga," Nevara merasakan hatinya begitu sesak. Seolah ia melihat miniatur dirinya dalam sosok anak itu. Nevara kecil dulu juga begitu. Yang Nevara tahu dulu bahwa orang tuanya pergi ke surga sesuai dengan perkataan kakek dan neneknya. Tapi mulai semakin dewasa hal itu tidak terbukti karena tidak ada surat kematian orang tuanya dan tidak ada pula makam atas nama orang tuanya. Itu artinya mereka masih bernafas dan berkeliaran di muka bumi inikan?

Tanpa terasa air mata Nevara jatuh di kedua pipinya. Tapi tangan kecil itu mengusap air matanya. Lalu ia berkata dengan senyum lebarnya bahwasanya ia akan baik-baik saja. "It's okay Miss. Sekarang aku tinggal dengan Paman walaupun dia memintaku dengan panggilan Papa. Sebenarnya ia memberikanku uang jajan. Tapi rasanya ketika aku menabung hanya sedikit uang yang terkumpul. Jadi aku jual mainan dari pemberian pamahan Ichad," Sontak saja Nevara membulatkan matanya.

'Jadi dia anak angkat Richard?'

'Jadi dia anak angkat Richard?'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hopeless Romantic [PRE ORDER NOW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang