"Dari dulu perasaan aku gak pernah berubah, Raa." Gumam Zevan masih dalam posisi yang sama.

"Semuanya masih tentang kamu, gak pernah terganti." Lanjutnya,

Zarin membalikkan tubuhnya menjadi menghadap Zevan membuat tangan Zevan kini berada dipinggang gadis itu.
Wanita itu menatap lekat kedua manik Zevan.

"Apa yang bisa  bikin aku percaya kalo perasaan kamu masih sama?" Tanya nya, tatapan mereka begitu dalam.

Sibuk dengan pikiran masing-masing seraya saling menatap, keduanya seolah larut dalam suasana.

Zevan sedikit merunduk mendekatkan wajahnya pada wajah Zarin. Tatapannya tak sedikit pun beralih dari kedua mata indah milik wanita dihadapannya.

Wajah keduanya sudah sangat dekat. Bahkan masing-masing dari mereka sudah bisa merasakan nafas satu sama lain, Zarin seolah terkunci oleh tatapan memabukkan dihadapannya.

Pria itu semakin mendekatkan wajahnya, tatapannya beralih pada bibir pink ranum milik wanita dihadapannya. Zevan memiringkan wajahnya, sontak Zarin menahan nafas saat Zevan hendak mencium bibirnya.

Ting

Dengan cepat Zarin memalingkan wajahnya saat mendengar suara lift terbuka. Zarin berjalan mendahului Zevan sambil mengibas-ngibaskan tangannya kewajahnya yang terasa panas. Jantungnya turut berdetak sangat cepat.

Zevan terdiam di tempat, melipat bibirnya kedalam. Butuh waktu sedetik saja ia pasti sudah dapat merasakan manisnya bibir Zarin.

"Shit!" Umpat Zevan memukul udara frustasi lalu berlari mengejar Zarin yang sudah lebih dulu keluar dari lift.

Zevan berlari lalu dengan cepat meraih tangan Zarin yang hendak kembali turun ke lantai dimana ia bekerja. Ia lalu menarik tangan Zarin menuju ruangan lelaki itu,

"Wait Zevan!" Zarin memekik saat Zevan tiba-tiba menariknya.

"Zev,pelan-pelan," Zevan tidak menghiraukan teriakan Zarin.

"Zevan aku harus kerja,"

"Aku Bos-nya."

"Iya aku tau, tapi nanti kalau aku kena marah Pak Rendi gimana?"

"Aku marahin balik,"

Zevan menutup kasar pintu ruangannya membuat Zarin terlonjak kaget. Dengan gerakan cepat, Zevan mendekat membuat Zarin mundur, pria itu lalu memojokkan tubuh Zarin, mengungkung dengan tatapan tak terlepas pada kedua manik mata Zarin.

"Z-zev, ka-kamu-"

"Sstt, kamu udah bikin singa bangun." Gumamnya meletakkan telunjuknya dibibir Zarin.

"Hah?" Zarin sangat takut melihat ekspresi Zevan sekarang ini, ia tidak mengerti singa apa maksud Zevan.

Zevan mengangkat dagu Zarin menggunakan telunjuknya membuat Zarin menatap lekat kedua manik mata sayu milik pria yang kini mengungkungnya. Seolah terhipnotis Zarin hanya terpaku pada tatapannya.

Detik berikutnya Zarin merasakan benda kenyal berada dibibirnya, sontak ia membulatkan matanya berusaha menjauh kan tubuh Zevan. Tapi kekuatannya tidak sebanding dengan tubuh Zevan yang besar berotot.

Zevan menahan tangan Zarin dan sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menahan tengkuk Zarin agar wanita itu diam. Zevan melumat kasar bibir Zarin menggigit bibir manis itu membuat Zarin sontak membuka mulutnya. Zevan menyeringai lalu mulai memperdalam ciumannya. Menyesap setiap inci bibir yang selalu menggodanya.

Zarin kewalahan menghadapi Zevan yang tergesa. Ia juga hampir kehabisan oksigen, inginmemukul mukul dada Zevan agar melepaskan ciuman, namun Zevan menahan tangannya kuat. Zevan melepaskan pagutannya, saat sadar Zarin hampir kehabisan nafas.

Zarin meraup oksigen sebanyak mungkin, nafasnya terengah akibat ciuman kasar dari Zevan. Pria itu mengelap bekas air liurnya yang tersisa dibibir Zarin yang sekarang terlihat bengkak karena ulahnya.

Tanpa menunggu Zarin berpikir lebih jernih, Zevan memangku tubuh Zarin ala bridal style.

"Aaa!" Zarin memekik terkejut saat Zevan tiba-tiba menggendongnya, otomatis Zarin memeluk leher Zevan.

"Zev, Zev, lepasin!" Zarin memukul dada Zevan. Namun pukulan itu tidak berefek sama sekali.

Zevan menurunkan Zarin disofa, dengan cepat Zarin menegakkan tubuhnya saat merasa Zevan sudah menurunkannya. Zarin beringsut mundur dari Zevan.

Bukan apa-apa, jantungnya masih belum normal akibat Zevan tadi menciumnya secara tiba-tiba. Pipinya juga sudah cukup merah. Jangan sampai Zevan membuatnya semakin salah tingkah.

Zevan terkekeh, "Raa..."

Zarin memalingkan wajahnya, memandang kearah gedung gedung tinggi yang terlihat dari ruangan itu.

"Raa? Kamu marah?" Zevan sedikit khawatir jika Zarin marah karena dirinya tadi mencium wanita itu.

Hening, Zarin tak kunjung menjawab, Zevan semakin gelagapan.

"Raa? Aku minta maaf," Zevan ingin mendekat kearah Zarin.

"Stop!" Ucap Zarin membuat Zevan menghentikan pergerakkannya.

"Raa, maaf..."

"Diem disitu," Ucap Zarin menunjuk Zevan menghiraukan permintaan maaf darinya.

Zarin beranjak, melangkahkan kakinya menuju pintu, Zevan yang melihat itu semakin panik.

"Raa..."

"Raa kamu mau kemana?"

"Aku bilang diem, Zev." Ucap Zarin lalu membuka pintu melarikan diri dari sana dengan cepat.

"Damn!"

Zevan berlari mengikuti Zarin, ia benar benar takut jika wanita itu marah. Ia merutuki kebodohannya yang tidak bisa menahan keinginannya.

Zarin melihat kearah belakang, ia membulatkan matanya, ternyata Zevan mengikutinya.

"JANGAN IKUTIN AKU!" Teriaknya tak berhenti berlari.

Zevan mengacak rambutnya frustasi. Ingin terus mengejar namun takut Zarin semakin marah. Alhasil ia hanya menggeram saat melihat Zarin menaiki lift dan pergi darisana.

Sedangkan Zarin menyandarkan tubuhnya didinding lift. Ia memegang dadanya yang berdegup kencang. Nafasnya memburu akibat ia berlari. Ia masih terbayang ciuman Zevan tadi, membuat pipinya kembali memanas.

"Aku gak marah kok, Ayas. Cuman gak mau mati muda aja,"

☁☁☁☁☁





🥵🥵🥵

Done! Full Zevan dan Zarin 🙃
Pengen cepet-cepet End aku tuh 😬

Masih mau lanjut?

Komen next kalo mau😚

Vote dulu yaw!!!!

Makasih,
Lovyu badag💋

Makasih, Lovyu badag💋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LEORA ZARIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang