Bab 19

67 31 20
                                    

┍━━━━━━━━━━┑
Ternyata benar,
seseorang yang sedang
jatuh cinta memang sangat bodoh.
┕━━━━━━━━━━┙

****

Ares terjaga selama berjam-jam setelah tahu kebenaran pahit dari Giofani, benarkah salah satu dari mereka telah lakukan hal keji? Menukarkan teman sendiri demi kebebasan?

Lelaki itu mendengkus frustasi, memang masuk akal, kalau Ares ada dalam posisi bahaya antara harus berkorban atau mati maka dia juga lebih pilih untuk berkorban, dia mampu menjadikan orang lain tumbal agar selamat.

Hanya saja sungguh sial kalau dia termasuk salah satu mangsa.

Alice tak kunjung pulang sejak Ares menghubungi beberapa jam lalu, berulang kali dia membuka pintu kamarnya dan lihat sendiri betapa hampa sepetak ruangan tersebut, apakah butuh waktu lama untuk belanja di supermarket? Sampai berjam-jam.

Ares diam di kamar itu dengan pandangan lurus ke arah pintu, sungguh, dia sangat khawatir tapi apa haknya? Dia hanya sebatas teman biasa.

Sindiran keras Giofani masih sangat membekas sampai Ares merasa tersinggung, obsesi? Dia tidak terobsesi pada Alice, dia hanya menyukainya, kasihan sekaligus merasa kalau Alice pantas untuk dilindungi.

Gadis itu terlalu lemah secara fisik dan mental, mudah percaya, entah sudah berapa kali Alice terpedaya oleh orang asing atau teman-teman di sekitarnya. Kalau memang benar apa yang dikatakan oleh Giofani maka pantas bagi Ares untuk bertanya apakah Alice tahu tentang hal tersebut.

Namun Ares sudah berjanji pada Giofani.

Dia lihat jam di dinding sudah nyaris pukul dua belas malam, dia harus menelan ribuan duri tatkala gadis itu belum kembali meski pergantian hari akan datang.

Ponselnya tak bisa dihubungi.

Ketika jarum pendek tepat menyentuh angka yang sama dengan garis panjang kemudian detik kian terlewati, listrik padam secara tiba-tiba seperti tempo malam.

Dengan sorot mata tajam, Ares bangkit perlahan dari ranjang, lampu satu-persatu mulai kembali mengeluarkan sinarnya dan seluruh pemandangan berubah jadi nuansa festival malam seiring hawa dingin kian merambat.

“Sialan,” keluh pemuda itu pelan.

“Ares, apa kau baik-baik saja?”

Dia menoleh ke arah samping, lihatlah, betapa tidak tahu diri ekspresi wajah Alice setelah membuatnya khawatir? Dia masih bisa tersenyum tipis seakan lupa di mana kaki mereka berpijak. Tapi harus diakui kalau Ares merasa senang sedang senyumannya.

“Kenapa kau pergi tanpa mengajakku? Kau tidak boleh lakukan itu.”

Alice memutar bola mata, jengah, “Aku tidak pernah tahu kalau kau sangat khawatir padaku hanya karena pergi sebentar.”

Ares bergeming, tak terima dengan tuduhan tadi, “Sebentar katamu? Kau pergi selama enam jam. Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku, kau lewatkan informasi penting, kau juga berkata padaku kalau kau sedang sakit.”

Tanpa izin dia mendekat dan menyentuh dahi Alice dengan punggung tangannya, ternyata gadis itu baik-baik saja, tak ada hawa panas seperti yang dikatakan sore tadi, padahal Ares juga salah satu saksi rasa sakit gadis itu.

“Lihat, aku baik-baik saja.”

Jari-jari Alice terasa begitu dingin tapi sangat lembut saat menyentuh pelan tangan Ares di atas dahi, anehnya itu sudah mampu menyalakan api panas di pipi pemuda tersebut, dia salah tingkah dan langsung melepaskan diri.

“Sekarang beritahu, informasi penting apa yang sudah kulewatkan?” tanya Alice seraya mendekat, Ares jadi sulit berpikir jernih, padahal tadi sempat diledakkan oleh beribu macam emosi tapi sekarang lebur tak tersisa.

[TERSEDIA VERSI CETAK] Mother Goose's Circus (feat TXT - Taehyun)Where stories live. Discover now