Bab 11

68 35 24
                                    

┍━━━━━━━━━━┑
Saat masih kecil, Ibu selalu
berkata padaku bahwa menerima
pemberian orang asing tidak
selalu berakhir baik.

Karena itu aku tidak suka
pada orang dewasa yang tiba-tiba
datang berikan permen.
Namun aku justru tersenyum
saat menerima mawar.

Diriku yang sudah lebih dewasa
ternyata tak lebih pintar.
┕━━━━━━━━━━┙

****

Sontak Alice memeluk ponselnya, hawa dingin perlahan mengelilingi seperti selimut dari udara luar, dia menutup mata lantaran tak siap menghadapi rasa pahit jika nanti tiba-tiba muncul lagi di atas tanah lapang dari festival malam.

Padahal dia tidak tidur.


Sudah nyaris satu menit lampu tak kunjung nyala sedangkan hawa beku semakin bertiup menusuk kulit di balik piyama hitam Alice, benar-benar cocok dengan musim dingin di luar penginapan.

Secercah suara dari ponsel mengagetkannya sampai dia nyaris teriak, peluh keringat dingin langsung membasahi pelipis seiring jantung memompa cepat, ternyata itu adalah panggilan dari nomor asing.

Pasti Theo.

“Halo?” tanyanya begitu pelan.

“Selamat datang kembali, Alice.”

Ternyata memang benar panggilan misterius dari lelaki bernama Theo, sontak Alice mengepalkan tangan penuh amarah, dia sangat kecewa.

“Dasar pembunuh,” tuduhnya tanpa aba-aba.

Theo terkekeh pelan di seberang sana seakan tahu apa arah dari perkataan Alice, “Mengapa tiba-tiba kau mengatakan hal tidak masuk akal begitu? Pembunuh? Memang apa yang saya lakukan?”

“Kau sudah membunuh Belinda! Pasti kau juga bangga melihatku harus terjebak lagi di tempat entah-berantah dan sekarang semuanya terlihat sangat gelap. Aku takut.”

Suara berisik dari rumput atau barangkali Theo sedang melakukan aktivitas di sana terdengar jauh lebih besar daripada suara lelaki itu bergumam tak jelas, entahlah, Alice seakan merasa kalau saat ini Theo tidak sedang sendirian.

“Temanmu? Oh, jadi sekarang dia sudah mati? Ternyata Kak Brandon cepat sekali.”

Theo bahkan hanya merespon beberapa penggal kalimat dari Alice tanpa peduli kalau gadis itu kini membeku di tempat tak mampu bergerak.

Sontak dia semakin kesal, “Lihat? Kau sudah menduga hal ini akan terjadi, apakah kematian Belinda adalah hadiah yang kau katakan malam itu? Kau membuatku harus mengadu nyawa di Red Shoes Room tanpa bisa menyelamatkan Belinda.”

Keributan yang bising kembali terdengar sahut-sahutan, ada dentingan musik sekaligus suara beberapa pemuda yang Alice yakini memang bukan suara Theo, tapi yang pasti mereka sedang bernyanyi gembira seperti menantikan sebuah pertunjukan.

“Jadi kau percaya pada saya? Lalu satu lagi, bukan saya yang membunuh.”

“Pecundang, kau penipu! Tidak peduli siapa yang membunuh, aku yakin itu tetap kau atau teman-temanmu yang berisik di belakang sana! Aku hanya dijadikan pertunjukan untuk kalian dan tetap saja akan mati.”

“Oh, apakah suara mereka berisik? Maaf, saya belum bisa pergi dari sini.”

Tanpa sadar Alice mulai menitikkan air mata penuh rasa kesal, walau hanya setetes tetap saja terasa menyesakkan. Jika harus berkata jujur sebenarnya Alice takut sekali mati, dia ingin tetap bertahan hidup sampai akhir dan menjadi wanita dewasa demi menikmati hidup yang jauh lebih baik lagi.

[TERSEDIA VERSI CETAK] Mother Goose's Circus (feat TXT - Taehyun)Where stories live. Discover now