☁☁☁☁☁

Zevan duduk gagah dikursi kepemimpinannya, kedua mata nya menatap fokus kearah layar laptop yang menyala. Hari ini jadwalnya begitu padat mengharuskan dirinya lembur. Semenjak memegang perusahaan William, Papa-nya tiga tahun yang lalu, Zevan menjadi sangat sibuk.

Ia langsung menduduki posisi tertinggi, jangan ragukan lagi dalam kemampuannya, karena ia telah dilatih dari semenjak duduk dibangku SMA. Zevan hanya fokus pada dunia kerja sampai-sampai ia dijuluki siworkaholic.

Pria dewasa tampan menawan itu tidak pernah sedikitpun masuk dalam dunia percintaan. Hingga pernah suatu hari, Dewi menjodohkan dirinya dengan anak dari sahabatnya yang membuat Zevan marah besar. Ia menolak mentah-mentah perjodohan tersebut didepan seluruh keluarga.

Hingga saat ini, tidak ada yang berhasil menaklukan hatinya. Karena sampai kapanpun hatinya tetap tertulis kelas nama gadis yang tak pernah terganti posisinya meskipun Zevan tahu bahwa adanya kemungkinan jika ia tidak bisa lagi bersama gadis itu.

Pintu ruangannya terbuka menampilkan Sean dengan wajah panik. Ia berjalan tergesa jangan lupakan tubuhnya yang bergetar menahan takut jikalau Bos besar nya akan marah. Zevan yang melihat itu hanya bertopang dagu menunggu berita apa yang akan disampaikan oleh asisten pribadinya tersebut.

"Tuan..." Panggil Sean padahal ia tahu jika Zevan sudah menatapnya penuh intimidasi.

"To the point." Ucapnya tahu pasti apa yang akan disampaikan oleh Sean adalah berita buruk.

"Maaf Tuan, kita kehilangan jejak."

Brak

Zevan menggebrak meja dengan keras. Bola matanya menyorot penuh amarah pada Sean. Urat-urat dilehernya menonjol, tangannya terkepal kuat. Rahangnya mengeras menahan emosi. Sean semakin mati kutu ditempat, ia dapat merasakan aura disekitarnya menjadi tegang.

"KENAPA BISA HAH!" Teriak Zevan penuh emosi, dirinya tidak bisa mengontrol amarah jika sudah menyangkut paut dengan apa yang dimaksud Sean.

"S-saya juga tidak tahu, tiba-tiba saja mereka tidak menemukannya, rumahnya sudah kosong. Kemungkinan mereka pergi disaat orang-orang kita tertidur." Jelas Sean dengan hati-hati.

"BRENGS*K! SIAPA YANG MENGIZINKAN MEREKA TIDUR HAH! BUKANKAH SUDAH KUBILANG UNTUK BERJAGA 24JAM!" Murka Zevan bola matanya sudah memerah. Nafasnya memburu cepat.

Sean menundukkan kepalanya tidak berani menatap Zevan yang tengah marah. "Ma-maaf Tuan,"

"O-orang disana bilang, sepertinya mereka tahu jika mereka sedang diawasi." Lanjutnya takut.

"SHIT!" Zevan mengerang frustasi. Ia menumbuk meja keras menyalurkan rasa kesalnya.

Sean hanya terdiam melihat itu. Tidak ingin lebih banyak bicara jika Tuan-nya tersebut sedang emosi seperti ini, yang ada ia bisa terkena bogeman mentah.

"Terus cari dia sampai dapat!" Ucap Zevan dengan tangan terkepal kuat.

"Ba-baik Tuan," Setelah mengatakan itu, Sean berbalik langsung meninggalkan ruangan itu.

"ARGGHH! SIALAN!" Zevan kembali memukul meja didepannya hingga jari-jari tangannya membiru.

Dengan emosi juga gelisah Zevan mengambil jasnya yang tersampir dikursi lalu meninggalkan ruangan itu. Persetan dengan pekerjaannya yang belum selesai. Ia hanya perlu menyalurkan rasa gelisah juga amarahnya saat ini.

LEORA ZARIN [END]Where stories live. Discover now