chapter 30

63 4 3
                                    

Setelah di rasa tenang, dara bergegas balik ke kelas mengingat bel sudah berbunyi lima menit yang lalu.

Tak...tak...tak...

Suara hentakan sepatu menggema dilorong koridor menuju roftoop.

Hap!

Dara tercengang ketika Rey memeluknya erat dari belakang. Saat teringat kejadian kemarin, dara segera memberontak dari pelukan Rey.

"Le...lepas! Gue mau masuk!"

Rey menggeleng. Sedangkan dara mengusap kedua air yang berada di kedua sudut matanya.

"Mau sebanyak apa rahasia yang Lo sembunyiin dari gue?!"

Dara berbalik ke arah Rey, menatapnya dengan penuh amarah. "Loh udah buat gue jatuh cinta! Puas Lo kan!? Tapi kenapa di saat gue bisa Nerima Lo, malah banyak aja masalah atau apapun itu tentang Lo!" Ujarnya dengan isakan kecil.

Rey menatap lekat ke arah dara. "Percaya sama aku! Tolong."

"Buat apa?!" Sentak dara tinggi.

"Buat apa gue tanyak ha!" Dara mencengkram erat roknya. Menyalurkan rasa kecewa dengan kabar yang membuatnya sesak.

"Apa benar Natalie itu pacar Lo?! Kenapa gak bilang dari awal?" Perlahan suara dara merendah, matanya yang sembab masih menatap lekat ke arah Rey.

Rey sendiri pun bingung. Bodoh! Buat apa ia bingung? Seharusnya ia menjelaskan semuanya dari awal kepada dara.

Rey mengelus pelan puncak kepala dara. "Lo satu-satunya, Natalie itu bukan pacar gue, lebih tepatnya mantan gebetan. Gue benci sama dia karena dia main di belakang gue. Sejak saat itu gue gak mau lagi kenal yang namanya cinta sampai suatu hari Lo masuk ke dalam kehidupan gue dan mengubah semua pemikiran gue dari awal." Rey mengelus pipi dara.

"Aldara Alexander. Wanita satu-satunya pacar sekaligus calon pendamping gue di masa depan."

"Gue janji ini akan jadi air mata Lo yang terakhir keluar dari mata blok ini!" Lanjutnya dengan menghampit hidung dara dengan kedua jarinya.

"Hiskk..hiskk... Gue bisa percaya?"

"Tentu! Kenapa enggak?"

Prok! Prok!  (suara tepuk tangan).

"Jadi ini kelakuan lo? Oh alasan lo mutusi ngajak gue balikan buat ngasih harapan baru sama dia?"

Deg!

Natalie berjalan ke arah rey dan dara, ia menatap lekat kedua tangan yang saling berpegangan itu.

"Maaf rey, kayaknya gue gak bisa sembunyiin ini dari dara dan nyokap lo, gue rasa mungkin sekarang waktu yang tepat nge-publish, kalau kita udah balikan dan ngejalin hubungan layaknya pasangan."

Rey dengan sekuat tenaga menggenggam tangan dara yang sudah bergetar, menatap Natalie dengan tatapan memohon agar tidak memberi tahu semuanya sekarang.

Tunggu?! Beritahu? Sejak kapan?

"Ahahahah, gak usah tegang gitu kenapa sih! Gue sama rey cuma teman kok. Iya! Dulu gue pernah jadian sama rey, tapi sayangnya itu kejadian yang udah lama banget, dan udah gue kubur dalam-dalam masa lalu yang kelam itu!"

Seolah mendapatkan pasokan oksigen gratis, rey menghirup rakus udara di sekitarnya.

"Lagian udah masuk jam pelajaran juga, ngapain lo berdua disini. Pacaran? Gak berkelas kali sih!"

"Yuk! Tinggalin aja tuh biawak berkedok manusia sendiri." lanjutnya meraih tangan dara membawanya pergi dari hadapan rey.

Sedangkan dara masih terpelongok menyaksikan kejadian barusan.

***

"Mata lo kok bengkak nyet?"

Celin menatap dara penuh selidik. Dara melamun menatap kosong bangku yang sekarang sudah di duduki pak Rizal.

"Heh gue ngomong!"

"Celin!"

"Upss..."

Pak Rizal menghampiri celin dan dara, lalu menatap tajam ke arah celin yang di balas cengiran olehnya.

"Ngapain teriak-teriak? Kamu pikir ini hutan!?"

"Eh, anu pak. Gak seng-"

"Maaf pak, saya yang buat celin berteriak. Kalau mau hukum dia, saya aja pak yang gantiin!"

"Baiklah, karena kamu penyebab keributan di kelas saya. Saya bakalan hukum kamu lari keliling lapangan 10× tanpa berhenti."

Dara menelan salivanya kasar, apakah ia akan sanggup menjalankan hukuman ini nanti?

"Baik pak, saya izin keluar."

Saat dara ingin beranjak dari tempat duduknya, celin dengan cepat mencengkram tangannya.

"Lo kenapa? Gue yang salah kok, buk-"

"Ssttt, Lo diam disini!"

Dengan gesit, dara keluar dari dalam kelas itu. Sekarang ia berjalan ke arah lapangan dengan cuaca yang cukup panas.

Dara memulai hukumannya, ia berlari sambil memikirkan kejadian yang tadi. Saat sudah putaran ke tujuh, kakinya melemah, dara hampir tumbang tapi untung saja di tangkap seseorang dengan cepat.

"Makanya, kalau sakit gak usah buat ulah." Ucap pria itu sambil menyentil pelan kening dara.

Dara menatap samar-samar ke depan. Karena kekurangan kesadaran, akhirnya dara berakhir pingsan di pelukan pria itu.

***

Dara membuka perlahan matanya, ia menatap atap putih dan ruangan yang berbau obat-obatan.

"Dah sadar Lo?" Dara perlahan memiringkan kepalanya, orang pertama yang ia lihat adalah, Dian?

"Di..Dian? Kok gue baru lihat Lo sekarang? Kemana aja minggu-minggu kemarin?"

"Kangen?"

"Dih!"

Dian menghimpit hidung dara dengan kedua jarinya. "Sakit-sakit ketus amat neng."

"Aww! Sakit goblok, lagian akhir-akhir ini gue jarang liat Lo di sekolah."

"Gue cuma ngurus surat pindah gue dari sekolah lama, makanya udah seminggu ini gue gak sekolah."

Dara mengangguk tanda mengerti. "Gue kok bisa disini?"

"Pakek nanyak lagi Lo, kalau bukan karena kebaikan gue hari ini, mungkin Lo sekarang lagi jemuran sambil pingsan tau gak!"

"Ooo pingsan, kok bis-" Dara tidak melanjutkan perkataannya karena mengingat Rey, Natalie, dan pagi itu.

"Ya bisa lah, kalau sakit itu diem aja di kelas, ni Lo pasti buat ulah kan makanya di hukum?"

"Enak aja Lo, gue gak berandalan bandalnya kek Lo. Oh iya makasih udah tolongi gue."

"Gak usah bilang makasih, kita udah kenal lama dari kecil."

Dara menatap dalam ke arah Dian, begitu juga sebaliknya..

Bersambung....


RAYMOND! Onde histórias criam vida. Descubra agora