☔. penyesalan tak berujung

21 4 0
                                    

Jay pov

"Hey, nama lo siapa?" Tanya ku memecah keheningan. Aku bertanya murni memang karena tidak tahu, bukannya semata-mata hanya untuk mencari topik. Aku telah mengetahui teman Auris yang Monica, karena dia lumayan terkenal disekolah. Sedangkan temannya yang satu ini, aku baru-baru ini melihatnya, maka dari itu aku merasa penasaran.

"HAH, LU BILANG APA? GAK KEDENGERAN SORRY!" Aku seketika menutupi telingaku dari bahaya nya suara toa nya.

"GUA NANYA, NAMA LO SIAPA???!!!!" Kini giliran aku yang berteriak sekencang yang ku bisa. Sungguh, aku samasekali tidak berniat untuk ngegas, tapi refleks saja.

Terdengar decakan kesal keluar dari mulutnya. "CK, SANTAI AJA DONG MAS. GUE ALIKA, NAMA GUE ALIKA."

Aku hembuskan napas ku lelah. Ingin rasanya marah, namun kurasa wajar saja jika ia tidak mendengar suara ku. Gadis yang sedang memboncengkan ku sekarang tengah memakai helm, sedangkan aku tidak.

Jangan tanya mengapa ia bisa berakhir memboncengkan ku, ceritanya panjang. Tapi intinya beberapa waktu yang lalu kita berdebat soal siapa yang berhak mengendarai. Berhubung Monica tidak bisa ikut karena ada janji, jadi motor yang tersisa hanya tinggal satu, yaitu milik Alika.

Awalnya kami telah sepakat bahwa aku yang paling berhak mengendarainya. Namun, si Alikampret ini dengan kurang ajarnya tiba-tiba berkata bahwa ia paling tidak bisa diboncengkan oleh orang lain. Katanya ia trauma sering diboncengkan secara kebut-kebutan oleh seseorang. Halah, tai kucing. Nyatanya malah dia sendiri yang saat ini tengah kebut-kebutan seperti orang gila.

Jadi yah, saat ini dengan menekan harga diriku sebagai seorang laki-laki. Aku terpaksa diboncengkan oleh perempuan. Ini memalukan, sungguh, sangat amat. Bahkan sedari tadi banyak orang yang memandangi kami dengan tatapan aneh, tertawa, menggeleng-gelengkan kepala, dan lain sebagainya.

ARGHHH AKU INGIN SEGERA SAMPAI, TOLONGG.










☔☔☔











Sesampainya, kami berdua langsung berlari masuk kedalam rumah sakit. Awalnya kami hendak ke rumah Auris terlebih dahulu karena panggilan dari Alika tak kunjung diangkat-angkat. Namun dalam perjalanan tadi, Auris tiba-tiba menelpon dan mengatakan dia sudah ada di rumah sakit sedari tadi. Jadilah kami langsung merubah arah dan segera meluncur kesini.

Aku bisa mendengarnya tadi, suara Auris terdengar serak dan begitu lelah. Entah apa yang terjadi, ku tebak pasti Bunda yang tidak sabaran menelpon Auris saat Alika sedang menelpon nya. Memikirkan hal tersebut seketika membuatku menggelengkan kepala tak habis pikir. Namun, dari dulu memang begitulah sifat Bunda, tukang memaksa.

Sayangnya, bukan hal itu yang mengganggu hatiku sekarang ini. Aku merasa sangat enggan bertemu dengan Auris, akan tetapi aku juga ingin segera sampai. Perasaan bersalah ini terus menggerogoti hatiku. Entah apa yang akan aku katakan nanti padanya, aku merasa aku tidak layak bahkan sekadar muncul sedetikpun dihadapannya.

Ya, aku sudah tahu semuanya. Secara garis besarnya.

Semua itu terjadi berkat Kei, mantan pertamaku saat kelas dua SMP. Rasanya aneh melihat dia lagi setelah sekian lamanya, padahal dulu kami putus dengan cara yang tidak baik. Mungkin benar, takdir itu lucu.

Dia dengan tergesa-gesa mendatangiku. Menceritakan semuanya, dari awal, tentang alasan mengapa dia menyukaiku, membenci Auris, menyebarkan gosip dan berpura-pura baik di depanku. Kini semuanya menjadi saling berhubungan, seolah puzzle yang awalnya masih banyak bagian yang kosong sekarang terpasang lengkap.

shade umbrella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang