☔. kepingan masa lalu, i.aksa

28 6 0
                                    

Bohong jika Aksa bilang ia tidak sakit hati. Tapi memangnya Aksa bisa apa? Hati sang pujaan hati nyatanya masih dimiliki oleh sahabatnya sendiri.

Pemuda tersebut kemudian mendongak, menatap ke langit malam yang gelap gulita. Benar kata Mars, saat manusia merasa sedih dan putus asa, mereka cenderung menatap kearah langit. Lalu diatas sana, entah kenapa Aksa merasa Tuhan sedang menatap ia penuh iba. Tanpa sadar Aksa mengadukan semuanya kepada Tuhan, berkeluh-kesah tanpa henti, lalu termenung sendirian.

Setengah jam berlalu, Aksa memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya. Malam ini angin terasa dingin, kalau berlama-lama di luar bisa-bisa nanti ia masuk angin.

Tapi, yah... berkat hal itu pada akhirnya Aksa mengerti, alasan Mars suka sekali memandangi langit. Aksa tanpa sadar tersenyum tipis, ternyata rasanya senyaman ini.










3 years ago

Aksa pov

"Hoi, Sa!" Panggil seseorang yang ada di belakangku, suaranya terdengar sangat familiar sehingga aku tak ragu untuk menoleh kebelakang. Ternyata benar, dia Jay, sahabatku satu-satunya.

"Apa?!" Tanyaku dengan nada ketus, mood ku hari ini sedang jelek. Jika hari biasanya, Jay lah yang selalu marah-marah, namun sekarang berbeda. Sekarang aku lah yang marah-marah pada dirinya.

"Santai aja dong bos. Lo kenapa sih hari ini marah-marah terus?"

Aku mendengus kasar, "Ayah semalem marahin gua gara-gara kemaren gak ikut les." Jawabku berterus-terang.

Bukannya ikut kesal, Jay justru malah tersenyum lebar. Sontak hal itu membuatku mengernyitkan dahi, sama sekali tak paham dengan pemikiran bocah di sampingku.

Tiba-tiba Jay merangkul pundak ku seraya menuntunku berjalan. "Bagus lah, berarti misi kita kemaren berhasil."

Sejenak aku terdiam, mencoba mencerna apa yang dimaksud dengan perkataan Jay. Beberapa detik berlalu aku sontak mengerlingkan mataku jengah, "misi apanya. Asal lo tau, kemaren itu sepenuhnya terdapat unsur pemaksaan. Jadi, hari ini juga lo kudu ngaku sama ayah kalo lo yang selama ini suka ngajak gua ke jalan yang sesat." Kataku dengan tegas.

Seolah menganggap perkataan ku sebagai angin lalu, mataku terbelalak saat Jay mendorong dahi ku dengan jari telunjuknya. "sadar, sa!! Mau sampe kapan lo bakalan terus-terusan matuhin perintah gak masuk akal dari ayah lo itu. Bisa-bisa nanti lo beneran jadi robot!!"

Karena terlalu malas meladeni nasihatnya, aku hanya menghela napas berat. Aku tau, benar-benar tau, kalau niat Jay selama ini itu baik. Ia sering mengajakku diam-diam bolos les dan mengajakku ke game center agar aku sesekali dapat merasakan yang namanya bersenang-senang. Tapi Jay tidak tahu, ajakannya itu justru malah membawa malapetaka bagiku. Ayah yang tahu hal itu tentu marah besar, yang dia inginkan adalah anak laki-laki pertamanya berdiam diri di meja belajar seraya bergelut dengan soal-soal dan materi pelajaran.

Sebenarnya selama ini aku juga sudah muak Jay, rasa sesak ini dari hari ke hari serasa menikam ku semakin dalam. Tapi aku tak bisa apa-apa, aku tak bisa menghentikan ayah, yang bisa kulakukan hanya patuh, patuh dan patuh. Mau bagaimanapun anak sepertimu tidak akan bisa mengerti, Jay.

Nampaknya Jay sadar bahwa topik pembicaraan kami membuatku tak nyaman, lantas ia segera mengubah topik pembicaraan kami dengan hal yang lebih seru. "Eh, habis ini lo mau gak gua kenalin ke tetangga gua, dia orangnya kocak abis!"

"Tapi Jay, gua habis ini kan ada les." Sanggah ku cemas.

"Ck, persetan sama les, hari ini lo bolos lagi!!"

















shade umbrella [END]Where stories live. Discover now