☔. harapan sang payung teduh

22 8 0
                                    

Bagi Mars, Lana itu hanyalah sesosok payung teduh yang digunakan kala dilanda hujan. Payung yang kapan saja bisa rusak dan akan menjadi barang rongsokan tak berguna. Namun, bolehkah sekali saja Lana berharap bisa menjadi rumah kokoh yang dapat Mars singgahi? Nyatanya, jangankan payung, Mars saja menatapnya dengan enggan seolah keberadaannya tak pernah ada.

Dulu, saat Mars dan Lana masih dalam masa puber, lebih tepatnya saat mereka masih SMP. Mars sempat ada disisi Lana. Meski hanya berstatus teman, meski Lana yang harus memendam perasaannya sendiri, Lana hampir tak pernah mempermasalahkannya. Hanya saja, terkadang Lana menginginkan hubungan yang lebih. Lana ingin Mars singgah terus padanya, bukan hanya untuk sementara.

Namun, karena keinginan Lana tersebut. Mars dibuat salah paham, sehingga tak pernah sekalipun singgah lagi. Hubungan yang menyepi itu perlahan mulai sirna. Lana pun terpaksa meninggalkan bahkan sebelum meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.

Lantas tiga tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Dengan fisik dan sifat yang sudah berbeda dari saat terakhir kali mereka berjumpa. Mereka terpaksa berhubungan kembali. Hari-hari telah berlalu, mereka berdua pun mulai saling menerima dan merasa nyaman, namun ada saja masalah yang menghadang.

Seperti saat ini, sudah dua minggu berlalu namun hingga sekarang Mars dan juga Lana masih dalam mode canggung. Lana sebenarnya ingin sekali menjelaskan pada Mars, namun sayangnya Mars terus-terusan menghindar, mungkin karena ia masih shock dengan tamparan Rachel.

"Pasti deg-degan ya sama hasilnya?"

Lamunan Lana seketika buyar saat Caessa tiba-tiba bicara padanya sambil mengulurkan sekotak susu rasa vanila yang tentunya langsung Lana terima dengan senang hati.

Gadis itu menghela napasnya sebelum menjawab. "Gue gak yakin bakalan lolos apa enggak. Selama ngerjain pikiran gue suka kemana-mana."

Seperti kata Lana, ia benar-benar tak bisa fokus saat mengerjakan soal olimpiade. Mars, selama mengerjakan dia terus kepikiran tentangnya. Itu sungguh membuatnya frustasi bukan main. Namun, untungnya Lana masih dapat mengerjakannya dengan cukup baik karena sebelum hari-H Caessa telah membantu menerangkan materi yang Lana belum bisa. Tapi entah soal Lana lulus ke tingkatan selanjutnya atau tidak, ia sama sekali tak yakin.

"Haha, gua juga banyak yang gak bisa kok."

Lana memandang Caessa tak percaya. 'Lah? Gue kan gak bilang kalau gue gak bisa?' Benak Lana terheran-heran. Maaf saja ya, tapi Lana tidak akan tertipu dengan tipuan murahan seperti itu. Biasanya tipe orang seperti Caessa ini, awal-awal an saja merendah agar Lana terkecoh dan menganggap kalau ia lebih unggul dari Caessa. Padahal nyatanya Caessa jauh lebih unggul diatas Lana.

"Maaf, menunggu lama." Keduanya kompak menoleh ke arah pak Dio, guru pembimbing mereka berdua. Beliau kemudian membagikan lembaran daftar nama-nama anak yang lulus olimpiade.

Manik Lana menelisik nama demi nama dengan sabar dan teliti. Ini dia dibilang berharap ya iya, dibilang tidak berharap pun juga iya. Intinya Lana pasrah. Tapi rasanya juga agak sayang semisal Lana tidak berhasil, begini-begini Lana sudah belajar sebisanya sampai kepalanya terasa akan meledak.

Namun sudah dua kali Lana cek, masih sama, namanya tak ada dalam daftar. Bahunya seketika merosot, ini benar-benar tidak ada kah? Mata Lana perlahan terasa memanas, lelehan air mata turun begitu saja membasahi pipinya. Padahal Lana sudah janji tidak akan berharap, tapi tetap saja kenyataan ini menyakitkan.

shade umbrella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang