Pain de Blé Entier Bantat part 1

368 73 6
                                    


Kama berdiri di depan rak-rak besar berisi bahan baku dengan dahi berkerut-kerut. Di tangannya ada catatan membuat Pain de blé entiere atau roti tawar gandum. Terhitung enam bulan sudah Kama kursus masak. Ini merupakan cita-cita lama yang tertunda bertahun-tahun. Dahulu kala ketika dia dan Jo menikmati pastry di boulangerie di Montmartre Paris, saat mereka berkhayal punya bakeri, Kama bilang dia akan belajar masak. Rencana itu terlupakan karena dia sibuk bekerja di perusahaan orang tuanya lalu berbisnis salon yang gagal.

Setelah mereka membangun Petite Étoile pun Kama belum bisa masak. Semua urusan dapur dipegang oleh Jo. Di saat Petite Étoile ramai pengunjung, Kama tidak punya kemampuan yang mumpuni untuk membantu di dapur. Paling hanya membuat minuman. Membuat crepes atau menyiapkan sandwich baguette yang sederhana saja dia sering gagal dan bikin Jo senewen. Itu juga yang menguatkan tekad Kama kursus masak.

Sejak kecil Kama enggak pernah ke dapur. Di rumah selalu ada ART atau Mami yang menyediakan makanan.  Tinggal di Bandung dan hidup mandiri di sini, Kama baru menyadari kalau ibunya terlalu memanjakannnya. Dia jadi enggak punya skill soal dapur sama sekali. Cara memegang pisau yang benar pun tidak tahu. Kama mengambil paket kursus memasak menu rumahan dan baking. Dia belajar dari nol. Di tempat kursus lah Kama tahu caranya memotong sayuran, mengocok telor, bikin tumisan sampai memisahkan kuning dan putih telor.

Walau jauh dari kata jago, Kama bangga dengan kemampuannya. Sekarang dia bisa membedakan tepung terigu, tepung maizena dan gula bubuk. Minggu lalu di tempat kursus mereka membuat pain de blé entiere. Kama ini mengulang lagi membuat sendiri pain de blé entiere. Roti jenis juga ini dijual di Petite Étoile. Jo pernah bilang kalau Kama mau latihan masak, silakan gunakan semua bahan yang tersedia. Masalahnya, dia masih bingung yang mana tepung gandum!

"Nyari apaan, Teh?" tanya Bena.

"Eh, enggak. Ngecek stok barang aja." Kama berkelit. Dia buru-buru menyembunyikan catatan resep.

"Pan kamari (kan kemarin) Teh Jo nyetok semua," tukas Bena keheranan.

Bena heran dua kali mendapati Kama di ruang penyimpanan bahan baku. Kama tidak pernah mengurus dapur karena itu tanggung jawab Jo. Namun, dia tidak mau banyak bertanya. Teringat akan ucapan Jo soal Kama yang setelah kursus masak jadi lebih peduli urusan dapur. Jujur saja Bena ikut senang. Dia mengidam-idamkan memasak bersama Kama.

"Oh'ya, ya, cuma aku catat ulang saja," ucap Kama pura-pura berkeliling ruangan.

Kama ingin bikin roti saat tidak ada orang. Jo sedang ada janjian dengan temannya. Kama pun tidak mau memberi tahu Bena dia mau bikin pain de blé entier. Kalau tahu pria itu akan membantu tanpa diminta. Dia enggak mau merecoki Bena yang kerjaannya sudah banyak. Lagi pula, kecepatannya bekerja masih lambat. Kalau masak sendirian, keribetan itu bisa diatur sendiri.

"Kamu jam segini udah datang. Ada pesanan khusus?"

Waktu baru menunjukkan pukul dua belas. Biasanya Bena datang di atas jam dua.

"Tadi abis ketemuan teman kampus. Dari pada balik ke rumah, mending ke sini. Mau nebeng tiduran sebentar," ucap Bena sambil menyeringai.

Rumah yang ada di selatan Bandung cukup jauh. Belum lagi menimbang kemacetan pulang dan harus datang lagi ke sini, Bena lebih suka menghabiskan waktu di Petite Étoile. Tersedia satu ruang santai merangkap kamar tidur siangnya. Dia kadang menghabiskan waktu di situ. Lebih nyaman. Bisa langsung bekerja.

Kama menatap Bena sambil tersenyum senang. Pria itu masih menggunakan jins, kaus oblong dan hoodie gombrong. Celemek putih dan topi chef kebanggaannya terlipat rapi di rak.

"Kamu istirahat dulu. Jadwal kerja kamu masih lama kan."

Bena mengangguk.

"Kapayun teh (duluan)," pamit Bena sambil mengunci loker. Jaket dan tas sudah tersimpan di situ.

Nocturnal Tale: Love Story Short CollectionNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ