☁️☁️☁️☁️☁️

Hana membuka pintu ruangan bernuansa putih itu, perlahan ia mendekat pada pria yang tengah duduk diatas kursi kebesarannya. Pria itu sedang fokus pada layar laptop yang menyala. Tanpa menoleh, Pria itu sudah tahu siapa yang datang. Hana sudah menelponnya sebelum itu.

"Evan?"

"Duduk, Kak. Aku selesaikan ini terlebih dahulu. 5 menit." Ucap Pria yang dipanggil Evan oleh Hana.

Hana menurut, ia mulai menjatuhkan bokongnya pada sofa yang tersedia diruangan tersebut. Ia terpaksa mendatangi Evan kerumah sakit karena jadwal Pria tersebut sedang padat.

Hana mengedarkan pandangannya, meneliti setiap sudut ruangan itu. Ia sangat bangga pada Evan yang kini telah sukses menjadi seorang dokter muda. Adiknya, sekaligus Paman Zarin ini begitu gigih dengan cita-citanya. Adik laki-laki satu-satunya yang ia punya.

Evan menutup laptopnya. Berjalan menuju bar kecil yang ada disana, membuatkan kopi untuknya dan Hana.

"Jadi gimana?" Tanya Evan tanpa menoleh pada Hana.

"Kakak menyuruh Gio untuk mencari rumah sakit yang bagus disana." Hana memperhatikan aktifitas yang dilakukan Evan.

"Kau meragukanku, huh?" Ucap Evan sedikit kecewa.

"Aku tidak mau merepotkanmu, Kau terlihat sibuk dengan pasien-pasienmu." Balas Hana

"Aku masih bisa menyelipkan waktu ditengah padatnya tugas ini, Kak. Terlebih ini untuk keponakanku sendiri." Tutur Evan melangkah mendekat pada sofa dengan membawa dua cangkir kopi.

"Frapuccino latte," Ucapnya seraya meletakkan satu cangkir kopi kehadapan Hana. Ia sudah tahu kesukaan Kakaknya itu.

"Thanks,"

"Evan apakah kita bisa mengundur waktu?"

"Apa maksudmu, Kak?" Evan menyesap kopinya dengan tatapan tak beralih dari Hana.

Mata Hana tampak berkaca-kaca. "A-aku, maksudku-"

"Kakak ingin menunda jadwal kemoterapi?" Tanya Evan tau apa yang dimaksud Kakaknya itu.

"Kakak hanya tidak ingin jika setelah Kemo, Zarin akan terpukul dengan keadaannya Evan." Bulir bening mulai jatuh membasahi pipi Hana.

"Kak, aku yakin Zarin akan menerima ini semua. Dia pasti kuat menghadapinya."

"Tapi, Evan-"

"Aku sudah menemukan dokter terbaik di sana, dia sudah berpengalaman menangani penyakit yang diidap Zarin. Kita akan pergi ke sana dan lakukan pengobatan." Jelas Evan memotong ucapan Hana.

"Evan aku butuh waktu," Hana menunduk tangisnya sudah tidak bisa dibendung lagi.

"Lebih cepat lebih baik, Kak!" Tukas Evan matanya ikut memanas melihat Hana menangis.

"Aku gak sanggup, Van." Ucap Hana disela tangisnya.

"Aku tau, Kak. Aku juga sangat menyayangi Zarin. Tapi ini adalah jalan terbaik untuknya. Kita tidak bisa menentang takdir Tuhan, namun setidaknya kita sudah berusaha." Evan menyeka sudut matanya yang berair.

LEORA ZARIN [END]Where stories live. Discover now