62

14.6K 3.5K 458
                                    



mau nanya deh, kalian tuh kalo baca cerita suka pake musik gasih? atau lebih seneng hening aja?

62. Restu.




2 minggu kemudian.


Elia sudah memindahkan hampir seluruh barangnya di rumah Nichol sejak saat itu. Semua orang mulai tahu tentang hubungannya, bisa dilihat Anara dan Jihan yang tidak berhenti menelfon untuk menanyai kabar. Belum lagi bunda yang memaksanya untuk segera datang ke rumah atau dia sendiri yang datang kemari.

Tapi Elia mengatakan dia butuh waktu, apalagi papah masih trauma dengan kejadian biska jadi Elia ingin memberi ruang. Padahal Nichol sudah mantap ingin datang ke rumah, pria itu memang tidak suka basa-basi.

Minggu ini mereka menghabiskan waktu bertiga dengan melakukan banyak kegiatan. Karena sekarang Elia di rumah, tiap pagi mereka selalu dipaksa untuk bangun dan berolahraga. Lalu siangnya menonton tv dan sorenya bersepeda si taman sambil membuat sushi.

Elia juga rutin mengantar Nichol ke rumah sakit untuk terapi, mulai mengenal dan mengobrol banyak dengan dokter Ibrahim dan perawat-perawat di sana. Jika hari libur, mereka berdua akan mengobrol di kamar sambil membawa cemilan, jika jam kerja Nichol sesekali ia mampir membawakan makan siang.


"Bahagia lo?"

Elia menoleh sambil tersenyum, merangkul Anara dan Jihan yang datang ke rumah karena ia undang makan malam. Di luar Nichol sedang mengobrol dengan Levi dan Egi.

"Ya menurut lo aja Ra," Elia terkekeh. Menatap mereka sesaat sebelum tertawa malu sendiri.

"Idih idihhh gini banget kalo jatuh cinta," decih Anara.

"Tar di nikahan aku amplopnya dua lah," ucap Jihan jahil.

"Tiga Han gua kasih tigaaaa," balas Elia. "Segala amplop jadi perhitungan."

"Nggak mau rugi dia," balas Anara.

Jihan tertawa kecil. "Terus anak kamu mana? Kok nggak keliatan?"

"Dia di rumah Kakeknya," jawab Elia. "Nichol kan abis ngeluarin produk baru, terus ngajakin makan malem."

"Terus kapan ke rumah?" tanya Anara. "Ini gue yakin lo yang tarik ulur."

"Nichol kayaknya sat set sat set," sahut Jihan.

Elia langsung cengengesan membuat mereka mendengus tak heran. "Ya dia dari kemarin ngajak ke rumah, cuman kayaknya tar dulu deh, biar papah nggak dadakan banget gitu loh..."

"Kemarin baru ada masalah ya," sahut Jihan.

"Nah iya kan, makanya,"

"Ya tapi sebelum itu kan Om Gibran udah kenal Nichol dulu, nggak papa lah. Lebih cepat lebih baik," saran Anara.

"Gue keinget pas kita anter Levi dulu buat ngomong ke Om Nathan mau ngelamar Jihan," Elia memutar bola matanya. "Ngeliat bokap lo gue yang panas dingin takut nggak dikasij restu, lah ini bokap gue nggak ada bedanya."

"Serem Om Nathan nggak sih," Anara tertawa. "Bokap lo masih mending lah."

"Serem Papah jujur," ucap Jihan. "Tapi kalo itu keputusan anaknya, pasti mereka nggak perlu pikir panjang kok,"

"Kalo minta restunya ke bokap gue mah langsung diacc," Anara tertawa.

"Sayang nggak ada yang minta ya,"

"Tai lu," Anara mendorong lengan Elia.

"Jihan," Levi masuk ke dalam membuat mereka menoleh. Ia kemudian menunjuk jam tangannya untuk mengajak pulang.

212 Days ( AS 9 )Onde histórias criam vida. Descubra agora