35

18.2K 4.6K 1.5K
                                    

cielah double.



35. Sick








Tok Tok Tok!

Nichol mengetuk pintu kamar Jevan, anak itu langsung turun dari kamar dan membuka kunci pintu. Garis wajahnya menurun karena ia pikir Elia yang muncul.

"Tante Elia mana?"

Nichol mengajak Jevan masuk, lalu menyuruhnya duduk di kasur. "Masih sakit lukanya?" tanyanya.

"Dari awal nggak sakit, cuma kaget aja kok."

"Serius?"

"Hm,"

Nichol mengangguk. "Yaudah istirahat dulu, Papah udah ijinin kamu ke Bu Gatha."

Jevan menghela napas berat. "Kenapa Papah bentak Tante Elia?" tanyanya. "Dia pasti sakit hati banget."

"Papah cuma kaget liat kamu jadi spontan marah,"

"Emang nggak percaya kalo bukan Tante Elia yang ngelakuiin?" tanyanya membuat Nichol diam. "Tante Elia selalu percaya sama kita, walaupun sering boong."

"Papah nggak bermaksud,"

"Jevan denger kalian tadi berantem sampe Tante nangis, jangan disakitin, dia cuma belaiin Jevan karena dipaksa Mamah terus."

"Mamah paksa kamu?"

Jevan mengangguk. "Aku nggak mau jadi anak kurang ajar sama orang tua, tapi Jevan nggak suka Mamah ngataiin Tante Elia."

"I know, oke."

"Minta maaf sama Tante, ayo, be gentle," Jevan menirukan perintah Nichol waktu itu. "Papah bilang kalo salah harus mau ngaku."

Nichol tersenyum kecil, ia berdiri dan mengusap kepala Jevan. "Tidur gih, nanti Papah bangunin buat makan malem."

"Jangan lupa minta maaf,"

"Iya,"

"Promise?"

"Hm."


Nichol keluar dari kamar Jevan, berdiri dan menatap kamar Elia di pojok sana.




Ternyata malam itu Elia tidak pulang ke rumah.





❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹





Elia menautkan alisnya saat merasakan pening luar biasa di kepala. Ia perlahan membuka matanya, tak bisa mendeskripsikan di mana ia sekarang karena semua terlihat gelap. Ia berusaha untuk berdiri, meraih apapun agar bisa dijadikan pegangan.

Elia meraba seluruh tembok, menyentuh stop kontak untuk menyalakan lampu. Setelah terang ia melihat sekitar, ternyata hanya kamar biasa.

"Hai,"

Elia berbalik cepat, langsung mengambil lampu untuk berjaga-jaga. "Kenapa lo kayak gini...?" tanyanya.

"Aku cuma mau ngomong baik-baik, " Biska perlahan mendekat.

"Nggak," Elia memundurkan langkahnya pelan-pelan.

Biska terus mendekat, mencekal tangan Elia yang hendak memukul kepalanya. "Please," lirihnya. Menjatuhkan lampu tersebut dan mencekal kedua tangan Elia. "I just wanna talk to you."

"Lepassss," Elia berusaha meronta. Dia kesal karena kekuatannya mendadak hilang, Elia merasa sangat lemas dan tidak bisa berfikir apa-apa.

"Maaf," Biska mengusap wajah Elia pelan. Maju dan mengecup keningnya lama. "Kamu aman di sini, nggak bakal ada yang bikin nangis."

212 Days ( AS 9 )Where stories live. Discover now