59

22.6K 5K 1.4K
                                    



hi kgn

part ini agak campur aduk n panjang, tp termasuk fav ak.








59. Stay with me.





Setelah acara ulang tahun tadi sekitar beberapa jam kemudian Hendry pulang duluan untuk menjemput Nadia dari rumah sakit, sementara Kak Yuna dan Elia membereskan ruang tamu. Di luar ada Nichol yang sedang berjalan menuju taman menghampiri Kakek Han yang sedang menemani Jevan mengerjakan tugas.

"Pah,"

Kakek Han menoleh. "Sini duduk,"

"Jevan lagi ngapain?"

"Ada tuga gambar dari Bu Iky," jawab anak itu. Lalu bangun dari posisinya yang tengkurap. "Papah tau Jevan taruh krayon di mana?"

Nichol diam sesaat untuk mengingat. "Lemari putih,"

"Oke," Anak itu mengambil kertasnya dan beranjak dari kursi. Kemudian berlari kecil masuk ke dalam, kebetulan berpapasan dengan Elia yang membawakan secangkir kopi.

"Kek," Elia datang pada mereka. "Mau dibuatin juga nggak??" tanyanya pada Nichol.

"Enggak, udah tadi,"

"Oke, kalo masih pahit liat foto aku aja ya," ucap Elia sambil cengengesan. "Di hp Nichol banyak tuh, Elia suka selfie di situ."

Kakek Han langsung tertawa. "Kalo kemanisan?"

"Liat Nichol aja yang pait,"

Nichol langsung menaikan alisnya sementara Elia sudah kabur ke dalam lagi. Ia kemudian menyender sambil menatap papahnya, mengangkat bahu seakan memberi tahu begitulah tingkah seorang Elia.

Kakek Han menghela napas berat. "Kamu banyak berubah akhir-akhir ini,"

"Apanya?"

"Bukan berubah, balik lagi ke settingan awal, anak yang Papah kenal dulu."

Nichol menunduk sambil menarik sudut bibirnya. "Emang yang kali ini nggak kenal?"

"Kamu tau sendiri jawabannya," jawab Kakek Han. "Jevan juga cerita kamu lebih sering ketawa."

"Iya, Pah?"

"Kenapa? Nggak sadar?"

Nichol diam.

"Itu yang Papah maksud buat jangan tolak kebahagiaan yang dateng di hidup kamu, karena takut nggak akan bertahan lama. Ya emang semua ada fase-fasenya Nic, orang nggak bisa terus-terusan seneng, begitu sebaliknya."

Nichol diam mendengarkan serta merenungkan kalimat papah. Karena memang ini yang sedang ia butuhkan.

"Kamu emang punya cara sendiri buat ngejalanin hidup atau ngadepin masalah. Tapi jangan lupa, hati, jiwa, sama tubuh kamu itu cuma dikasih satu kali dalam kehidupan. Kalau ada yang pengen diwujudin, segera lakuiin. Sebelum ketiga hal tadi nggak ngasih kesempatan kedua."

"Iya, Pah."

"Gini kan enak diliatnya, kamu menerima semua, lebih ceria, ikuti kata hati. Yang seneng siapa? Ya kita, kamu, Jevan, semua bakal seneng."

Nichol menganggukan kepalanya paham.

"Setelah sekian lama baru kali ini Papah liat mata kamu berbinar, keliatan lagi bahagia."

Nichol mengulas senyum kecil. "Papah makasih sama yang bersangkutan."

"Nggak usah disuruh, Papah doaiin Elia tiap ibadah, Papah doaiin kalian semua," jawab pria paruh baya itu.

"Makasih," Nichol berucap dengan sungguh-sungguh.

"Kamu juga harus bilang makasih sama Elia, coba dia nggak muncul di hidup kalian," Kakek Han meraih cangkirnya. "Itu kiriman dari Tuhan buat kamu yang udah hebat bertahan sejauh ini."

212 Days ( AS 9 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang