Tidak perlu khawatir

3 1 0
                                    

Zara langsung masuk ke dapur dan duduk di kursi meja makan. Dengan santai memperhatikan Dzaky yang baru saja datang.

Dzaky berhenti, melihat Zara dalam dengan raut yang membingungkan. Dia kemudian mengambil piring dan memberi Zara makan.

"Setelah makan, langsung mandi," ucap Dzaky setelah duduk di depan Zara.

Zara mengangguk cepat di sela-sela kegiatan makannya.

Dzaky melihat jam tangannya dan berbicara, "hari belum terlalu larut, kita masih bisa pergi ke rumah nenek."

"Ke rumah nenek?"

Dzaky mengangguk. Zara terlihat berpikir, sampai-sampai menghentikan tangannya yang memegang sendok.

"Lo gak mau ke rumah nenek?" Tanya Dzaky saat tidak ada jawaban dari Zara.

"Mau," ucap Zara sambil mengangguk.

****

Zara berlari-lari kecil, sambil sesekali melompat. Dia menyenandungkan lagu yang tidak jelas. Di belakangnya Dzaky berjalan dengan pelan dan hati-hati. Dia memperhatikan Zara di depannya.

Zara menoleh ke belakang. "Cepat!" Suruhnya pada Dzaky.

"Nanti kita pulang kemalaman."

Dzaky tidak mengindahkan perkataan Zara. Dia berjalan seperti sebelumnya. Sementara Zara melompat-lompat sambil bernyanyi kecil.

"Zara, nanti Lo jatuh." Dzaky sedikit kesal melihat tingkah kekanak-kanakan Zara.

"Dzaky Dzaky." Zara berseru kegirangan saat berhenti di depan kedai es serut.

"Es serut, kita beli es serut dulu, ya." Dia melihat ke dalam toko dengan mata berbinar.

"Nanti kita pulang kemalaman." Dzaky menolak permintaan Zara.

"Bentar aja." Zara membujuk Dzaky. Dia terus melihat ke dalam dengan wajah cerah.

"Dzaky, gue mau es serut." Zara terus merengek dengan kekanak-kanakan.

"Lain kali kita makan es serut." Dzaky tetap tidak mau menuruti Zara.

"Gue pingin sekarang."

"Emang Lo punya uang?" Tanya Dzaky.

"Lo traktir gue." Zara tersenyum tanpa malu-malu.

Wajah Dzaky berkerut, dia memeriksa saku celananya. "Gue gak bawa uang."

"Lo bohong."

Zara memeriksa saku Dzaky dan menemukan dompet. Dzaky hendak mengambilnya dari Zara, tapi gagal. Dia hanya diam, melihat Zara memeriksa dompetnya.

"Ini," ucap Zara menunjukkan selembar uang dua puluh ribu.

"Itu ongkos naik bus," jawab Dzaky sedikit keras. Wajahnya nampak jelas sedang kesal.

Zara diam, seketika menjadi cemberut. Dia mengembalikan dompet Dzaky dengan kasar. Lalu berjalan terlebih dahulu meninggalkan Dzaky.

Saat tiba di halte, mereka duduk di bangku menunggu bus. Zara terus diam, tidak mau bicara dengan Dzaky. Dzaky tidak ambil pusing, balas mendiamkan Zara.

Saat tiba di rumah neneknya, mereka langsung disambut oleh salah satu pembantu di rumah itu. Mempersilakan mereka duduk di ruang tamu.

"Tunggu sebentar, saya akan panggilkan Ibu." Wanita paruh baya itu berkata dengan sopan.

"Kita mau ketemu nenek," ucap Zara cepat.

Olivia tiba-tiba datang. Dia tersenyum ramah dan berkata, "Dzaky."

Love In FriendshipWhere stories live. Discover now